"Tuh kan, senyum-senyum sendiri lagi? Periksa yuk, Pak takutnya sudah akut," ujar Eliza tatkala melihat kembali bagaimana bos mesumnya tersebut tersenyum tanpa sebab yang jelas.
Dominic menoleh dan berdecak setelahnya. Pria dewasa itu diam beberapa saat menatap Eliza yang entah kenapa walaupun cerewet selalu saja ada hal menarik yang membuat Dominic seolah tergila-gila.
"Eliza," panggil Dominic.
Eliza mengerjap. "Iya, Pak?"
"Apa yang sedang kamu butuh kan?" tanya Dominic. Ia akan memberikan apa saja yang perempuan itu mau, tanpa terkecuali.
"Emm ... tidak ada si, Pak. Mungkin Jonas. Saya butuh Jonas, Pak. Sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama Jonas. Makan buah bersama. Bercanda bersama. Mengambil gambar bersama. Bercium—"
"Teruskan Eliza, teruskan," potong Dominic kesal karena Eliza selalu membahas Jonas, walaupun itu tidak salah karena Jonas memang pacarnya.
"Baik, Pak. Berciuman bersama. Tidur bersama. Menonton film bersama. Jalan bersama. Semuanya dilakukan bersama-sama. Saya butuh itu, Pak," ujar Eliza tidak tahu diri jika Dominic mengode; menyindir karena ... cemburu.
Sialan, kenapa Eliza tidak mengerti kode jika aku cemburu, batin Dominic kesal seraya menatap Eliza dengan tatapan tajam. Bahkan kedua alisnya menukik ke satu arah.
"Kecuali Jonas, kamu mau apa?" tanya Dominic lagi. Mengatur diri untuk tidak benar-benar terbakar api cemburu. Pria dewasa itu tanpa sadar sudah menjatuhkan perasannya kepada Eliza.
Eliza terdiam beberapa saat. Mengusap dagunya; berpikir. Dominic setia menunggu apa yang akan diucapkan oleh sekretarisnya tersebut.
"Mungkin libur, Pak," jawab Eliza menatap Dominic intens. "Iya, seperti yang tadi saya bilang, saya butuh Jonas untuk menghabiskan waktu bersama. Emm ... mungkin, bapak bisa kasih saya libur satu atau dua hari begitu ...."
Eliza memamerkan deretan giginya yang rapi kepada Dominic. Berharap sedikit jika Dominic benar-benar memberikannya hari libur.
Sial kenapa harus mengarah kepada Jonas dan Jonas lagi? Dominic menggerutu dalam hati dengan tatapan tidak suka kepada Eliza jika sudah membahas merujuk kepada Jonas.
"Mungkin kamu butuh tas baru? Sepatu? Pakaian? Saya bisa mengantar kamu membelinya sekarang," ujar Dominic mengalihkan topik—ke topik utamanya membelikan Eliza barang.
Eliza mengernyitkan dahi halus. "Emm ... bukannya tidak mau, Pak, tapi barang-barang itu dari Bapak yang kemarin-kemarin masih belum saya pakai. Sayang sekali jika hanya disimpan," jawabnya.
"Kenapa juga kamu tidak memakai barang-barang yang saya kasih?" tanya Dominic dengan dahi mengernyit dalam. "Cih! Tidak tahu rasa terima kasih rupanya."
"Eh! Saya berterima kasih banyak lho, Pak sama Bapak. Bahkan sebelum saya benar-benar mendapatkan barang-barang dari Bapak, saya sempat menolaknya, Pak."
"Cih! So' menolak tapi dalam hati memang mau. Apalagi barang-barang yang saya kasih itu mahal. Menangis juga kamu nantinya jika tidak benar-benar dikasih barang-barang dari saya."
"Tuh kan, saya di pikiran Bapak memang tidak ada benarnya ya, Pak? Bapak sendiri yang memaksa saya untuk menerimanya. Jika saya menolak, Bapak bilang saya tidak menghargai Bapak. Terus barusan bapak bilang saya tidak tahu terima kasih karena tidak memakai barang-barang dari Bapak," jeda sejenak.
"Bapak kira saya bisa memakai tas sekali pakai sepuluh tas? Saya memakai sepatu hak tinggi sehari bisa berganti sampai lima belas kali? Pakaian saya berganti setiap tiga puluh menit sekali? Tidak mungkin juga dong, Pak saya melakukan hal seribet itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐍𝐀𝐔𝐆𝐇𝐓𝐘 𝐁𝐎𝐒𝐒
Ficção Adolescenteᵎᵎ mature content! the BOOK ONE of van der trilogy ᵎᵎ Elizabeth Stewart harus menabahkan hatinya selama ia bekerja di bawah kendali Dominic Robbin, bos tempatnya bekerja yang begitu mesum kepadanya. Pesona yang dimilik Dominic membuat para wani...