1. Pergi Yang Abadi

2K 72 29
                                    

WARNING!

Tulisan ini adalah bagian kedua dari cerita "AKSARA"

Buat yang belum baca "AKSARA", bisa dibaca dulu, yaa. Biar ngerti alur ceritanya.

-Seluruh adegan dalam cerita ini hanyalah FIKSI atau KARANGAN BELAKA. Tidak ada sangkut pautnya dengan dunia nyata idol yang dijadikan visual disini

-Dimohon untuk TIDAK terbawa suasana kepada para idol yang dijadikan visual di dalam cerita ini! Apalagi sampai dibawa-bawa ke bubble atau media sosial pribadi idol. JANGAN ya, sayang-sayangkuuuu! Kita halu bareng-bareng dan nikmatin ceritanya aja disini, okay? ❤️

SELAMAT MEMBACA! ❤️

(Direkomendasikan sambil dengerin lagu Putri Ariani - Hanya Rindu)

-----------------------

Kehilangan, adalah perasaan yang siapapun tidak pernah ingin merasakan. Bahkan, jika pohon bisa berbicara, mungkin ia tidak akan pernah rela ketika daunnya harus berguguran. Seperti Dipta, yang pada akhirnya meninggalkan orang-orang yang menyayanginya. Dan orang-orang yang ditinggalkan, harus tetap bertahan demi kehidupan yang masih terus berjalan.

Setelah usai mengantarkan Dipta menuju tempat peristirahatannya yang panjang, Nana, Jevan, dan Raka memilih untuk menginap di rumah Jevan, dan tidur di ruangan mereka. Isakan tangis dari Raka masih terdengar dengan jelas di telinga Nana. Nana memilih untuk duduk di kursinya, lalu memakai earphone, dan menyalakan musik dengan keras. Tidak peduli jika itu sedikit menyakiti telinganya. Nana hanya sekadar ingin menepis rasa sakit dihatinya. Nana bahkan merasakan lelah karena ia sempat menangis, dan berteriak memanggil nama Dipta yang kini sudah berada di keabadian sana.

"Lo beneran udah pergi ya, Dip? Kasih tahu gue kalau ini cuma mimpi!" Batin Nana. Matanya terpejam. Namun, buliran bening perlahan menetes dari kedua sudut matanya.

Bayangan tentang Dipta seketika langsung melintas dalam ingatannya. Bagaimana tawa Dipta yang biasa terdengar heboh, perlahan akan memudar seiring berjalannya waktu. Senyuman bodohnya, terus berkeliaran dalam pikiran Nana. Suara berisiknya, kini berganti menjadi kesunyian panjang. Masih teringat dengan jelas di benak Nana, bagaimana hampanya jiwa mereka, ketika raga Dipta benar-benar sudah berada dalam timbunan tanah.

Hancur. Satu kata yang mampu menggambarkan perasaan Nana saat itu. Melihat Raka yang terbiasa ceria, berubah menjadi sendu seperti kehilangan cahayanya. Melihat Jevan yang terbiasa terlihat dingin, saat itu terus menangis di atas pusara basah yang beberapa bunga yang ada diatasnya terbang tertiup angin. Saat itu, Nana tetap diam. Walaupun, tidak ada satu orang pun yang tahu bahwa jiwanya sudah lebih dari kata lebam. Semakin Nana teringat, air mata Nana mengalir semakin deras. Sakit dihatinya menjalar hingga ke dalam jiwanya.

Nana begitu terlarut dalam pemikirannya sendiri. Hingga Nana tidak menyadari jika Jevan meracau dalam tidurnya, dan terus memanggil nama Dipta.

"Jev? Bangun, Jev!" Raka yang tidur tepat di samping Jevan pun mencoba membangunkan Jevan.

Jevan yang merasa pipinya ditepuk pun terbangun.

"Lo mimpi, ya?" Tanya Raka cemas melihat wajah Jevan yang pucat, dan juga matanya yang bengkak karena terlalu banyak menangis.

"Dipta mana, Ka? Dia nggak ikut kita?"

Hati Raka mencelos melihat keadaan Jevan yang berada dihadapannya saat ini.

BLOOMING ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang