5. Fix, Nikah!

2.1K 98 0
                                    


Freya meneteskan air mata usai Kevin menjabat tangan Papa dan mengucap ijab kabul dengan lancar.

Kemarin ia sempat berdiskusi panjang dengan Sherin tentang dirnya yang salah menerima lamaran.

"Sebaiknya lanjut, atau ... gue harus mengatakan yang sesungguhnya pada Tante Tari?"

"LANJUT!" jawab Sherin mantap. "Gini ya Fre, menurut gue, punya calon mertua yang sayang banget sama lo, itu udah rejeki banget. Ada lho, yang saling cinta, eh, ortu nggak merestui pada akhirnya pisah juga. Tapi sebaliknya, ada yang nikah karena dijodohkan pada akhirnya saling bucin."

Freya menelan ludah. Kalau ingat bagaimana kelakuan Kevin di kantor tempo hari, kecil kemungkinan dia jadi bucin. Jijik sih, iya.

"Lagian ya, kalau lo tuh suka sama Mas Kahfi, pernikahan lo sama kakaknya bisa lo manfaatin buat deketin adeknya, kan?"

"Eh, gimana-gimana maksud lo?" Freya masih belum paham dengan maksud ucapan Sherin.

"Jadi gini, lo bisa nunjukkin ke Mas Kahfi kalo lo itu istri yang baik, menantu yang sayang sama mertua, bikin Mas Kahfi terkesima gitu. Jadi kalo lo cere sama Kevin, Mas Kahfi mungkin aja mau memperistri lo."

"Gila lo, ya!" umpat Freya begitu mendengar ide tak masuk akal sahabatnya. Tapi ... brilian juga, sih. Selama ini dia kan susah dapat kesempatan caper sama Kahfi. Kalau sudah jadi ipar, bukan tidak mungkin hubungan mereka akan menjadi lebih dekat.

Astagaaa ... Freya menggelengkan kepala. Dengan cepat menghapus usulan Sherin yang terlintas di kepala.

Nggak-enggak, kalaupun gue nikah sama Kevin, anggap saja itu sebagai bakti pada Mama dan Papa, menikah dengan lelaki pilihan mereka.

"Fre, status kamu sekarang bukan hanya anak perempuan Mama dan Papa, tapi istri seorang Kevin."

Gadis itu semakin terisak mendengar kalimat yang meluncur dari mulut Mama.

"Jadi istri yang baik ya, Fre. Dengan begitu, bukan hanya mendapat pahala untuk dirimu sendiri, tapi kamu juga sudah mengalirkan pahala untuk Papa dan Mama karena sudah berhasil mendidikmu dengan baik."

Huaaa. Tangis Freya bertambah brutal. Kenapa Papa yang absurd mendadak bijak gini, sih. Freya kan jadi terharu.

"Freya, sekarang orang tuamu bukan hanya satu, tapi dua. Mami dan Papi orang tuamu juga mulai saat ini," ucap Tante eh Mami Tari yang diikuti anggukan Papi.

"Jangan sungkan, ya, Nak," timpal Papi. "Kalau Kevin memperlakukanmu dengan tidak baik, Mami dan Papi harus jadi orang pertama yang tahu."

Freya tersenyum. Benar-benar MasyaAllah kedua mertuanya, tapi kenapa satu anaknya bisa astghfirullah, ya. Jangan-jangan Kevin adalah anak yang tertukar. Halah. Freya malah jadi inget sinetron ikan terbang yang sering terpaksa ditontonnya bersama Papa.

Setelah acara ijab kabul yang dilanjut makan bersama usai, satu persatu tamu berpamitan. Sherin tamu paling terakhir yang pulang.

"Fre, gue pamit." Sherin menyalami Freya dengan tangan kosong. "Maap ya, gue ga bisa kasih amplop. Maklum, anak kos. Pan lo udah jadi orang kaya juga, dah ga butuh amplop." Gadis itu terkekeh.

"Sebagai gantinya ...." Sherin berbisik. "Kalo lo bingung gimana cara malam pertama, entar gue bantu deh, cariin linknya."

Buset! Ga ada saringannya mulut nih cewek. Bikin Freya makin merinding aja. Gustiii malam pertama? Freya bahkan belum punya ide bagaimana cara untuk melewatkannya.

Setelah semua tamunya pulang, Freya buru-buru masuk kamar. Membersihkan make up dan berganti pakaian. Sementara Kevin masih di luar meladeni Papa bercerita.

Saat Kevin masuk kamar, gadis itu sudah berada di atas kasur dengan seluruh tubuh ia tutupi selimut.

"Napa, lo?" Kevin menyingkap sedikit selimut yang menutupi wajah Freya. Membuat gadis itu bingung harus menjawab apa.

"Em, anu, gue ... gue ... maksudnya ..."

Kevin menggelengkan kepala seraya tersenyum miring. "Denger ya, gue emang suka bermain wanita. Tapi gue bukan pemerk*sa!" ucapnya sembari berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar Freya.

Freya membuka selimut, menatap punggung lelaki yang sesaat kemudian hilang di balik pintu toilet.

Harusnya ia lega. Dari perkataan Kevin tadi, berarti ia tak akan memaksa Freya untuk melakukan ritual malam pertama, kan. Tapi entah mengapa terselip sedikit rasa kecewa di hati.

Freya memandang cermin. Membolak-balik tubuhnya dan melihat pantulan dirinya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Apa aku tak secantik perempuan-perempuan yang pernah jadi kekasihnya, ya?

"Kev, gue mau bicara sama lo," ucap Freya saat Kevin baru saja melangkah keluar kamar mandi.

Lelaki yang sudah mengenakan celana santai selutut dan kaos polos berwarna putih itu berjalan mendekat sambil mengeringkan kepalanya dengan handuk.

"Hmm ...?"

"Jadi gini." Freya bicara pelan sambil berpikir keras bagaimana sebaiknya mengutarakan isi hatinya dengan diplomatis. Ayo, Fre lo kan anak komunikasi, harusnya lo bisa!

"Gue ... sama lo ... kita sama-sama menikah karena perjodohan. Ehm, maksud gue, gimana kalau sebulan ini ... kita taaruf dulu?"

"Maksud lo ..." Kevin mengernyitkan dahi. "Pacaran?"

"Nggak-nggak, beda." Freya mengibaskan tangan. "Taaruf itu saling mengenal dengan cara-cara yang baik, seperti emmm ...."

Ia sendiri bingung bagaimana menjelaskannya pada Kevin. Namanya juga baru belajar hijrah, ya kan. Hijrahnya karena lelaki pulak. Lelaki yang gagal dinikahi, huhuhu. Ingat itu, Freya mendadak kesal lagi.

"Ya, pokoknya ... dalam sebulan ini kita coba mengenal satu sama lain dulu. Kalau cocok lanjut dan kalau tidak ...." Freya menggantung ucapannya.

"Ooh. Maksudnya lo ga mau kita berhubungan suami istri dulu, gitu kan?" tukas Kevin frontal. Asli bikin Freya salah tingkah. "Dah, nggak usah kebanyakan basa-basi."

Gadis itu hanya mampu berdehem lantas mengangguk.

"Apa ucapan gue tadi kurang jelas?" Kevin mencondongkan tubuh ke arah Freya. Hingga gadis itu dapat menghirup aroma shampo dan sabun yang menguar dari tubuhnya. "Gue ulangi, ya. Gue memang suka bermain wanita, tapi gue bukan pemerk*sa."

Lelaki itu lantas melangkah pergi sambil melempar handuk basah ke atas kasur, bikin Freya melotot!

"Keviiin! Handuk lo tarok tempat yang bener, dong. Kasur gue jadi basah, nih!"

Drama pasutri pun dimulai.

Salah Terima LamaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang