8. Harus Terbiasa

237 28 7
                                    

SELAMAT MEMBACA ❤️
---------------------

Meskipun menyakitkan, pada kenyataannya, kehilangan juga bagian dari kehidupan. Meskipun kehadirannya tidak pernah diharapkan, namun sialnya ia selalu bisa datang meskipun tanpa undangan. Pagi-pagi sekali, Cakra tengah sibuk menyiapkan semua barang-barangnya.

Sekolah Cakra akan mengadakan acara camping di sebuah bukit. Cakra begitu telaten menyiapkan segalanya. Mulai dari pakaian, makanan, bahkan obat-obatan pribadi seperti minyak kayu putih, dan obat lainnya untuk berjaga-jaga.

"Mas, lihat kaos kaki Cakra, nggak?" Tanya Cakra sambil menuruni anak tangga.

"Kamu tuh kebiasaan banget, Dek! Itu di atas meja TV punya siapa lagi selain punya kamu?" Jawab Mas Dhana yang baru saja datang dari dapur.

"Nggak bau kok, Mas. Kan masih baru. Belum Cakra pakai juga." Kata Cakra seraya mengambil kaos kakinya.

Mas Dhana menghela napas berat, "Lain kali simpen ditempatnya, Dek."

Cakra pun hanya mengangguk sebagai jawaban, karena ia tengah meminum susu yang sudah disiapkan Mama hingga tandas.

"Berangkat jam berapa, Dek?" Tanya Papa.

"Jam delapan, Pa. Masih ada waktu satu jam lagi."

"Mau bareng sama Mas? Tapi, Mas berangkat lima belas menit lagi. Soalnya, Mas harus ke kantor buat bantuin anak-anak. Alhamdulillah, Mas lagi banyak banget orderan." Kata Mas Dhana.

"Nggak pa-pa, Mas. Cakra bisa kok naik taksi online."

"Jadi, nggak mau diantar Papa, nih?" Papa pura-pura sedih.

"Nggak gitu. Papa kan juga harus ke showroom. Nanti Papa telat." Ujar Cakra.

"Ya terus, kenapa kalau Papa telat? Kan itu juga punya Papa. Telat satu sampai dua jam ya nggak masalah, lah. Apalagi buat anak-anak Papa." Kata Papa yang membuat Cakra tersenyum.

"Ya udah, berarti Adek berangkat sama Papa, ya? Mas berangkat sebentar lagi." Kata Mas Dhana. Cakra hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Dek, ini Mama masukin makanan ringan dibagian depan tas, ya. Banyak kok. Adek bisa bagi-bagi juga sama teman." kata Mama.

"Makasih ya, Ma."

"Udah di cek semua, belum? Nanti ada yang ketinggalan. Mas sama Papa udah nggak ada dirumah nanti." Peringat Mas Dhana. Cakra memang terkadang teledor dalam beberapa hal.

"Gampang lah kalau itu, Mas. Kan ada Bang Dip—"

Ucapan Cakra terpotong setelah menyadari apa yang ia katakan.

"Iya, Mas. Cakra periksa lagi semua."

Cakra langsung mengecek seluruh isi tasnya. Wajah Cakra yang tadinya ceria, kini mendadak menjadi muram. Satu tahun semenjak kepergian Dipta, bukanlah hal yang mudah untuk Cakra. Bahkan, Cakra hampir selalu menghindari pembahasan mengenai Abang tersayangnya itu.

Cakra masih belum bisa berdamai dengan kenyataan. Namun, perasaan memang tidak bisa disangkal. Setiap malam, Cakra masih sering menangis sendirian karena disiksa oleh kerinduan, yang selamanya tidak akan pernah lagi terobati oleh sebuah pertemuan.

"Dek, kamu—"

"Udah lengkap semua kok, Mas." kata Cakra memotong kalimat Mas Dhana.

Mama, Papa, dan Mas Dhana sakit melihat Cakra yang tadinya sudah bisa ceria, kini kembali menjadi Cakra yang tidak lagi banyak bicara setelah kepergian Dipta.

"Ya udah, Mas berangkat, ya! Kamu hati-hati! Kabar-kabarin sama Mas, Mama, dan Papa, ya?"

Cakra pun hanya mengangguk, dan mencium punggung tangan Mas Dhana setelah Mas Dhana berpamitan pada Mama dan Papa.

BLOOMING ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang