26. Should We End?

202 19 3
                                    

SELAMAT MEMBACA ❤️

---------------------

•• pada hati yang belum bisa menerima pengganti, maka izinkan aku untuk pergi ••

Setelah hampir 10 hari dirawat di rumah sakit, Nana akhirnya sudah di perbolehkan untuk pulang. Meski bekas-bekas luka masih terlihat jelas dari tubuh Nana, namun Nana merasa jika kondisinya sudah baik-baik saja.

"Mas, aku sekolah dulu, ya? Nggak pa-pa, kan?" tanya Gema.

Nana mengerutkan alisnya bingung, "Sekolah? Gem? Hari Minggu loh ini!"

Seketika Gema menepuk jidatnya, "Oh, iya. aku lupa," kemudian, ia berlari kecil ke kamarnya.

"Nggak temen gue, nggak adek gue. Agak laen semua," gumam Nana.

"Kavi,"

Nana yang tengah memainkan ponselnya, seketika langsung menoleh ke arah pintu.

"Karisa?"

Dengan senyuman tipisnya, Karisa pun masuk ke dalam kamar Nana, lalu duduk di samping ranjangnya.

"Gimana keadaan kamu? Aku minta maaf karena nggak bisa sering-sering jengukin kamu. Aku sakit, Vi." kata Karisa.

Nana mengangguk, "Iya, aku udah tahu dari Ayah."

"Kamu pasti udah makan, kan? Aku kupasin jeruk buat kamu, ya," kata Karisa seraya mengupas jeruknya untuk Nana.

Nana hanya menatap wajah Karisa dalam diam. Entah apa yang sebenarnya ia rasakan. Rasanya, hubungan ini sudah terlalu jauh untuk ia pertanyakan perihal keseriusan. Namun, disisi lain, perasaan Nana pada Karisa sudah memudar. Bukan. Lebih tepatnya, Nana masih belum bisa meluluhkan hati Karisa sepenuhnya.

"Buka mulutnya, Vi!"

Nana mengikuti perintah Karisa. Nana menerima suapan pertamanya dari Karisa.

"Kenapa? Asem, ya?" tanya Karisa ketika melihat raut wajah Nana yang sedikit berkerut.

"Sedikit,"

"Masa, sih?" Karisa langsung memakan jeruknya.

"Kavi ... ini mah bukan sedikit. Ini sih asem banget!" kata Karisa sambil memuntahkan kembali jeruknya ke tisu yang sudah ia sediakan.

Nana yang melihat itu hanya bisa terkekeh. Nana tidak mau menyangkal, bahwa di lihat dari sisi mana pun, Karisa memanglah cantik.

"Karisa,"

"Kenapa, Vi? Kamu butuh sesuatu?" tanya Karisa.

Nana menatap Karisa lekat, "Kamu masih yakin mau ngelanjutin hubungan kita?"

●○•♡•○●

"JEVAAAAN!!!" teriak Raka saat menuju ke kamar Jevan yang berada di lantai dua.

Jevan sudah terbiasa dirumah hanya bersama asisten rumah tangga keluarganya, dan tukang kebunnya. Orang tua Jevan jarang berada di rumah. Setiap satu bulan sekali, pasti selalu ada urusan bisnis keluar kota. Itulah sebabnya, Jevan menjadi anak yang kesepian, meski di kelilingi kekayaan.

"Jev? Lah ini bocah masih aja molor! Bangun, nyet! Ke rumah si Nana ayok!" Raka menarik paksa selimut yang menutupi seluruh tubuh Jevan.

"Berisik banget lu! Minggir, kaga?!" ketus Jevan dengan muka kusutnya.

"NGGAK! Buruan, Jev! Ah elah lu mah kebiasaan. Tidur jam berapa sih, lu?" Raka yang kesal pun duduk di kursi meja belajar Jevan.

Jevan pun terpaksa bangun karena sudah tidak bisa tertidur lagi. Dengan rambut acak-acakan, wajah yang mulus meskipun ada garis-garis bekas bantal, kaos tipis hitam tanpa lengan, dan kolor putih bergambar ikan paus itu sialnya tidak bisa mengurangi ketampanan seorang Jevan Ganendra.

BLOOMING ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang