[18] Memberi Ruang

22 20 0
                                    

🍩🍩🍩

Aku harus terus berusaha menemukan sumber masalah itu. Karena, itu satu-satu hal yang bisa membuat rasa takut dan traumanya berkurang. Aku harap, secepatnya bisa menyelesaikan segala masalah yang ada.

🍩🍩🍩

Divya sekarang sudah berada di dalam mobil. Diikuti oleh Radeya, yang duduk pada kemudi sebelah Joko. Supir pribadi Divya. Ia masih kesal, dengan Radeya karena perkataan cowok itu seakan menganggapnya gila. Akan tetapi, mungkin hanya pemikirannya saja. Namun, tindakan yang dilakukan Radeya selalu menunjukan hal yang terlalu berlebihan.

"Jalan, Pak. Saya capek, pengin cepet istirahat." Divya mengatakan hal itu kepada Joko. Supirnya. Karena, berharap bisa secepatnya menenangkan diri kembali. Kondisi dirinya belum stabil, takut bila terlalu banyak berinteraksi akan membuatnya menuangkan amarah.

Radeya hanya diam, seraya memperhatikan raut wajah Divya. Ia tak mau semakin memperumit keadaan. Cowok itu, akan membiarkan teman masa kecilnya menenangkan diri lebih dahulu. Agar, tidak lagi meluapkan sesuatu yang tidak baik.

Lima belas menit perjalanan, suasana hening di dalam mobil. Tidak ada interaksi seperti tadi pagi. Joko bisa merasakan kedua anak remaja yang berada bersamanya sedang tidak baik-baik saja. Namun, ia tak berniat ikut campur dalam masalah Divya dan Radeya. Karena, ia sadar akan posisi dirinya yang tak penting.

Masih kesal dengan keadaan, tiba-tiba ponsel milik Divya berbunyi. Tanda bila ada sebuah pesan masuk.

Dengan malas, Divya membuka pesan yang didapatnya. Tanpa diduga, isinya membuatnya takut dan tidak tenang. Bagaimana tidak, pesan itu berupa ancaman yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Akan tetapi, sekarang berupa pesan singkat pada ponsel miliknya. Tidak lagi, sebuah paket berupa boneka maupun kue tart.

0812345xxxxx

Gue nggak akan berhenti bikin lo menderita, Divya. Karena, lo harus ngerasain sesuatu yang menyakitkan. Itu balasan, apa yang seharusnya lo rasa dan dapatin.

Tangannya bergetar, saat membaca pesan itu. Meskipun, gadis itu sudah berusaha tenang. Namun, itu terlihat sia-sia karena dirinya tetap tidak bisa merasakan ketakutan.

Cukup peka dengan situasi, Radeya bisa melihat keadaan Divya yang berada pada kursi belakang mobil tidak dalam keadaan baik-baik saja. "Pak... Berhenti bentar. Soalnya, Divy keliatan nggak baik-baik saja."

Joko menoleh ke arah Divya, yang berada di kursi belakang. Lelaki paruh baya itu, bisa melihat tubuh anak bosnya bergetar. Serta, mengeluarkan cukup banyak keringat. Kemudian, ia menuruti permintaan dari Radeya.

Divya seperti membeku, tidak bisa berkutik bila merasa gelisah serta takut. Seperti yang terjadi sekarang, karena rasa traumanya sering dirasakan tiba-tiba.

Setelah mobil dihentikan, Radeya keluar dari kemudi depan lalu membuka kursi bagian belakang mobil. Karena, ia ingin mengecek kondisi Divya. Dan benar, sesuai dugaannya gadis itu tubuhnya bergetar seraya mengeluarkan keringat dingin cukup banyak. Ia tahu, hal itu merupakan tanda Divya kembali mengalami ketakutan.

Detik berikutnya, Radeya tidak sengaja melihat isi pesan singkat yang ada pada ponsel milik Divya. Rasanya ia ingin meluapkan amarahnya. Akan tetapi, sampai sekarang ia belum menemukan peneror itu.

Not Your Fault [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang