Chapter 06

1.9K 44 1
                                    

Soobin mengangkat teko antik tersebut, mengaguminya sejenak lalu menuangkan airnya ke dalam gelas yang barusan ia ambil dari rak.

Grek!

Namun kegiatan itu terpaksa dihentikannya saat tiba-tiba salah satu kursi di meja makan nampak mundur dengan sendirinya. Seolah ada yang menariknya untuk kemudian diduduki.

“O-oh? Digerakkan angin, mungkin? Ya! Angin. Hehehe...” tawa hambar itu keluar dari mulut Giselle yang juga melihatnya, masih berusaha positive thinking meskipun tetap saja logikanya menentang.

“A-ayo kita pergi, Gi!”

Buru-buru Soobin menghabiskan air di dalam gelasnya dengan sekali tegukan. Ia menaruh gelas itu di wastafel tanpa berniat mencucinya. Tapi karena kurang berhati-hati ditambah perasaannya yang sudah tak karuan, jadinya gelas itu malah terjatuh dan pecah menghantam lantai.

Prang!

“Oh, shit!” ia mengumpat keras, sudah keadaannya temaram sekarang harus membereskan potongan beling. Sialan memang.

“Aku bantu, Bin.”

“Gak perlu, biar aku aja. Nanti jari kamu luka, dan aku gak mau hal itu terjadi.”

“Hati-hati, Bin.”

Soobin mengangguk. Ia pun mengeluarkan ponselnya dan menyalakan flash. Tujuannya tentu saja supaya pecahan beling yang tercecer itu lebih mudah dilihatnya.

Namun umpatan yang lebih keras harus kembali meluncur dari mulutnya gara-gara ponselnya kini mati total karena kehabisan daya. Sayangnya Giselle juga tidak membawa ponsel, jadi mau tidak mau mereka harus bergantung sepenuhnya kepada cahaya lilin.

Fyuh~

Tapi keadaan malah semakin bertambah buruk tatkala cahaya lilin itu malah padam. Giselle mendongak dan ia menemukan Minji yang sedang tertawa, dengan lilin tersebut berada di tangannya.

“Hihihi... Berduaan aja, Kak? Pacaran ya?”

“Kau? Kau yang meniup lilinnya? Kenapa kau lakukan itu?!” Giselle kelepasan mengeluarkan nada tingginya.

Minji kembali cekikikan. “Hihihi... Kami sedang ulang tahun, Kak. Makanya harus tiup lilin.”

Setelahnya bocah itu langsung berlari meninggalkan area dapur. Soobin dan Giselle membeku di tempat. Tadi apa katanya? Ulang tahun? Kami? Maksudnya apa itu?

“Kenapa Kakak hanya berduaan malam-malam begini? Yang lainnya pada ke mana, Kak?”

Belum lenyap suasana seram gara-gara tingkah laku Minji, sekarang keduanya dikagetkan dengan kemunculan tiba-tiba dari Hanni yang sudah duduk manis di atas kursi yang tadi bergerak sendiri.

“Kenapa kalian b-belum pada tidur? Ini sudah sangat larut.” Giselle tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya, apalagi saat sadar kalau Hanni kini tengah memegang sebilah pisau.

“Lantas kenapa kau juga hanya sendirian di sini, Hanni? Mana yang lain?” cecar Soobin dengan nada bicara yang dibuat seberani mungkin.

“Jangan menanyakan yang lain, nanti Kakak menyesal.” seringaian bocah itu creepy sekali, apalagi dalam keadaan temaram begini.

“Tadi Minji udah bilang kan? Kami ulang tahun malam ini, dan alasan aku ada di dapur adalah untuk mengambil kuenya.” lanjutnya kemudian.

Entah dorongan dari mana kini Soobin malah mendekatinya. “Gitu ya? Ngomong-ngomong, di mana kuenya? Kakak bisa membantumu untuk membawakannya.”

“Kuenya? Ada di depanku, tentu saja.”

“Hah? Apa maksudmu? Di meja makan gak ada apa-apa.”

Hanni tiba-tiba terkikik. “Kuulangi. Kuenya ada di depanku. Tepat di depanku.” dan pisau yang ada digenggamannya tiba-tiba bergetar seperti dirasuki sesuatu.

Soobin terbelalak. Ia baru paham sekarang, yang ada di depan bocah ini adalah Giselle dan dirinya. Berarti kuenya adalah...?

“Lari, Kak. Sebelum hal buruk terjadi malam ini.”

Teriakan Soobin dan Giselle menggema memenuhi udara saat pisau itu lepas dari genggaman Hanni dan melayang ke arahnya.

Stab!

Namun beruntung mereka dapat menghindar sehingga benda tajam itu kini tertancap pada lemari kayu di belakangnya.

“Arrrggghhh!”

Tapi sayangnya serpihan beling yang masih berserakan itu tidak. Giselle merintih merasakan sakit dan perih, karena beberapa di antaranya ada yang sukses menancap di kakinya.



















































.

.

.

Karina terbatuk merasakan dadanya yang agak sesak. Sepasang matanya mengerjap dan ia menemukan Yeonjun tergeletak tak jauh darinya.

“Yeonjun!” ia merangkak mendekati pacarnya itu lalu mengguncang tubuhnya. “Yeonjun! Yeonjun!”

Pemuda bermata runcing itu langsung terperanjat bangun. “Karina?! Ini kau? Benar-benar kau?” tanyanya panik seraya menangkup rahang kecil wanitanya.

Karina mengangguk dan balas menggenggam tangan Yeonjun. “Ya, ini aku. Kau pikir siapa lagi?”

“Ini kita ada di mana? Kita cuma berdua? Mana yang lain? Bukannya tadi kita bersama Taehyun dan Ningning juga? Lantas Soobin dan Giselle juga di mana?”

“Aku gak tahu mereka ada di mana, Yeonjun. Begitu bangun, kita cuma berdua aja di sini.”

Keduanya terdiam dan mulai menatap sekitar. Mereka tadi di lorong kamar, tapi kenapa sekarang malah ada di tempat pengap dengan sarang laba-laba di setiap sudutnya seperti ini?

“Kayaknya ini gudang mainan milik mereka, Rin.” ujar Yeonjun melihat tumpukan boneka berbagai macam ukuran yang bercampur dengan jenis mainan lainnya.

Karina mengangguk. “Ya, aku juga mikirnya gitu. Tapi sepertinya mainan-mainan ini udah gak layak. Lihat aja, bentuknya udah pada gak utuh. Apalagi boneka-boneka itu.”

Yeonjun bergidik melihatnya, tapi matanya seketika memicing saat sadar ada yang aneh dengan salah satu boneka di sana.

Boneka penguin yang tercerai berai itu, kenapa mirip sekali dengan boneka yang dibawa oleh anak misterius berpakaian lusuh yang mendatangi mereka di panti sebelumnya?

“Kakak udah bangun?”

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAKKK!!!”

Yeonjun dan Karina terperanjat heboh dan refleks saling mendekap satu sama lain. Sementara Danielle yang sedang duduk nyaman di kursi goyang hanya terkikik melihatnya.

“Hihihi... Kaget ya, Kak?”

Kedua sejoli itu menoleh ke belakang dengan raut horornya. Sejak kapan Danielle ada di sana, pikir mereka. Kenapa juga ada kursi goyang? Bukankah tadi tidak ada?

“Kakak diam dulu di sini ya? Jangan ke mana-mana.”

Yeonjun bertanya dengan panik. “A-apa yang kalian lakukan? K-kalian menyekap kami?! Mana teman kami yang lainnya?!”

Lagi-lagi Danielle terkikik ceria melihat raut ketakutan keduanya. Ia pun berjalan mendekat lalu menaruh telunjuknya di depan bibirnya.

“Sssttt... Jangan berisik. Kita kan lagi main petak umpet, Kak. Nanti Minji dan Hanni menemukan kita. Hihihi...”


















































.

.

.

TBC

Panti Asuhan || AESTXT [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang