BAB 35: YANG TAK TERDUGA (5)

497 65 12
                                    

Tubuh Olivia hangus perlahan hingga akhir tubuhnya berubah sepenuhnya menjadi kokas. Permukaan kulitnya yang halus karena perawatan sudah menghilang digantikan permukaan batu yang memiliki pori besar dengan warna gelap hasil dari pembakaran.

 Permukaan kulitnya yang halus karena perawatan sudah menghilang digantikan permukaan batu yang memiliki pori besar dengan warna gelap hasil dari pembakaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari awal sampai akhir tidak ada satu pun suara yang berhasil dikeluarkan oleh Olivia. Air matanya yang awalnya mengalir dengan deras kini sudah habis karena hasil pembakaran itu. Frederick mengerutkan keningnya. Jika benar Olivia tersandung hasil akibatnya sendiri, maka ini diluar ekspektasinya.

Jika jarum suntik itu berhasil tertancap ditubuh Astoria, maka Frederick akan sangat marah dan mengamuk dan langsung menyiksa pembunuhnya.

Frederick melirik dari sudut matanya. Menatap ekspresi yang Astoria tunjukkan begitu kontras dari yang Frederick harapkan. Tubuhnya gemetar tak karuan. Bau daging yang begitu menyengat bercampur menjadi aneh sekarang. Bukan aroma daging yang menggiurkan, tapi ini lebih buruk dari setumpuk sampah yang sudah menggunung bertahun-tahun. Astoria menutup mulut dan hidungnya mencoba tidak muntah dikondisi saat ini.

Frederick lekas menutup pandangan itu dengan tubuhnya. Astoria tertunduk dengan rasa mula yang tak tertahankan. Astoria lekas berbalik ke arah sungai dan memuntahkan isi perutnya.

Frederick menatap bagaimana hasil akhir yang Olivia dapatkan. Tubuhnya masih belum berhenti sampai di situ. Perlahan tubuh yang sudah kaku dengan posisi terlentang dengan pakaian yang sudah hangus itu perlahan melebur seperti kertas dimakan api. Perubahan ini sama seperti yang terjadi jika klon Frederick hilangkan.

Frederick berbalik dan membiarkan abu Olivia terbang dibawa angin. Menyebar disekitar pinggir sungai.

Rasa sisa terbakar dipangkal mulut membuat Astoria merasa tidak nyaman. Astoria lekas meminum air dari sungai dan mencoba menjernihkan pikirannya. Perubahan tubuh Olivia ini bukan hal yang pertama kali Astoria lihat.

Dimasa lalu dia melihatnya. Dia melihat akhir hidup dari seseorang yang sama seperti Olivia.

Frederick datang dibelakangnya dan mengelus punggungnya mencoba membantu disini. Tubuhnya yang awalnya masih gemetar sontak terkejut ketika tangan Frederick mengelus punggungnya.

"Saya masih ada disini, Yang Mulia."

Astoria tahu, tapi rasanya Frederick seperti berkata, "Tidak ada seorangpun yang bisa menyakitimu selama aku masih ada."

Perkataannya Frederick membuat Astoria menutup matanya. Rasa syukur kini jauh lebih besar. Penekanan yang sudah sangat jelas Frederick katakan membuat Astoria terharu.

Sejak awal Astoria sendirian. Tidak ada seorangpun yang mau menemaninya. Semua orang yang menemaninya mendapatkan akhir yang buruk. Tidak hanya ibunya, bahkan pelayannya sekalipun.

"Frederick, aku perintahkan kau tidak boleh menjauh dariku," ucap Astoria dengan getir tak berani menatap langsung pria yang sudah banyak membantunya selama ini.

Bukan kalimat 'baik, Yang Mulia' yang Astoria harapkan, tapi kalimat lain Frederick ucapkan.

"Dengan senang hati, Yang Mulia."

Astoria berbalik menatap Frederick dan berfokus dibelakang tubuh pria itu. Melihat jika Olivia sudah menjadi abu. Rasanya masih tidak bisa dipercaya bahwasanya gadis itu tadi baru saja makan bersama.

"Yang Mulia." Frederick menutup pandangan dibelakang. Menatap jauh ke dalam mata Astoria yang masih syok karena semua ini.

"Semudah itu ternyata?"

"Siapa yang mengira, Yang Mulia."

Ini adalah akhir yang sedikit terlalu cepat bagi mereka untuk Olivia. Kemungkinan besar untuk menyingkirkan Olivia adalah mendorongnya jauh dari kehidupan sosialita seorang bangsawan dengan membuat masalah dengan Rumah Baron.

Pusaran angin sekecil seperti puting beliung muncul. Membawa abu Olivia menjauh dari mereka berdua dan menyebar diseluruh hutan. Pepohonan dihutan perlahan bergerak mengikuti arah angin. Surai keduanya melambai dan persepsi yang Frederick dapatkan membuatnya lekas bangun.

Astoria yang melihat sikap Frederick yang langsung waspada lekas ikut bangun juga. Tidak ada waktu untuk takut sekarang.

Pakaiannya sudah ikut terbakar. Frederick bahkan tidak membawa pedang sekarang. Hanya belati kecil yang tersimpan dalam sarung yang terikat di pinggangnya.

"Apa?" Astoria bertanya dengan rasa penasaran.

"Mereka datang."

Frederick mencoba menghitung jumlah mereka. Di dalam area jurang yang begitu luas ternyata memiliki cakupan yang sangat besar. Area ini memiliki wilayah melingkar seperti akibat suatu gempa ratusan tahun yang lalu tanah ini menjorok ke dalam dan membentuk sebuah kawah besar dan membuatnya terlihat seperti jurang.

Frederick menatap Astoria, "Bagaimana jika kita bertaruh, Yang Mulia?"

"Apa yang kau pertaruhankan?"

"Jika saya bisa menghabisi semua penyusup Anda harus mendukung impian saya."

"Berapa jumlah mereka?"

"Hm, sekitar hampir seratus."

"Apa?! Jumlah itu terlalu besar untuk mengirim pembunuh untuk—, tunggu, kau juga."

Frederick hanya tersenyum. Lagi pula dia tidak mau rugi lagi. Setelah Olivia meninggal, Frederick tidak bisa menjual jarum suntiknya. Dengan taruhan ini Frederick ingin terus menekankan jika Astoria harus membantu impiannya. Astoria harus menjadi Kaisar seperti dalam cerita.

"Ini bukan waktunya tersenyum bodoh!" Astoria memukul bahu Frederick dengan kesal.

"Jadi, ingin bertaruh, Yang Mulia?"
.
.
.
Author: "Terima aja, engga ada ruginya juga."

Astoria: "Kau mencurigakan_-"

Makasih ya udah mau singgah dan baca cerita Raja Terburuk ini

See you next chapter guys 👋😽

Raja Terburuk: antagonis kecil ingin hidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang