🍩🍩🍩
Aku akan berusaha melakukan hal terbaik untuk melindungi dirimu. Agar, kamu merasa lebih baik dan aman. Tak ada, rasa ketakutan lagi di dalam dirimu.
🍩🍩🍩
Radeya masih terdiam, sibuk mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari Harsa. Temannya.
"Har... Jangan terlalu penasaran sama Radeya, dong. Nanti malah obrolan kita jadi canggung." Jemian tak mau bila Radeya merasa tidak nyaman dengan mereka.
Radeya bernapas lega, sepertinya Jemian bisa memahami situasi. Tak mau mengurusi kehidupan pribadinya.
"Nggak apa-apa, kok. Hm... Papa gue pernah jadi salah satu karyawan di kantor Om Wirawan. Mungkin, itu salah satu alasan beliau percaya sama gue buat jagain Divya. Udah tau seluk beluk keluarga gue." Radeya terpaksa harus berbohong, karena tak mau hal pribadinya tersebar di khalayak umum. Untuk sementara, ia harus menyembunyikan identitasnya. Meskipun, mungkin itu tidak terlalu penting untuk Jemian, Harsa, maupun Januar. Akan tetapi, bila ketiga temannya tahu mengenai identitasnya. Maka, kemungkinan besar Divya akan mengetahui hal itu. Ia tak mau memperumit keadaan, terlebih kondisi psikis Divya belum membaik sejak kecelakaan beberapa tahun lalu.
"Oalah... Pantesan aja, Om Wirawan percaya sama lo. Soalnya, beliau cukup posesif kalo Divya dekat sama orang baru. Apalagi orang asing, makanya gue heran tiba-tiba Divya punya bodyguard kayak lo yang seumuran sama kita-kita." Harsa sudah paham, serta mempercayai apa yang dikatakan oleh Radeya. Meskipun, masih berpikir ada kejanggalan di sana. Namun, ia tak mau terlalu ingin tahu dalam waktu dekat. Karena, pasti akan terbongkar bila memang ada yang sengaja disembunyikan.
Radeya benar-benar merasa lega, sepertinya tiga teman baru yang ada di hadapannya itu percaya dengannya. Ia berjanji, suatu saat akan mengatakan kebenaran mengenai dirinya kepada Jemian, Harsa, dan Januar. Namun, hal itu akan diungkapkan pada saat yang tepat.
"Nanti sepulang sekolah jadi latihan basket, kan?" Harsa kembali memulai obrolan dengan Jemian, Januar, serta Radeya.
Radeya hanya diam, mendengar pertanyaan dari Harsa. Karena, ia memang baru mulai menjadi murid di sekolah itu hari ini. Sehingga, berpikir tak layak membicarakan tentang kegiatan di luar mata pelajaran sekolah.
"Jadi. Tenang aja, semua aman, kok. Anggota basket yang lain juga udah dikasih tau di grup." Kali ini Januar-lah yang menjawab pertanyaan Harsa. "Lo mau ikut latihan basket juga, nggak, De?"
Radeya mendongak, menatap Januar karena mendengar penawaran dari cowok itu. Sedari dulu, ia memang jarang mengikuti ekstrakurikuler di sekolah. Ia lebih fokus menenangkan diri agar kondisinya membaik. Walaupun, sebenarnya ia juga lumayan bisa dalam bidang olahraga termasuk basket. Namun, saat masih bersekolah di tempat neneknya ia memilih ekstrakurikuler melukis. Karena, itu juga salah satu hal yang digunakan untuk terapi untuk dirinya. Dan terbukti, ia sekarang bisa berdamai dengan keadaan yang ada. Meskipun, kondisinya tak seburuk Divya. Ia masih bersyukur bisa kembali seperti sebelum kejadian buruk menimpanya.
"Kayaknya gue nggak bisa, deh. Soalnya, kata Om Wira sepulang sekolah nggak boleh mampir-mampir." Radeya mengatakan hal yang memang sudah dipesankan oleh Wirawan. "Biar Divya bisa punya waktu istirahat lebih banyak."
"Benar juga, selama ini Divya memang jarang nonton kita latihan, sih." Jemian sadar, bila Divya bisa dihitung dengan jari ketika menonton dirinya latihan. Sepertinya memang benar, Divya dijaga secara ekstra. Karena, mungkin banyak orang yang mengancam keselamatan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Fault [SELESAI]
Teen Fiction"Jika hidup di dunia ini penuh rintangan serta berliku. Maka, kamu hadir seperti pelangi yang diciptakan untuk memberi warna setelah hujan." Sebuah musibah terjadi karena adanya takdir. Tak perlu menyalahkan diri sendiri. Karena, itu bisa saja membu...