BAB 5: BERTAHAN HIDUP (5)

1.3K 143 14
                                    

Akan tetapi Olivia tak bisa menemukan Frederick dimana pun. Bahkan kepala pelayan yang sangat hafal jadwal Frederick juga tidak mengetahuinya.

Tidak ada seorangpun yang mengira jika Frederick tengah masuk ke jalan rahasia istana diikuti oleh Astoria yang penasaran karena sudah dua kali mereka berdua sarapan bersama.

Frederick berbalik dan menyadari jika ada orang dijarak 150 meter darinya berbalik dan berkata, "Nona Astoria Aldrich von Stein, tolong keluar."

Astoria sadar jika Frederick menyadari keberadaannya, tapi Astoria memilih untuk tetap diam dan bersembunyi. Melihat dari sudut Frederick tetap diam dan menunggunya keluar dengan posisi kepala yang langsung tertuju kepadanya.

"Kau tahu aku di sana sejak tadi?" Perlahan Astoria keluar dan melihat jika Frederick memang sengaja melakukannya.

"Ya."

"Lalu, kenapa kau diam saja sejak tadi?"

"Anggap saja saya malas." Frederick berbalik dan kembali melanjutkan jalannya. Diikuti seseorang itu terasa tidak nyaman. Apa lagi dengan pandangan tajam mereka seperti belasan mata pisau tertancap dipunggungnya.

"Kau? Kemana kau mau pergi?" Astoria berjalan cepat mengikuti langkah Frederick. Hanya karena penasaran Astoria malah mengetahui jalan rahasia yang pasti ini adalah jalan rahasia keluarga Kerajaan Inej jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seperti pembantaian contohnya.

"Anda ingin ikut?"

Frederick tak berniat mengehentikan langkahnya hanya untuk sekedar menatap lawan bicaranya. Ada banyak sarang laba-laba disini. Tempat ini sedikit sempit dengan jalan satu arah. Akan tetapi, kristal alami tersusun rapi diatas mereka berdua.

"Kenapa? Apa kau sengaja melakukan ini untuk membunuhku?"

Hal yang sama terus Astoria tanyakan. Dengan mengeluh kapan sampai ke jalan keluarnya. Frederick lupa jika Astoria sedikit berisik jika dia sedang kesal, "Kenapa saya harus membunuh Anda?"

Sejujurnya membunuh Astoria adalah rencana paling buruk. Jika tidak ada protagonis di dunia ini untuk memimpin, maka Frederick akan kesulitan mencapai impian kehidupan seorang petani. Membayangkannya saja Frederick tak berani.

Kalau Astoria mati, orang itu pasti marah besar, batinnya membayangkan wajahnya yang dingin siap membunuh siapapun dari tatapannya saja. Frederick akan diam-diam mendoakan nasib pembunuh itu yang akan tersiksa sebelum dibolehkan untuk mati.

Astoria menatap punggung Frederick yang entah kenapa terlihat lebih lebar dari biasanya. Mungkin hanya bayangan Astoria saja.

"Karena ...." Astoria menjeda kalimatnya dan berpikir jika rencana tidak berhasil, maka ini adalah akhirnya. "Kau bisa menikmati semua mahar itu dan menikah dengan kekasihmu itu."

Diawal pernikahan Astoria memiliki emosi yang sulit diatur yang membuatnya memang terlihat seperti orang gila. Tapi, nyatanya dia tidak gila. Dia hanya kesal dan ingin meredam kekesalan, tapi amarahnya memuncak dan alhasil terlihat seperti orang gila dimata orang.

Menyadari langkah dibelakang punggungnya berhenti. Frederick berhenti dan berbalik. Dibawah pantulan cahaya kristal dari atas. Kilaunya mengenai wajah Astoria yang tengah melamun.

"Apa Anda ingin ikut?"

Entah dari mana ajakan itu Frederick katakan, tapi Frederick hanya ingin lekas pergi dari labirin ini dan menyelesaikan quest-nya.

"... Kenapa?"

Siapa pun yang memiliki masa lalu seperti Astoria pasti akan menanyakan hal sama. Frederick tidak marah, tapi malah merasa kasihan. Sejak kecil dia sudah didoktrin dengan tak mudah mempercayai siapapun.

Raja Terburuk: antagonis kecil ingin hidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang