December Rain (Part 1)

1.2K 97 17
                                    





December rain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

December rain





Hujan yang sudah mempertemukan kita...










Nunew berdiri dengan tegap, matanya memandang rintikan air hujan yang berjatuhan diluar jendela dengan pandangan penuh nostalgia.

Satu tangannya terulur, seakan ingin menangkap kenangan yang terus bermunculan dibenaknya seiring dengan semakin derasnya hujan.

Nunew, sangat mencintai hujan.

Mencintai makna yang tersirat dibalik dinginnya tetesan air langit, mencintai kenangan yang tersirat dibalik gelapnya langit ditengah gemuruh hujan.

Nunew kembali mengingat kenapa dia bisa mencintai hujan sampai sedalam ini.

Usianya baru 6 tahun saat itu, polos, belum mengerti kekejaman dunia ketika kedua orangtuanya direngut dengan tiba-tiba oleh takdir. Tepat di hari ulangtahunnya yang ke 6, kedua orangtuanya mengalami kecelakaan fatal yang merengut nyawa keduanya.

Nunew ingin bersedih, ingin menangis. melihat kakek dan kerabatnya menangisi kedua orangtuanya. Tapi Nunew masih tidak cukup mengerti apa yang harus dia tangisi, bukankah kedua orangtuanya hanya tertidur? Tidur yang cukup lama mungkin, tapi Nunew akan bertemu dengan keduanya nanti, suatu hari nanti, dan sebelum hari itu datang, Nunew akan tinggal dengan kakeknya.
Di usianya yang 6 tahun, Nunew pindah kekota baru, tinggal bersama kakeknya yang sebelumnya hanya ditemuinya beberapa bulan sekali.

Kakeknya menyayangi Nunew, Nunew tau itu, hanya saja pria itu terlalu tegas, dan Nunew yang masih kecil saat itu dengan mudah merasa jengah dengan segala aturan dan ketentuan pria tua itu.

Suatu hari, Nunew menemukan lubang di pagar taman belakang rumah kakeknya. Penasaran kemana lubang itu mengarah, Nunew memasukinya, merangkak hingga badan kecilnya keluar dari lubang itu, dan Nunew kecil berdiri di tepi gang, tepat dibelakang rumah mewah kakeknya.

Nunew menelusuri gang itu, tidak menghiraukan langit yang perlahan menjadi gelap, diiringi dengan gemuruh guntur yang menandakan jika hujan lebat akan datang sebentar lagi.

Terus melangkah, mengikuti liukan gang yang rumit, akhirnya Nunew merasa bosan, dan berbalik untuk kembali ke arah dia datang sebelumnya.

Tapi mirisnya, Nunew yang masih kecil saat itu, tidak lagi mengingat dari arah mana dia datang.

Guntur terus menggemuruh, rintikan gerimis hujan mulai membasahi jalanan, ketika Nunew menyadari jika dia sudah tersesat, sendirian.

Air mata mulai bercucuran, isakan penuh kepanikan mulai disuarakan. Nunew panik, tetapi kakinya tidak bisa melangkah, bahkan untuk sekedar mencari tempat berteduh sekalipun.

Penuh takut.

Hujan mulai mengguyur, membasahi tubuh kecil Nunew. Ketika sepasang tangan kurus mengangkat tubuh Nunew dan membawanya berteduh dibawah kanopi toko tua yang sudah tidak terpakai lagi.

Isakan Nunew terhenti, mata besar dan gelapnya memperhatikan orang yang mendekap tubuh kecilnya. Berusaha menaungi Nunew sebisa mungkin dari derasnya hujan yang menembus atap tua kanopi tempat mereka berlindung.
Seorang remaja.

Dengan tubuh yang kurus kering, beberapa luka memar dan goresan luka di kulit kusamnya.

Remaja itu tersenyum tipis padanya, lalu mencoba menyelimuti Nunew dengan jaket tipisnya yang sudah setengah basah.

Seharusnya Nunew merasa takut pada remaja yang tidak dikenalinya itu, tapi pandangan hangat remaja itu menarik Nunew untuk mendekatkan dirinya pada remaja itu.

Entah berapa lama keduanya berteduh menghindari hujan lebat yang tidak terlihat akan berhenti sore itu.

Kini, remaja itu terduduk di lantai kotor, dengan Nunew yang duduk diatas pangkuannya, bersandar di dada remaja itu dengan nyaman, menyerap kehangatan dari tubuh kurusnya.

“Siapa namamu kecil?” akhirnya remaja itu bertanya kepada Nunew dengan suara serak, seakan remaja itu sudah menghabiskan berjam-jam waktunya menggunakan suaranya untuk berteriak.

Nunew memandangi remaja itu dengan mata lugu, penuh percaya.

“Nunew.” Cicitnya.

Remaja itu tersenyum, kecil. “dan dimana Nunew tinggal?”

“di rumah kakek. Nama phi siapa?” Jawab Nunew kembali, polos.

Remaja itu masih tersenyum, “Zee. Dan dimana rumah kakek Nunew?”

Nunew mengerutkan bibirnya, berfikir sejenak. “di tempat yang besar dan banyak om dan tante pelayan. Kenapa nama phi Zee?”

Sabar, remaja itu hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Nunew yang kekanakan.

“karena orangtua phi yang memberikannya. Nunew ingat jalan ke rumah kakek?”

Nunew menggelengkan kepalanya, dan masuk lebih dalam ke pelukan Zee, kepalanya bersandar dan matanya mulai terlihat sayu, mengantuk.

“Nunew tidak suka dengan nama Zee. Nunew akan memanggil phi hia, karena phi terlihat seperti seorang hia untuk Nunew.” Gumam Nunew di tengah kantuknya, sebelum matanya terpejam, dan tertidur.

Entah berapa lama Nunew tertidur, tetapi ketika Nunew terbangun kembali, dirinya sudah berada didalam gendongan hangat Zee dan berdiri di depan gerbang besar rumah kakeknya.
Zee yang menyadari Nunew yang sudah terbangun lalu tersenyum, dan meninjuk kearah rumah kakeknya.

“Apa ini rumah kakek Nunew?” tanyanya dengan nada bicara yang hangat.

Merasa nyaman dengan kehangatan yang ditunjukkan oleh Zee, Nunew semakin mendekatkan dirinya pada Zee, mengalungkan kedua lengan kecilnya di leher remaja kurus itu.

Nunew mengangguk.

Beberapa menit berlalu setelah Zee memencet tombol bel, dan beberapa orang berpakaian seperti pelayan dan pengawal berlarian dengan cepat menghampiri Zee dan Nunew, seolah-olah mereka sudah lama mencari-cari keberadaan Nunew.

“tuan muda!” seru pengasuh Nunew, dan mengulurkan tangannya untuk meraih Nunew dari pelukan Zee.

“Tuan muda.” Panggil sebuah suara yang sudah sangat familiar di telinga Nunew.

Suara yang selalu memanggilnya dengan panggilan nhu selama 16 tahun ini.

Lamunan Nunew terhenti, mata penuh nostalgianya perlahan memancarkan kesedihan, ketika matanya menangkap sosok tegap Zee yang berdiri di belakangnya.

Nunew berbalik, dan menatapi Zee yang terlihat dingin didepannya. Hilang sudah tatapan hangat yang selalu Nunew terima dari pria itu, hilang sudah senyuman tipis penuh sayang yang selalu diberikan pria itu padanya. Semuanya terganti dengan tatapan datar, dan wajah dingin yang terlihat sangat asing di wajah Zee, di mata Nunew.

“tuan muda, anda di panggil untuk menghadap Mr. Perdpiriyawong sekarang di kantornya.”  Lanjut Zee, sama sekali tidak menghiraukan tatapan sedih Nunew.

Nunew menolak untuk bergeming, masih menatapi lekat wajah Zee. Zee yang sedari tadi menolak untuk menatap balik matanya.

“apa yang terjadi pada kita hia?” tanya Nunew, entah untuk keberapa kalinya semenjak Zee mulai menolak untuk menatap matanya, sejak Zee tidak lagi memanggil Nunew dengan sebutan nhu dan menggantinya dengan tuan muda, sejak Zee berhenti tersenyum didepannya dan menggantinya dengan ekspresi dingin.

Nunew merindukan hia Zee nya yang dulu, yang menghilang tiba-tiba dan digantikan oleh pria dingin yang sekarang berdiri didepan Nunew.

Lagi-lagi Zee menolak untuk menjawab pertanyaan Nunew, memilih diam dan memalingkan kepalanya.

Nunew mengeraskan rahangnya, lalu berlalu dengan langkah yang menggambarkan percikan amarahnya, meninggalkan Zee sendiri di ruangan itu.

Dan Nunew yang pergi dengan amarahnya gagal menangkap besitan kesedihan yang terpancar dimata Zee saat mata pria itu memandangi punggungnya yang menjauh.










ZeeNunew Oneshoot CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang