Soobin meremat selimutnya, ia yakin Danielle tadi meminta tolong padanya. Tapi yang jadi pertanyaannya adalah meminta tolong dari hal apa?
Saat ia kembali bertanya, bocah itu malah melengos ke kasurnya lalu menyelimuti sekujur tubuhnya hingga menutupi kepala.
Lelaki jangkung itu mengubah posisi tidurnya dari menyamping menjadi telentang. Di luar masih hujan dan lampu hingga kini masih padam. Ia mengambil ponselnya yang ditaruh di samping bantal. Baru jam sebelas ternyata, dan bar sinyal tak ada satupun di sana.
“Kenapa waktu terasa lambat sekali?”
“Soobin, belum tidur ternyata?”
Si pemilik nama langsung mengintip ke kasur bawah begitu mendengar suara Giselle menyahutinya. “Gi? Masih melek kau?”
Mereka semua memang tidur sekamar, karena Irene menyiapkannya juga demikian. Ranjang dua tingkat yang jumlahnya ada tiga di sana, pas sekali dengan jumlah mereka berenam.
“Ya, aku ingin cepat-cepat besok. Aku mau pulang.” ujarnya frustasi. “Padahal tadi sore kita terabas aja padang ilalang itu. Lagipula kan kita banyakan, kalau hilang juga bakal rame-rame. Gak kesepian.”
Daripada ditanggapi dan ujung-ujungnya malah berdebat, Soobin lebih memilih diam saja. Dari awal juga Giselle memang tak sependapat dengannya. Soobin turun dari kasurnya, mengambil lilin yang baru kemudian menyulutnya.
“Hey, mau ke mana?” tanya Giselle penasaran melihatnya berjalan menuju pintu.
“Ke dapur, aku haus.”
“Perlu kutemani?”
“Oh ayolah, aku laki-laki di sini. Aku tidak sepenakut itu.”
“Yakin?”
“Yakin. Tapi kalau kau tetap memaksa aku juga gakkan repot-repot nolak sih.”
Soobin mesem, Giselle mesem. Akhirnya kedua orang itu pergi bersama ke dapur sambil berpegangan tangan.
“Klise sekali bukan? Mau pegangan tangan aja harus pake alasan takut hilang di tengah jalan. Padahal apa susahnya kalau bilang ‘aku takut kehilangan kamu’ gitu!” dumel Ningning yang ternyata dari tadi menguping dialog mereka.
Dia suka gregetan sendiri tiap kali melihat interaksi Soobin dan Giselle yang tak kunjung jadian sampai sekarang. Padahal sudah sama-sama ada rasa dari zaman purbakala.
“Terkadang Soobin emang secupu itu buat ngungkapin perasaan.” sahut Taehyun yang tidur di kasur atasnya.
“Gak ngaca.”
“Kau bilang apa, Ning?”
“Ini hujan belum reda juga ya?”
Ningning bangkit mendekati jendela. Taehyun memperhatikannya dalam temaram, ia yakin tadi Ningning bukan membicarakan soal hujan. Tapi ia tidak bisa mendengarnya karena itu hanya sebuah gumaman.
Mata belonya kini bergulir menatap ranjang tingkat yang ditempati Yeonjun dan Karina di pojokan. Ia heran, bisa-bisanya kedua orang itu tertidur seperti di kamar sendiri. Yeonjun bahkan mendengkur kencang.
Ningning iseng menyibak gorden, dan ia seketika menjerit karena di balik kaca itu berdiri sesosok wanita berwajah berantakan sedang nyengir amat lebar ke arahnya.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKK!!!”
Ia bahkan terjungkal ke belakang saking kagetnya, dan suara gedebutnya yang keras sukses membuat Yeonjun dan Karina terperanjat.
“WOAH! APA APA APA?” heboh Yeonjun campur aduk antara geger dan linglung. Dia celingukan tak karuan karena nyawanya belum kumpul.
“Ning, kau kenapa?” Taehyun beringsut mendekat, dan Ningning pun mengarahkan telunjuk bergetarnya pada jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panti Asuhan || AESTXT [SLOW UPDATE]
Terror[TXT x AESPA] Semuanya berawal dari kegiatan bakti sosial, dan keenam mahasiswa tersebut akhirnya menyadari kalau lokasi terakhir itu tak seharusnya mereka kunjungi. [WARNING!] Bagi yang tidak suka cerita beralur berat dan lambat, penuh teka-teki, d...