6. Taaruf

2.1K 102 4
                                    

"Ehem, pengantin baru, pagi-pagi udah masak aja!" ledek Mama ketika mendapati Freya di dapur.

Gadis itu hanya tersenyum. Sebenarnya sih, dia masih pengen rebahan, tapi karena di kamar ada orang asing, berlama-lama di ruangan itu sepertinya bukan ide yang bagus.

"Eh, tapi kok udah pakai jilbab aja, Fre, emang kamu mau pergi?"

"Bukannya Mama bilang, Freya harus konsisten menutup aurat. Meski nggak di luar rumah, kalau di rumah ada orang lain harus pakai jilbab juga, kan?"

"Orang lain?" Mama nampak berpikir keras siapa orang lain yang di maksud. Hingga mata Freya memberi kode menunjuk orang yang baru tiba di meja makan.

"Maksud kamu, Nak Kevin? Ya ampun Freyaa. Dia kan, suami kamu. Mau kamu buka hijab bahkan buka baju di depan dia, udah HALAL."

Freya menelan ludah, merinding mendengar ucapan Mama barusan. Buka baju? Hiiiy. Kalau nanti ternyata dia tidak cocok dengan Kevin lalu mereka memutuskan berpisah, Freya tidak mau jadi janda yang ternoda!

"Terus semalam ..." Tiba-tiba Mama menyentuh rambut Freya yang ada di balik hijab. "Rambut kamu kok nggak basah, Fre? Jangan bilang, semalam kamu menolak untuk ...."

"Semalam kita capek, Ma," ucap Kevin sambil berjalan mendekat pada ibu dan anak yang tengah berdebat di depan meja dapur.

"Iya kan, Sayang?" Melirik Freya, sebelah tangannya dengan santai merangkul gadis itu membuat mata Freya mendelik. Apa-apaan ini?

"I-iya, Ma. Capek."

"Mama ini sukanya ikut campur saja." Papa yang baru tiba di ruang makan ikut menimpali.

"Ingat nggak, malam pertama kita dulu juga langsung tidur, kan. Habis buka kado dan itung amplop, langsung tidur " Papa terkekeh yang kemudian lekas diberhentikan istrinya.

"Ih, Papa buka kartu, deh!"

"Yaah, biasa itu, namanya juga pengantin baru, selain capek, masih malu-malu, mungkin." Papa melirik ke arah Kevin. "Betul nggak, Nak Kevin?"

Kevin hanya tertawa kecil menanggapi papa mertuanya, lalu tak lama mengajak istrinya segera ke meja makan. "Bisa kita sarapan sekarang, Sayang?"

"Ahahaaa, iya bisa-bisa," jawab Freya dengan tawa yang dibuat-buat. Ia berusaha melepaskan diri dari cengkraman Kevin di bahunya, namun lelaki itu justru semakin kuat memeluknya.

"Ambilkan nasi buat suamimu dulu, Fre," tegur Mama saat melihat Freya malah mengisi piringnya sendiri.

"Oh, nggak usah, Ma. Saya ambil sendiri saja. Ini Fre, makan telurnya yang banyak, ya." Kevin malah berinisiatif meletakkan telur di piring Freya.

"MasyaAllah ..." Papa dan Mama tentu saja terkesima.

"Nggak salah kita terima Kevin sebagai menantu ya, Pa," ujar Mama sumringah.

Freya tersenyum, sinis, ke arah Kevin. Pasti ada maunya, nih, orang.

"Ngomong-ngomong, kalian mau bulan madu kemana, nih?" Bukannya ikut sarapan, Mama malah terus ngerusuhin sepasang pengantin baru di hadapannya.

"Ma, sarapan dulu ..." Freya mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Mama belum lapar," jawab Mama. Pandangannya lalu beralih kepada menantunya. "Gimana, Nak Kevin?"

"Saya masih banyak kerjaan, Ma. Jadi, bulan madunya ditunda dulu. Nggak apa-apa kan, Sayang?" Kevin menoleh pada Freya.

"Ooh iyaa nggak apa-apaa." Freya tertawa palsu. "Kerja aja teruuus."

"Oh, ya sudah, Nak Kevin selesaikan saja dulu pekerjaannya. Freya juga cepet-cepet selesaikan kuliah. Biar bisa fokus jadi ibu rumah tangga. Mama udah kangen pengen ngurus bayi lagi."

"Maksudnya, Mama sama Papa mau program punya anak lagi?" tanya Freya asal.

"Hus!" Mama mengibaskan tangan. "Yang punya anak ya kalian. Nanti Mama pasti bantu ngasuh anak-anak kamu Fre."

Yaelah, Mama yang kangen ngurus bayi malah aku yang disuruh bikin. Freya menggumam dalam hati.

"Ma, Pa. Kevin berangkat kantor dulu, ya." Kevin yang sudah menyelesaikan sarapannya berdiri.

Diciumnya punggung tangan Mama dan Papa. Lalu Freya, diciumnya kening gadis itu. "Berangkat ya, Sayang."

"Duuh romantisnyaaa," celetuk Mama dan Papa hampir bersamaan.

Saat Kevin sudah berjalan beberapa langkah, Freya memanggil. "Kevin, tunggu!"

"Fre!" bentak Mama. "Kok, nggak sopan sama suami. Panggil Mas dong, lagian kamu sama Kevin itu beda usianya delapan tahun."

"Iya, Ma. Iya."

"Mas-Kevin," panggilnya sedikit canggung. Pertemuan pertama ia dan Kevin saja saling memanggil lo gue dan sekarang harus manggil Mas. Duh.

"Bisa ... Sekalian antar ke kampus?"

Bukannya nggak mandiri atau bermaksud bermanja-manja dengan Kevin minta diantar kuliah segala, tapi Freya merasa ada yang perlu dibicarakan dengan lelaki itu.

"Sayang, maaf ya, aku buru-buru." Kevin melirik arloji di tangan kirinya. "Kampus kamu sama kantorku kan nggak searah."

"Iya Fre, kamu naik motor aja kaya biasa, tahu sendiri kan, suami kamu itu orang sibuk."

Cih, kalau nggak ada Papa dan Mama, Freya mungkin akan tertawa keras-keras. Sibuk apaan? Sibuk pacaran?

"Ehm, iya Ma. Freya antar Mas Kevin dulu sampai depan, ya."

"Iya, dong. HARUS. Kamu lihat Papa dan Mama, kan meski udah tua begini tetap mesra. Kalau Papa mau berangkat kantor pasti peluk cium Mama dulu.

Freya hanya tersenyum basa-basi menanggapi ucapan Mama, lalu mengekori Kevin berjalan menuju halaman tempat mobilnya dipatkir.

"Heh, maksud lo apa, sih?" bentak Freya dengan suara lirih setelah dirasa posisinya cukup jauh dari Papa dan Mama.

"Apa?" Kevin malah balik bertanya.

"Manggil sayang, pakai cium segala lagi!"

"Bukannya begitu ya orang taaruf, biar tahu rasanya, kan!"

"Kurang aj*r!" umpat Freya.

"Gini, sih orang nggak pernah ngaji, lo pikir sama gitu taaruf sama gaya pacaran lo yang asal main sosor aja. Nih ya, kemarin gue ikut kajian Mas Kahfi. Taaruf itu tetep ga boleh salinh sentuh, bahkan berduaan saja tidak boleh. Kalau mau ngobrol untuk saling mengenal ya harus bersama mahrom," jelas Freya panjang lebar.

"Lo lagi bicarain apa?" Kevin tertawa. Terlihat sekali meremehkan. "Taaruf untuk yang masih single, kan? Kalau sudah menikah, mau sentuh kek, bahkan lebih dari itu HALAL, malah jadi ibadah."

Freya menelan ludah. Kesal, tapi yang dikatakan Kevin,.memang benar, kan.

"Tapi kita udah sepakat untuk -" Ucapan Freya terhenti ketika mendengar ponsel Kevin berbunyi. Lelaki itu bergegas mengambil ponsel dan mengisyaratkannya untuk diam.

"Ya, Sayang?"

What? Freya melotot, barusan Kevin memanggilnya Sayang lalu ini ... sayang yang mana lagi?

"Ini aku mau berangkat Sayang, tunggu, ya."

"Lo masih berhubungan sama pacar lo itu?" semprot Freya setelah Kevin memutus sambungan telepon.

"Kenapa, lo keberatan?"

Tak mendapat jawaban, Kevin bertanya lagi, "Cemburu?"

Sia*lan. Freya mengumpat dalam hati. Ia pun sebenarnya sulit mendeskripsikan bagaimana perasaannya saat ini. Cemburu? Dih, nggak sudi amat. Kesal aja, emm jijik mungkin lebih tepatnya, ya.

"Berangkat," ucap Kevin. Kecupan sekali lagi di kening membuat Freya tersadar dari lamunannya lalu melotot. "Kev, lo tuh ya ...."

"Mama dan Papa masih melihat kita." Pria itu lantas mengangguk hormat pada Mama Papa yang masih mengawasinya dari kejauhan. "Apa salahnya sih, menyenangkan mereka?"

💙💙💙

Sepi, nggak lanjut niih. Ngancem wkwk. Cuss komen dulu yang rameee, follow othor dan masukkin cerita ke library.

Salah Terima LamaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang