Eliza menunggu Dominic membayar semuanya. Mulai dari penginapan Luxury Date yang begitu fantastis untuk satu malam, menyewa tempat duduk di pinggir pantai dan juga memesan makanan yang tak seberapa tapi mahalnya mampu membuat perempuan itu melongo.
Setelah menerima kembali black card -nya, pria dewasa berusia dua puluh tujuh tahun itu menggandeng jemari sekretarisnya erat. Kacamata hitam yang kemarin pagi dibelinya dipakai kembali hanya untuk menghindari sinar matahari yang begitu terik.
"Bapak tidak sayang ya uangnya habis begitu saja hanya dalam satu malam?" tanya Eliza seraya merapikan rambutnya yang tertiup angin.
Dominic menoleh sekilas. "Jika itu untuk kamu, atau saya menghabiskannya bersama kamu, saya tidak merasa keberatan," jawabnya yang membuat Eliza terkejut. Apakah pria itu benar-benar mengucapkan kalimat tersebut?
"Kesempatan besar nih," gumam Eliza dalam hatinya.
"Jika begitu, saya minta perusahaan Bapak dong. Boleh? Kan kata Bapak juga barusan jika untuk saya, Bapak tidak keberatan," ujarnya tiba-tiba tanpa tahu rasa malu.
Dominic menoleh. "Dikasih terlentang, minta nungging! Melunjak sekali perempuan satu ini," batinya.
"Tentu, jika kamu sudah menjadi istri saya," jawab Dominic.
Eliza membulatkan mata. Terkejut. Benarkah Dominic akan memberikan perusahaannya jika Eliza menjadi istrinya?
"Bohong tidak ya? Jangan sampai aku terjebak lagi dalam becandaannya Pak Dominic!" batin Eliza was-was.
Dominic membuka kunci alarm mobilnya. Namun, begitu Eliza hendak menarik kenopnya, sebuah tangan besar tiba-tiba saja lebih dulu menariknya.
Eliza menatap Dominic yang telah membukakan pintu untuknya. Perempuan itu menggigit bibir bawah. Ragu dan senang bercampur. Ingin menjerit akan tetapi harus tetap terlihat biasa saja.
"T-terima kasih, Pak," ujar Eliza sedikit menunduk.
Dominic tak menjawab. Setelah sekretarisnya masuk, ia berlari ke pintu kemudi. Setelah itu menyalakan mesin mobil lalu meninggalkan area pantai.
Eliza menoleh keluar jendela. Ia menghela napas panjang. Dominic sadar. Ia menoleh lalu melepaskan kacamata hitamnya.
"Kenapa?" tanya pria dewasa tersebut. Eliza menoleh. Sedikit menggeleng.
"Cih!" Dominic berdecih. Tak ingin lebih tahu lagi tentang Eliza saat ini. Ia memfokuskan dirinya untuk menatap jalanan yang sedikit ramai untuk pagi ini.
"Kapan-kapan kita ke sini lagi ya Pak?"
"Kita?"
Eliza terdiam. "I-iya, kita. Saya dan Bapak."
"Oh."
Perempuan itu menggigit bibir. Apakah ada yang salah dengan ucapannya? Apakah Dominic tidak suka berlibur bersamanya? Pikiran buruk tiba-tiba saja menyeruak dalam pikirannya.
"Kita? Hmm." Dominic bergumam dalam hatinya. Pria itu mengulas senyum tipis. Nampak salah tingkah sendiri.
"B-bapak tidak mau lagi ya liburan bersama saya?" tanya Eliza takut-takut. Namun, ketika pria di sampingnya itu mengangguk tiba-tiba saja Eliza membuka mulutnya terkejut.
"Ihh! Kenapa?!" tanyanya terkejut.
Dominic menoleh. "Kamu makannya banyak. Mahal-mahal lagi. Kamu sengaja mentang-mentang saya yang bayar, kamu memilih makanan yang mahal?"
Perempuan itu melolot. "Ihh! Tapi kan saya tidak tahu bisa semahal itu, Pak," jawabnya membela diri. "Masa makan buah saja hampir $89. Itu pun hanya dikasih madu. Di Las Vegas juga ada yang begitu, beli buah-buahannya saja sama madu pun tak sampai semahal itu perasaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐍𝐀𝐔𝐆𝐇𝐓𝐘 𝐁𝐎𝐒𝐒
Teen Fictionᵎᵎ mature content! the BOOK ONE of van der trilogy ᵎᵎ Elizabeth Stewart harus menabahkan hatinya selama ia bekerja di bawah kendali Dominic Robbin, bos tempatnya bekerja yang begitu mesum kepadanya. Pesona yang dimilik Dominic membuat para wani...