🍩🍩🍩
Meskipun, aku menjauh seperti permintaanmu. Namun, aku akan selalu menjaga serta mengawasi keadaanmu dari jauh. Memastikan kamu baik-baik saja. Walaupun, kamu sudah terlanjur kecewa denganku.
🍩🍩🍩
Martin tak membalas pukulan dari Radeya. Karena, ia memang merasa bersalah tidak bisa menjaga Divya dengan baik. Meskipun, mungkin sudah berusaha melakukan hal itu. Namun, ternyata ada saja musibah menimpa Divya.
Amarah Radeya masih belum mereda. Walaupun, cowok itu berusaha meredamnya. Karena, sadar berada di tempat umum. Tak seharusnya melakukan tindakan kasar serta gegabah di sana. Untung saja, Martin terlihat tidak emosi sama sepertinya. Sehingga, tidak semakin memperburuk suasana.
"Sabar, Mas. Udah... Jangan mukulin temannya. Ini kita lagi berusaha nanganin masalah kerusakan lift-nya. Tolong... Jangan bikin kekacauan di sini." Petugas keamanan pusat perbelanjaan itu, berusaha mencegah Radeya bertindak lebih dari sebelumnya.
Radeya terdiam, terus menghela napas. Paham, bila yang dikatakan lelaki paruh baya yang bertugas menjadi penjaga itu benar.
Suasana di sana cukup tegang. Teknisi mulai memperbaiki apa yang menyebabkan lift tak berfungsi. Namun, kekhawatiran Radeya terhadap kondisi Divya di dalam lift benar-benar membuatnya frustasi. Tak bisa membayangkan betapa takutnya Divya di dalam tempat yang gelap tanpa bisa bernapas dengan baik.
Beberapa menit kemudian, akhirnya teknisi bisa memperbaiki kondisi lift yang terhenti. Setelah itu, pintu lift bisa terbuka kembali menampakan sosok Divya sedang terduduk lemas. Radeya tak pikir lama, langsung menghampiri Divya. Kemudian, menggendong gadis itu keluar dari lift.
"Kita ke rumah sakit, ya?" Radeya sembari mengecek keadaan Divya.
Divya memperhatikan sekelilingnya, tak menyangka bila Radeya bisa berada di sana. Ia pikir, mungkin karena Martin yang memberitahu. Ia beralih menatap Martin, yang sekarang wajahnya terlihat tak baik-baik saja. Seperti ada memar pada wajah kakak kelasnya itu.
Melihat luka yang terlihat pada wajah Martin. Divya langsung menebak jika itu ulah dari Radeya.
"Lo apain Kak Martin?" Bukan sebuah jawaban dari pertanyaan Radeya. Justru, kalimat dengan nada kesal keluar dari mulut Divya membahas Martin.
Radeya terdiam sembari menghela napas, sadar tak seharusnya tadi ia melakukan hal bodoh kepada Martin. Namun, rasa khawatir serta amarahnya tidak bisa dibendung mendapati situasi genting.
"Gue nggak apa-apa, kok, Div." Martin tak mau memperumit situasi yang ada. Juga, sadar bila Radeya memukulnya atas dasar khawatir dengan kondisi Divya yang terjebak di kotak besi itu.
Divya menatap Radeya dengan perasaan kesal. Bagaimana tidak, bisa-bisanya cowok itu melakukan tindakan gegabah di tempat umum. "Please... Ikut campur urusan gue terlalu dalam."
Radeya menghela napas, "Gue lakuin hal itu, karena khawatir sama keadaan lo di dalam sana."
"Tapi, nggak harus mukul orang sembarangan kayak gitu. Lo udah keterlaluan!" Amarah Divya, mulai memuncak. Meskipun, ia tahu Radeya mengkhawatirkan dirinya. Namun, tak seharusnya melakukan hal kasar tanpa tahu kondisi yang sebenarnya.
"Kalo gitu, gue--"
"Mulai sekarang, gue nggak mau dekat atau ketemu lo lagi." Tanpa diduga kalimat itu keluar dari mulut Divya. "Gue nggak suka dijagain sama orang yang kasar dan posesif kayak lo, Kak. Nanti, gue bakalan bilang ke Papa buat pecat lo. Jadi, sekarang mending lo pergi aja. Kalo perlu, pergi selamanya dari hidup gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Fault [SELESAI]
Teen Fiction"Jika hidup di dunia ini penuh rintangan serta berliku. Maka, kamu hadir seperti pelangi yang diciptakan untuk memberi warna setelah hujan." Sebuah musibah terjadi karena adanya takdir. Tak perlu menyalahkan diri sendiri. Karena, itu bisa saja membu...