Ruangan Yang Terkunci

1 0 0
                                    

Baru saja terkejut dengan bunyi hentakan pintu yang begitu kuat saat dihembuskan angin kencang kejutan untuk Arian bertambah saat mendengar perkataan Eru hingga membuat matanya terbelalak dengan mulut yang menganga untuk menunjukan ekspresi terkejut dan tidak percaya.

"Terkunci?" tanya Arian lagi untuk memastikan dengan harapan jika perkataan Eru itu tidak benar, Arian pun memerintah Eru "Coba lagi."

Setelah Eru menurutinya dan tidak ada hasil Arian pun mencoba sendiri dan ternyata benar pintu itu tidak bisa terbuka sama sekali.

"Iya, terkunci" Arian berkata dengan tempo pelan beriringan dengan nada kecewa.

"Kita berdua terkunci, di ruangan yang tidak memiliki jendela" begitu pun Eru mengikuti tempo pelan dengan nada kecewa dari Arian saat melihat sekeliling sisi tembok ruangan itu dengan hanya satu ventilasi kecil untuk masuknya udara.

"Aku terkunci berdua dengan tuan Arian?"

Eru berbalik menyembunyikan wajah nya yang memerah dan memanas seakan-akan bisa mengeluarkan asap yang banyak.

"Tuan Arian tidak akan berbuat sesuatu padaku kan"

Eru melirik sedikit kearah Arian yang masih asik memainkan pintu.

"Tidak"

"Kenapa jantungku berdegup begitu kuat seperti ini?"

Eru menyentuh dadanya yang berdebar dan mengakhiri perkataan dalam hatinya.

Arian yang akhirnya menyerah dengan pintu itu memilih untuk duduk pada matras yang tergeletak di lantai ruangan sembari memperhatikan Eru yang sedari tadi membelakanginya dan membisu, tindakan aneh Eru itu pun membuat Arian bertanya-tanya.

"Kau kenapa?"

Eru yang menyadari jika sedang diperhatikan kembali menghadap Arian dan menjawab perkataan Arian dengan perasaan gugup "Ti_tidak apa-apa."

Kemudian Eru pun ikut duduk di matras yang sama dengan Arian namun dengan jarak yang cukup jauh, menyadari jika secara otomatis dirinya membuat jarak pada Arian membuat Eru bertanya dalam hati "Kenapa aku sangat gugup sampai takut untuk duduk berdekatan dengan tuan Arian? biasanya seperti apapun jaraknya aku tidak peduli."

"Sekarang sudah libur kenaikan kelas."

Kata Arian yang memulai pembicaraan untuk mencegah suasana hening yang mungkin akan tercipta darinya dan Eru di ruang penyimpanan bola ini dengan suasana sepi yang mengitari karena berada di tengah-tengah sekolahan, serta agar tidak membuat Eru canggung karena hanya berduaan saja sebagai laki-laki dan perempuan.

"Ya, Sudah jelas tidak ada orang di sekolahan ini" Eru menjawab dan tertunduk sembari memeluk lutut nya.

Arian beberapa kali mengatur nafas nya yang mulai tersendat karena ternyata dia tidak berhasil menahan untuk tidak melirik tubuh Eru yang mengenakan pakaian basket dengan tubuh indah seperti model.

Arian juga tak sanggup karena sadar ketika laki-laki dan perempuan cantik terkurung berdua saja tentu saja laki-laki biasa sepertinya tidak bisa mengendalikan pikiran, untung saja Eru sedang menundukkan kepala jadi dia tidak tahu jika Arian memperhatikan tubuhnya.

Beberapa kali Arian menepuk-nepuk pipinya dengan pelan dengan sedikit menggelengkan kepala, dan beberapa kali mengatur nafas, menghirup dan mengeluarkannya beberapakali kemudian berusaha berkata secara biasa saja kepada Eru "Kau bukannya bisa menembus dinding dengan tubuh astral?"

"Aku lupa mengisi energi sihir"

Eru menjawab dan mengintip dari balik tangannya yang memeluk lutut.

"Karena terlalu sibuk semenjak pulang nya tuan putri" Eru melanjutkan perkataan dangan nada kesal kemudian kembali menundukkan kepalanya lebih dalam seakan  menunjukkan kekecewaan ya.

Arian memandangi langit-langit dan teringat Sera yang harus duduk bersebelahan dengannya jika ingin mengisi energi sihir untuk sihir mempertahankan wujud, karena perkataan Eru tentang mengisi energi sihir barusan, Arian pun akhirnya penasaran tentang kenapa bisa Eru selama ini mempertahankan wujudnya di dunia manusia.

"Aku penasaran selama ini dengan apa kau mengisi energi sihir?"

Eru akhirnya memperbaiki sikap duduknya dan bersila kemudian membuka diri agar bisa berbicara biasa saja dan santai pada Arian sembari mengingat wajah lusuh seorang anak kecil, Eru pun menjawab cepat perkataan Arian "Ada anak kecil tuna wisma di dekat taman yang selalu aku temui."

"Uang dari pekerjaan menjadi kesatria kerajaan dan  penasehat kerajaan aku gunakan untuk imbalannya agar dia bisa makan." Dengan senyum simpul Eru melanjutkan perkataannya setelah meregangkan tubuh nya yang kelelahan dan menghela nafas panjang.

"Oh iya, Siapa yang menggantikan posisi mu sebagai penasehat kerajaan selama ini" Tanya Arian lagi yang menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan Eru untuk fokus ke dalam obrolan yang lebih lanjut dan mendalam.

"Panglima ksatria kerajaan" jawab Eru yang memilih untuk tidak bergeming karena sedikit bahagia saat tahu jika Arian duduk mendekat padanya dan berakbibat terlihat lebih akrab pada Arian.

"Kesatria ya"

Arian terbayang dengan gerakan Eru yang selalu menggunakan pedang dan terlihat profesional saat memainkan pedang dan mirip seperti yang ada pada banyak film-film fantasi yang pernah ia tonton "Pantas dibanding dengan Sera kau sangat hebat kalau bertarung."

"Terlihat indah dan cantik" Arian memperagakan gaya bertarung Eru dengan pedang udara.

Eru tersentak, pipi nya memerah dan langsung menoleh pada Arian mendengar perkataan Arian barusan yang seakan sedang memberi pujian padanya.

"Iya gaya bertarung mu" Arian melanjutkan perkataan untuk menanggapi mata Eru yang tertuju padanya dengan begitu dalam.

Karena sadar dengan perkataan Arian jika laki-laki itu memuji gaya bertarungnya membuat Eru jadi malu, pikirannya pun langsung kacau tak karuan sehingga membuat dia melontarkan perkataan-perkataan dalam hati.

"Kenapa aku malu begini"

"Aku pasti terlihat menyedihkan jika sekarang disaksikan tuan putri atau Alia bahkan Reina"

"Tapi diakhir dia masih menyebut nama tuan putri"

Saat Eru mengakhiri perkataan dalam hatinya barusan saat itu pula pembicaraan mereka berakhir hingga akhirnya benar-benar tercipta suasana  hening yang cukup lama sampai-sampai membuat Eru yang mengintip ventilasi tunggal di ruangan itu bisa memastikan jika diluar sudah mulai gelap.

Dia tidak bisa mengetahui tepatnya jam berapa sekarang karena sejak di dunia manusia Eru yang tidak mengerti teknologi manusia tidak tertarik memainkan smartphone seperti Sera dan hanya membeli jam di dunia ini tapi jam tangannya ada di luar sana di dalam tas, bersama dengan tas Arian yang membawa handphone kuno.

"Sudah malam sepertinya" Eru mencoba berbicara lagi pada Arian, namun setelah agak lama tidak ada tanggapan.

Eru pun menoleh dan mendapati jika Arian yang kelelahan setelah bekerja paruh waktu tertidur di atas matras, secara spontan terlontar begitu saja perkataan Eru yang terkesima dengan lucu dan menenangkannya wajah Arian yang terlelap berkata pelan dengan volume kecil yang mendekati berbisik "Wajah tidur tuan Arian."

"Maafkan aku tuan putri, aku lancang" Eru berkata dengan mata yang sendu.

"Ternyata aku juga menyukai orang yang tuan putri sukai"

Eru mulai bergeser dari posisi duduknya untuk mendekati Arian.

"Aku selalu mendengar sifa-sifat baik mu, dari tuan putri yang sekarang memiliki rasa suka yang sangat besar padamu" Eru memberanikan diri untuk menyentuh rambut hitam Arian.

"Sejak saat itu aku yang tidak tahu apa-apa mengenai perasaan misterius ini merasa cemburu kenapa hanya tuan putri yang  hanya bisa merasakan sifat-sifat baik itu."  Sembari menyentuh dadanya sendiri agar bisa meredam hati yang berdebar karena benar-benar telah jatuh cinta saat melihat wajah Arian.

"Seperti inikah rasanya cinta?" Eru bergumam lirih pada dirinya sendiri.

"Aku juga ingin diperlakukan seperti tuan putri" Setelah mengeluarkan bisikan itu, Eru pun memasang senyuman manis dan hangat saat melihat wajah tidur Arian dari Atas saat pipinya begitu memerah merona, dia mendekatkan bibirnya pada bibir Arian untuk mencoba memberikan ciuman pada Arian yang sedang tertidur.

My Genie Wife [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang