Sebenarnya, aku bisa menolak dan menghindari Galih sekali lagi. Tapi setelah kupikirkan berulang, semakin lama menghindarinya justru semakin membuatku sakit kepala.
Di setiap kegiatan yang aku lakukan, selalu ada wajah Galih terselip di sana. Aku tidak tenang. Maka dari itu, aku memutuskan memasakkannya hari ini sekaligus menyelesaikan pembicaraan kami minggu lalu.
Ya walaupun aku belum tahu jawaban apa yang akan kuberikan pada Galih. Lihat nanti saja, kalau dia masih memberiku waktu berarti aku tak perlu menjawab. Dan jika dia meminta jawaban saat itu juga ... mungkin aku akan pura-pura pingsan.
Aku mengembuskan napas ketika Galih membuka pintu. Dia menengok, mungkin memastikan aku benar berada tepat di belakangnya. Aku tersenyum tipis kemudian masuk bersamanya.
Tanpa kata, aku dan Galih langsung menuju pantry. Dia meletakkan barang belanjaannya lalu menoleh ke arahku. "Mau aku bantu?" tanyanya.
Aku mengernyit. Aku sadar Galih mulai mengganti kata lo-gue menjadi aku-kamu sejak hari itu, tapi yang tidak kusangka adalah Galih tetap melanjutkannya hingga sekarang.
"Nggak usah," jawabku mengalihkan pandangan.
"Ya udah. Biar kamu bebas, aku pamit ke kamar sekalian mandi."
Aku mengangguk dan Galih akhirnya menghilang dari pandanganku. Aku mengembuskan napas lega bersamaan dengan pintu kamarnya yang ditutup.
Dia meninggalkanku sendiri, memangnya dia tidak takut aku cuman memasak untukku lalu pulang tanpa pamit? Atau lebih buruknya, aku kabur saat ini juga?
Untungnya, aku ini memang orang baik dan tidak suka ingkar janji. Makanya, aku mulai mengintip belanjaan Galih dan memikirkan apa yang bisa kumasak. Ada udang, daging ayam, sayur mayur, susu, beberapa macam bumbu, dan manggis.
Sepertinya Galih pecinta seafood, sama kayak aku. Dua kali dia beli kepiting dan makan bersamaku. Sekarang dia beli udang.
Kesamaan lainnya adalah buah. Di antara semua buah-buahan yang tumbuh di bumi, manggis adalah buah kesukaanku. Galih membelinya, berarti Galih menyukainya, kan?
Aku sangat ingin mencicipinya manggis di hadapanku, tapi aku belum izin sama Galih. Itu sama saja mencuri, walaupun mungkin Galih tidak masalah. Aku menggeleng. Mari lupakan soal manggis, mari memasak.
Karena ukuran udangnya lumayan besar, jadi aku akan memasak udang goreng tepung saus asam manis. Sederhana dan pastinya bisa diterima lidah dari segala kalangan. Termasuk Galih yang tidak kutahu seleranya.
Tidak butuh waktu lama, aku sudah selesai menggoreng udangnya. Kini giliran sausnya. Saat sedang mencacah bawang-bawangan, wangi samar dari sabun dan sampo tiba-tiba lewat di hidungku.
Dari sudut mata, kulihat Galih ternyata sudah berdiri di sebelahku. Dia tidak bicara, tapi tangannya meraih udang goreng dan mencobanya. Walau ingin tahu bagaimana reaksinya, aku berusaha keras agar tak menoleh ke arahnya.
"Enak," katanya.
Entah kenapa, aku jadi lega.
"Kamu mau buat apa lagi?" tanya Galih.
"S-sausnya."
"Sambil kamu masak, bisa nggak kita bahas apa yang udah tertunda semingguan ini?"
Tanganku berhenti bergerak. "Sekarang banget bahasnya?" tanyaku dengan pandangan terpaku pada bawang.
"Takut kamu kabur lagi."
Refleks kepalaku bergerak ke arahnya, mata kami bertemu sedetik, tapi aku buru-buru mengalihkan pandangan. "Gue lagi masak, Kak. Nanti aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Mantanku
RomansaTujuh tahun pacaran, Chaca dan Tama akhirnya putus karena Tama menyukai juniornya di kantor. Namun yang justru lebih mengejutkan Chaca adalah teman baik Tama yang dulu selalu menjauhinya. Setelah putus dari Tama, Galih mulai terang-terangan mendekat...