"Disini kau ternyata," ucap Frederick dengan membawa sebungkus makanan yang baru saja dia beli setelah menukar batu mulia kecil ke toko desa ini.
Sejujurnya pengerajin di desa ini terkejut bukan main mendapatkan batu mulia sebagus yang Frederick dapatkan.
Itu hanya hasil keberuntungan kecil saja.
"K-kau, hidup?"
"Mustahil!"
"P-paman?"
Frederick memberikan bungkusan berisikan makanan kering yang dia beli. Mereka bertiga yang bisa mencium aroma harum dari dalam bungkus tak sabar langsung membukanya. Ketiga anak itu menatap roti yang masih hangat dan Frederick bergantian.
Frederick mengambil tempat duduk disamping anak-anak dan memijat lehernya yang terasa sakit karena terus menunduk menatap semua goblin yang terus bergosip tak menambang.
"Kenapa? Makan, aku akan menunggu."
Ketiga anak kecil itu sadar dengan semua tatapan gelandang lain yang tergiur menetes air liur akan roti ditangan mereka. Frederick menaruh keranjang penuh batu mana disampingnya. Jika dia jual ke toko yang tepat, maka Frederick akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Lagi pula mendapatkannya juga tak perlu usaha yang banyak.
Ketiga anak itu tanpa berpikir panjang lekas memakannya sampai mereka tersedak karena takut makanan mereka direbut. Frederick memberikan airnya dan lekas mereka minum bergantian.
"T-terima kasih, Paman."
"Ya, tidak usah sungkan. Kalau kalian butuh sesuatu ketuk saja pintu rumahku." Frederick tak perlu menghabiskan waktu lebih lama disini lagi. Dengan beberapa koin yang dia selipkan pasti ketiga anak itu mengerti.
"Oh, aku melupakan sesuatu." Frederick lekas menatap bocah menyebalkan itu dan langsung menjitak dahinya dengan sekali jentik.
"Aduh! Sakit!"
"Kau memang bocah." Frederick tersenyum melihat kulit yang memerah bekas ulahnya itu.
"Ugh, si*l! Aku punya nama, ya!"
"Oh, kalau begitu." Berkacak pinggang sebelah menatap main-main bocah berambut pirang pucat itu. "Sebutkan namamu."
"Edgar. Namaku Edgar. Ingat itu baik-baik! Aku akan menjadi orang yang hebat dimasa depan! Lihat saja nanti!"
Seperti Dewi Fortuna berpihak padanya, batin Frederick baru saja mengetahui identitas anak kecil di depannya.
"Hmm... Edgar ya. Entah keberuntungan apa yang aku punya sampai bisa bertemu denganmu, Nak." Frederick tidak bisa menahan senyuman tipisnya.
"Apa? Jangan menatapku! Kau penculik anak-anak ya!" Edgar mengambil posisi berjaga-jaga di depan kedua saudaranya.
Frederick menjetik sekali lagi kepala Edgar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raja Terburuk: antagonis kecil ingin hidup
خيال (فانتازيا)Terbangun sebagai antagonis dari novel sudah biasa, tapi mengalaminya secara langsung bukanlah hal biasa. Terbangun dengan menyandang gelar sebagai Raja Terburuk yang pernah dicatat dalam sejarah dari negeri kecil. Akankah dia bisa merubah nasib to...