[01] Masih Sama

193 68 16
                                    

🍩🍩🍩

Tak perlu takut untuk memulai segala hal, karena kita harus percaya semua akan berakhir dengan baik. Yang terpenting, kita sudah berusaha sebaik mungkin. Agar, mendapatkan hasil yang maksimal dan memuaskan.

🍩🍩🍩


"Gue duluan, ya." Seorang gadis tersenyum kepada kedua sahabat baiknya, saat bel pelajaran sekolah selesai berbunyi.

"Lo yakin langsung mau pulang, Div?" Sherly menatap Divya penuh tanda tanya. Ia kira, sahabatnya takkan langsung pulang.

"Gue mau ke kantor papa dulu. Soalnya, beliau baru aja pulang dari luar negeri. Gue udah kangen banget udah hampir seminggu nggak ketemu, ditinggal meeting mulu." Divya mengerucutkan bibirnya, mengingat sudah jarang bertemu salah satu orang tuanya itu.

"Kalo gitu, hati-hati di jalan, Div." Gia paham dengan sikap serta apa yang dilontarkan oleh Divya. Sahabatnya. Sehingga, ia tak perlu lagi banyak bertanya.

"Padahal, tim basket hari ini latihan lho. Apa lo nggak mau nonton Kak Jemian, Div? Gue masih nggak nyangka lo nolak cowok sesempurna Kak Jemian." Sherly tak habis pikir dengan isi kepala serta perasaan Divya. Sahabatnya.

Divya tersenyum, paham bila kabar dirinya menolak sosok Jemian, Kakak kelas yang terkenal mendekati sempurna itu sudah menyebar luas seantero sekolah. Akan tetapi, ia memang tidak bisa menerima perasaan dari Jemian. Gadis itu, tak akan mempermasalahkan atau memikirkan jika sekarang dirinya menjadi bahan perbincangan semua siswa maupun siswi di sekolah elit itu. SMA Citra Pustaka.

"Gue duluan, dadah...," Divya tersenyum, sembari melambaikan tangan serta berlari kecil meninggalkan Sherly dan Gia. Sahabatnya.

Gia serta Sherly membalas lambaikan tangan Divya. Walaupun, sebenarnya Sherly masih penasaran kenapa Divya tidak menerima perasaan Jemian. Kakak kelasnya.

"Bisa-bisanya Divya nolak Kak Jemian, Gia. Semua cewek di sekolah ini pengin ada di posisi Divy." Sherly menggerutu, karena mendengar berita tentang sahabatnya itu.

"Divy berhak buat menentukan pilihannya sendiri. Mau nolak atau nerima pasti dia udah mikirin mateng-mateng, kok. Percaya aja sama sahabat kita itu." Gia tersenyum, sembari menenangkan Sherly yang mungkin kesal dengan keputusan yang sudah diambil oleh Divya.

"Iya juga, sih. Kalo gitu, mending kita siap-siap buat liat tim basket latihan yuk." Sherly terlihat antusias mengajak Gia untuk menonton latihan basket di lapangan.

Gia tersenyum sembari mengangguk, menuruti permintaan Sherly. Sahabatnya. Di lain sisi, ia juga ingin melihat sepupunya bermain basket.

🍩🍩🍩

Di tempat lain, Divya sudah dalam perjalanan menuju kantor Wirawan. Papanya. Tak sengaja, ia melihat ada anak kecil sedang berjualan makanan di pinggir jalan membuatnya ingin menghampiri.

"Pak, berhenti bentar di sana, ya." Divya mengatakan hal itu kepada Joko. Supir pribadinya. Lelaki paruh baya, yang menjadi salah satu orang kepercayaan Wirawan. Karena, memang ia sangat dijaga ketat bila berpergian. Ia tahu, bila Papanya memang terlihat overprotektif sejak kecelakaan yang menimpa keluarganya tujuh tahun lalu. Sebenarnya, Divya cukup paham dengan sikap Wirawan itu. Namun, ada kalanya ia merasa terkekang. Beberapa kali mengungkapkan rasa keberatan. Akan tetapi, ia sadar bila Wirawan melakukan hal itu demi keamanannya. Satu-satunya anggota keluarga yang ada.

"Non, mau ngapain?" Joko, lelaki paruh baya yang merupakan supir pribadi Divya merasa khawatir dengan anak majikannya karena menyuruh menghentikan mobil di jalanan umum.

Not Your Fault [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang