Special song — Jadi kekasih ku saja
~•~
Bingung. Satu kata yang selalu terucap di kepala Geovan. Satu kata yang dapat menggambarkan bagaimana hari ini berjalan, sangat cepat, terlalu banyak kejadian, dan di luar prediksi. Mungkin Geovan berpikir hari ini akan mudah, namun nyatanya ini lebih sulit dari yang dibayangkan.
Mengikuti seleksi untuk masuk ekskul dance, melakukan kesalahan hingga berakhir cedera, dan kini hari yang kompleks ini akan di tutup dengan berakhir di boncengan Jonathan—sang kakak kelas, yang masih ia nobatkan sebagai saingan dan lelaki yang berhasil merenggut perhatiannya selama beberapa hari.
“Aku aja yang anterin Geovan pulang gimana, Jo? Kebetulan hari ini aku bawa mobil,” Katrina memberikan saran setelah datang dari kantin dengan sebotol air mineral di tangannya.
“Bukannya kamu harus jemput Frans di bandara, Kat?” Frans merupakan kakak pertama Katrina, Jonathan sudah tau kalau lelaki itu akan datang.
Katrina mengangguk, “Iya, tapi gapapa kalo mau antar Geo dulu. Aku takutnya malah susah kalo boncengan motor, apalagi kakinya sakit.”
Rasanya seperti campur aduk, satu sisi Geovan masih bingung dengan hari yang aneh ini. Namun disisi lain hatinya sedikit berdesir, ketika gadis yang ia suka diam-diam menyimpan kekhawatiran dan kepedulian padanya. Jelas itu datangkan senyuman tipis di wajah Geovan.
“Kamu jadi bolak-balik dong, jalan rumah Geo sama bandara kan beda arah.”
Dalam situasi ini, Geovan bisa saja mencari kesempatan dengan mengiyakan tawaran Katrina. Mencari kesempatan dalam kesempitan untuk mencuri lebih banyak waktu dengan pujaan hati, guna lebih dekat ke tujuan. Tapi, kali ini ia akan bersikap layaknya pahlawan bukan seseorang yang hanya bisa merepotkan.
Tampak kesatria di situasi susah depan pujaan hati adalah pilihan terbaiknya. “Gapapa kak Kat. Kalau ada keperluan gue gak mau ngerepotin, gue bareng kak Jonathan aja.”
Lirikan kecil Katrina terarah pada Jonathan, ada sesuatu yang dikatakan lewat lirikan sebelum akhirnya Katrina menoleh kembali pada Geovan dengan senyum kecil. “Yaudah kalo gitu, tapi hati-hati ya. Bilang aja ke Jonathan kalo misalnya nanti kaki lo sakit boncengan,”
Aduh meleleh gue di perhatiin ayang. Jerit Geovan dalam hati, apalagi lengkung indah senyum Katrina begitu manis bak gulali.
Tak lama berselang Katrina lantas pamit, ada telepon yang menyuruhnya bergegas berangkat. Meninggalkan dua anak adam yang kembali bergelut dalam kecanggungan.
Canggung. Penuh kecanggungan yang tidak beralasan. Geovan dengan segala pikirannya yang liar, dan Jonathan yang menyimpan banyak hal dalam diam. Geovan merasa aneh, terutama atas perlakuan Jonathan yang begitu peduli dan lembut terhadapnya.
Kakinya sakit, Geovan tau itu. Tapi, perlakuan Jonathan ia rasa agak berlebihan sebagai pertanggungjawaban. Toh, juga, ini bukan kesalahan sang kakak kelas, murni kecerobohan Geovan yang tidak memikirkan keselamatannya sendiri.
Jika di rangkum semua kejadian yang membuat hari ini terasa begitu abu-abu, Jonathan yang rela memberikan pertolongan awal untuk kakinya yang terkilir, dan rela mengantarnya pulang.
Geovan bingung. Bingung tentang apa yang sedang Jonathan simpan, namun masih enggan diutarakan. Netra legam lelaki itu terasa berbeda setiap menatapnya, sendu, berbinar, namun tajam disaat bersamaan.
“Ayo berdiri,” lamunannya goyah ketika uluran tangan terlihat di depan wajahnya dari Jonathan. “Gue bantu,”
Jonathan yang berdiri membelakangi matahari sore, wajahnya temaram dengan hembusan angin menerpa rambutnya yang sedikit berantakan. Rahangnya begitu tajam, lugas membuatnya semakin tampan. Ritme jantung Geovan kembali di buat tidak karuan, lelaki yang lebih muda pilih alihkan pandangan sebelum sambut uluran tangan untuk membantunya bangkit dari duduk.
“Lo bisa jalan ke parkiran gak? Atau mau gue gendong aja?”
Uhuk!
GILA. Geovan dibuat gugup tidak karuan, tawaran macam apa itu?
“Eng-enggak usah kak, gu-gue bisa kok jalan pelan-pelan.” sialan Jonathan ini, buat Geovan semakin tidak paham dengan responnya sendiri yang mendadak terbata.
Anggukan dari yang lebih tua sebagai respon, namun tidak berhenti di situ. Jonathan melakukan inisiatif dengan melingkarkan lengannya pada bahu Geovan dengan erat untuk membantu lelaki itu berjalan. “Bantu tuntun ya, biar gak terlalu susah jalannya.”
Ini terlalu dekat, dan erat. Geovan bahkan bisa rasakan wangi parfum tajam dan hembusan nafas hangat Jonathan di sebelah wajahnya. Hal yang buat Geovan makin kehabisan kata, diikuti irama jantung yang meronta tidak karuan.
Ada yang salah, Geovan tau. Bukan tentang keadaan, tapi tentang hatinya. Kenapa ada sengatan berbeda ketika ia melakukan kontak atau berada di dekat Jonathan?
~•~
Perjalanan terasa lebih lama dari biasanya. Waktu pulang dari sekolah ke rumah, biasanya hanya Geovan tempuh selama lima belas menit. Tapi kini, lima belas menit terasa seperti berjam-jam karena ia ada di boncengan Jonathan.
Motor sport hijau milik kakak kelas itu melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan sore yang ramai lancar. Geovan sibuk pandangi hiruk pikuk jalanan, tangannya berpegangan pada besi penyangga alih-alih pada Jonathan.
“Ge, sakit gak kakinya?” Jonathan membuka suara, agak keras agar Geovan dapat mendengar dari balik helmnya.
Spion jadi tempat mereka bertukar pandangan, dari helm full face itu Geovan bisa melihat iris hitam legam Jonathan meliriknya singkat. Geovan memberi anggukan meski yang lebih tua mungkin tidak akan melihat. “Aman bang, eh! Kak maksudnya.”
“Hahaha abang, lo kira gue tukang bakso!” Geovan terkejut, tidak mengira Jonathan yang banyak diam dan selalu memasang wajah galak ternyata bisa bergurau.
Gurauan yang sebenarnya agak sulit untuk di tanggapi. “Sorry ya, di rumah gue panggil yang lebih tua pakai sebutan abang bukan kakak. Jadi biasa keceplosan.”
“Kalo misalnya lebih nyaman panggil abang, gapapa Ge. Dari pada kakak terlalu formal.”
Atmosfer kecanggungan antara mereka sedikit mereda, percakapan singkat sore ini mungkin bisa membuat mereka lebih dekat.
Geovan pilih kembali amati jalanan, hatinya sedikit berdesir hangat tanpa sebab. Satu hal Geovan tidak tau, bahwa ada seseorang yang juga merasakan hal serupa.
Tidak lama setelah itu, motor hijau milik Jonathan memasuki area perumahan Geovan dan berhenti tepat di depan rumah nomor 14—rupanya Jonathan masih mengingat rumah Geovan dengan baik sejak terakhir mereka pulang bersama di malam setelah dari cafe itu.
Geovan turun dari motor perjalan berpegangan pada pundak Jonathan, lalu tersenyum kearah sang kakak kelas. “Makasih ya bang, sorry ngerepotin lo.”
“Iya, nanti jangan lupa kompres kakinya pakai es batu supaya bengkaknya cepat reda. Jangan terlalu banyak digerakkin.” Jonathan berkata dengan lembut, dan senyum di balik helm full facenya.
“Oke, bang.”
“Gue pamit Ge,”
Mereka akhirnya berpisah setelah Jonathan kembali memacu motornya menghilang dari pandangan Geovan. Sosoknya berpisah, namun hati keduanya sama-sama masih merasakan hal yang serupa. Hangat, berdesir dengan apa yang terjadi di antara keduanya.
~•~
TBC!
Maaf baru update lagi ya!
Semoga suka, have a nice day!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Jo - Jeongvin
FanfictionSetelah memendam rasa selama setahun pada kakak kelasnya, Geovan akhirnya berani untuk mengambil langkah mendekati sang pujaan hati. Sayangnya, tak semudah yang Geovan banyangkan. Keberadaan Jonathan mantan pacar sang pujaan hati, membuat tekad Geo...