16. Kamu Aman Bersamaku

183 17 8
                                    

SELAMAT MEMBACA ❤️

(Direkomendasikan sambil dengerin lagu Banda Neira - Sampai Jadi Debu)

---------------------

Sebab, dalam setiap kehilangan, pasti meninggalkan sebuah kenangan yang dibalut kekosongan. Dalam derasnya hujan yang masih mengguyur, Nana tidak beranjak sedikit pun dari depan rumah Karisa.

Jam menunjukkan hampir jam 11 malam. Nana masih terdiam menunggu Karisa yang tengah tertidur di jok belakang mobilnya. Entah sampai kapan Nana harus menunggu. Karena, Karisa pun terlihat tidak ada tanda-tanda akan bangun. Namun, Nana bisa melihat dengan jelas kerutan pada alis Karisa. Artinya, Karisa tidak nyenyak dalam tidurnya. Karisa terlihat sangat gelisah.

"Sa? Bangun, Sa!" pada akhirnya, Nana berusaha membangunkan Karisa. Awalnya, Nana membiarkan Karisa meracau dalam tidurnya. Namun, semakin lama, Karisa merintih seperti orang yang kesakitan. Dan itu membuat Nana cemas.

"Karisa," kali ini, Nana menepuk-nepuk pelan pipi Karisa. Dan itu berhasil membuat Karisa terbangun.

"Lo nggak pa-pa?" tanya Nana.

Karisa bangun, dan merubah posisinya menjadi duduk. Namun, Karisa malah menangis. Nana yang melihat itu pun langsung turun dari mobilnya. Nana menerobos hujan, lalu pindah ke kursi belakang untuk duduk bersama Karisa. Sebenarnya, Nana bisa saja langsung berpindah tanpa harus keluar dari mobil. Namun, Nana khawatir jika itu malah membuat Karisa takut dengan gerakannya yang tiba-tiba.

"Ada apa, Karisa?" Nana mencoba mendekati Karisa. Namun, Karisa menghindar seperti orang yang ketakutan.

"Sa? Ini gue, Kavi! Sahabat cowok lo, Dipta!"

Dengan hati-hati, Karisa pun menatap Nana. "Kavi?"

"Iya, gue Kavi."

Entah kenapa, tiba-tiba Karisa kembali menangis hebat. Nana semakin bingung dibuatnya. Dengan mengumpulkan keberaniannya, Nana pun mengusap pelan kepala Karisa. Namun, tanpa di duga, Karisa malah menyandarkan kepalanya di pundak Nana.

"Gue takut, Vi,"

"Iya, gue tahu lo ketakutan,"

"Gue nggak mau di rumah,"

"Lo mau kemana? Bilang aja, nanti gue anterin lo!"

Setelah Nana mengatakan itu, Karisa pun kembali duduk tegak. Namun, setelahnya Karisa menggeleng.

"Gue nggak tahu," ucapnya.

Nana menatap mata Karisa lekat. Hanya kosong. Seperti manusia mati rasa.

"Mau ke rumah Alia?" tawar Nana. Namun, Karisa menggeleng.

"Rumah Alia akan menjadi target utama Arya kalau aku nggak ada di rumah, Vi," tutur Karisa.

Nana menghela napas berat. Nana pun bingung entah harus melakukan apa. Namun, tiba-tiba Nana teringat sesuatu. Nana langsung mengeluarkan ponselnya, lalu menghubungi seseorang.

●○•♡•○●

Malam sudah semakin larut. Jevan masih saja sibuk dengan laptopnya. Entah apa yang tengah ia kerjakan. Rasanya, Jevan mengantuk berat. Namun, matanya tak ingin terpejam. Jevan memutuskan untuk bermain game di ponselnya. Namun, belum sempat ia memainkannya, panggilan dari Nana masuk ke ponselnya.

"Halo? Tumben lu nelpon malem-malem gini? Ada apaan?" tanya Jevan sesaat setelah mengangkat telponnya.

"Lu di rumah kan, Jev?" tanya Nana dibalik telpon.

BLOOMING ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang