🍩🍩🍩
Tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Karena, sebuah musibah terjadi sudah menjadi takdir. Jadi, tidak perlu berlarut dalam rasa sedih. Lantaran, dibalik semua itu pasti ada sebuah jalan kebahagiaan menanti.
🍩🍩🍩
"Kondisi pasien saat ini sudah berhasil melewati masa kritisnya. Namun, butuh beberapa waktu sadarkan diri." Perkataan dari dokter itu, membuat Divya sedikit lega.
Tak jauh berbeda dengan Divya. Tony juga merasakan hal sama. Lebih lega, setelah mendengar informasi terbaru keadaan Radeya. Kakak sepupunya. Meskipun, mereka masih harus menunggu Radeya untuk sadarkan diri.
"Terima kasih, Dok." Tony mengangguk, sembari mengucapkan terima kasih kepada dokter yang menangani Radeya.
"Iya sama-sama." Dokter melangkah meninggalkan Tony serta Divya.
Beberapa menit kemudian, Radeya keluar dari ruang operasi. Lalu, dipindahkan ke ruang rawat. Melihat kondisi Radeya yang belum sadarkan diri membuat Divya tetap merasa khawatir serta terus menyalahkan diri sendiri.
"Kak Radeya bakalan baik-baik aja, kok, Div. Kan udah ditangani dengan baik sama Dokter. Jadi, jangan terlalu khawatir." Tony kembali memberi dukungan pada Divya. Tahu, bila temannya terus merasa gelisah serta merasa bersalah atas kejadian yang sudah terjadi.
Kini, baik Tony maupun Divya berada pada ruang rawat Radeya. Keduanya menunggu Radeya. Berharap, cowok itu secepatnya bisa sadar. Agar, tidak membuat rasa khawatir Divya semakin parah.
"Div... Mending lo duduk, deh. Daripada gelisah sambil mondar mandir gitu. Lo harus percaya Kak Radeya bakalan sadar secepatnya." Tony sudah duduk di salah satu kursi yang ada pada ruangan itu. Menggelengkan kepala, melihat kekhawatiran terus dialami oleh Divya. Sampai gadis itu lupa untuk duduk menenangkan diri.
Divya menuruti perkataan Tony. Karena, yang dikatakan oleh teman sekelasnya itu benar. Kondisi Radeya pasti akan membaik.
Setelah duduk di samping Tony. Diam-diam, Divya terus memperhatikan Radeya yang masih berbaring lemah serta belum sadarkan diri.
"Lo suka Kak Radeya, kan?" Perkataan itu tanpa diduga muncul dari mulut Tony. Membuat Divya terdiam. "Soalnya, lo keliatan sepanik sekaligus khawatir sama kondisi Kak Radeya. Ditambah, kalian udah kenal dari kecil. Meski, sempat terpisah karena keadaan. Dan, lo juga hilang ingatan. Tapi, yang namanya perasaan nggak akan berubah begitu saja."
"Gimana gue nggak panik, kejadian buruk yang terjadi ke Kak Radeya itu disebabkan sama gue." Jawaban yang keluar dari mulut Divya membuat Tony tersenyum. Karena, sedikit tidak berhubungan dengan pertanyaan darinya.
"Kak Radeya nggak akan nyalahin lo buat kondisi sekarang. Dia bakalan relain apapun, asal lo baik-baik aja, Div. Pertanyaan gue soal perasaan lo ke Radeya belum dijawab lo, Div." Tony terkekeh melihat ekspresi Divya. Kemudian, mengingat ia cukup hafal dengan sifat yang dimiliki oleh Radeya. Kakak sepupunya.
Divya kembali terdiam. Bohong. Jika dirinya mengatakan tidak menyukai sosok Radeya. Namun, rasa bersalahnya atas segala kejadian buruk yang sudah terjadi sepertinya lebih besar. Dan, ia sangat merasa sangat bersalah pada Radeya.
"Diam, artinya lo emang suka Kak Radeya. Buktinya, lo nolak pernyataan cinta dari Kak Martin, Kak Jemian, sama yang lain. Gue yakin, sebenarnya lo udah suka dari sebelum Kak Radeya balik lagi ke Jakarta. Meskipun, lo hilang ingatan. Tapi, bisa aja di hati lo dari awal udah diisi Kak Radeya. Karena, kalian udah pernah kenal pas kecil." Tony cukup mengetahui hal yang menjadi berita hot di sekolahnya. Divya memang termasuk siswi paling menarik dan populer. Sehingga, banyak orang menyukai sosok gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Fault [SELESAI]
Teen Fiction"Jika hidup di dunia ini penuh rintangan serta berliku. Maka, kamu hadir seperti pelangi yang diciptakan untuk memberi warna setelah hujan." Sebuah musibah terjadi karena adanya takdir. Tak perlu menyalahkan diri sendiri. Karena, itu bisa saja membu...