[03] Teror

62 48 2
                                    

🍩🍩🍩

Tidak perlu memaksakan kehendak, apabila kemungkinan bisa membahayakan. Karena, itu akan lebih baik daripada mengakibat hal buruk yang mungkin membuat kita akan menyesalinya. Ada saatnya waktu akan membuka jalan terbaik. Dan, memberi sebuah cahaya yang akan menjadi sebuah jawaban atas semua hal yang terjadi.

🍩🍩🍩

Sesampai di ruang tamu rumah Wirawan. Radeya melihat kondisi Divya sedang tidak baik-baik saja. Tubuh gadis itu bergetar, dan terlihat mengeluarkan keringat dingin. Sangat jelas bila Divya ketakutan saat membuka dan melihat isi paket yang diterimanya.

Radeya perlahan mendekat, berusaha menenangkan Divya. Awalnya, ia merasa ragu takut bila gadis itu akan mengeluarkan kata-kata kasar dan penolakan. Namun, itu tidak terjadi karena Divya masih kaget dan ketakutan.

"Lo nggak perlu takut. Banyak orang yang bakalan jagain lo." Radeya mengucapkan kalimat untuk menenangkan Divya, sembari memegang kedua bahu gadis itu.

Bohong. Bila Radeya tak panik melihat kondisi Divya yang tubuhnya bergetar hebat serta berkeringat dingin. Ia tahu, betapa takut yang dirasakan teman masa kecilnya itu. Terlebih, ia melihat isi paket berupa boneka yang ditusuk dengan pisau serta berisi kalimat tak pantas untuk Divya.

"Non Divya jangan takut, biar saya ambilkan obat penenang buat Non." Mirna, asisten rumah tangga rumah Wirawan menawarkan sebuah solusi untuk Divya.

Sontak perkataan itu, membuat Radeya kaget. Karena, ternyata selama ini sepertinya Divya selalu mengkonsumsi obat penenang.

"Nanti aja, Bik. Sekarang mending ambilin air putih. Non Divya biar tenang dulu, jangan terlalu mengandalkan obat penenang. Itu nggak bagus buat kesehatan." Radeya memberitahu hal itu kepada Mirna, supaya tidak mencari serta mengambilkan obat penenang yang biasa diminum oleh Divya.

Divya masih dalam keadaan tubuh bergetar. Sejujurnya, ia ingin kesal mendengar kalimat Radeya yang tidak mengizinkan asisten rumah tangganya memberi dirinya obat. Namun, rasa takut lebih mendominasi akibat teror yang didapat.

"Pak Joko tolong singkirin paket itu dulu." Radeya sadar, barang yang ada di dalam kotak itu cukup membuat tak nyaman. Apalagi, itu merupakan berkaitan dengan hal yang tak baik. Bagaimana tidak, boneka ditusuk dengan pisah serta ada sebuah kertas bertuliskan "Kamu akan mati! Dasar pembunuh!"

Pantas saja, Divya langsung ketakutan bukan main. Radeya saja, tak habis pikir dengan isi pesan ancaman itu. Sepertinya ia harus mencari tahu siapa pengirim paket teror itu. Agar, bisa secepatnya menemukan pelaku dan semua masalah terselesaikan.

Joko dengan sikap menuruti permintaan Radeya. Lelaki paruh baya itu, mengambil serta membawa kotak paket ke area belakang rumah Wirawan. Agar, anak majikannya tidak merasa terganggu serta ketakutan.

"Paketnya udah dipindahin, nanti bakalan dibuang. Jadi, jangan takut lagi, ya." Dengan lembut, Radeya mengelus rambut halus serta panjang milik Divya. Seakan ia terus menenangkan perasaan gadis kecil yang menjadi salah satu orang terpenting dalam hidupnya.

Divya masih diam, tak menjawab perkataan Radeya. Akan tetapi, getaran tubuh Divya mulai melemah tidak seperti sebelumnya. Itu cukup membuat Radeya merasa lebih tenang. Setidaknya, kondisi Divya mulai membaik.

"Lain kali, kalo ada paket biar gue aja yang buka, ya? Gue nggak mau ada kejadian kayak tadi lagi." Radeya kembali berbicara, memberi saran kepada Divya. Supaya tidak terjadi hal buruk lagi.

Not Your Fault [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang