22. Cincin Nikah

1.2K 76 7
                                    

Gaeees, maap baru update lagi, huhuhu. Moga masih pada setia ngikutin kisah cinta Kevin dan Freya. Eh Kahfi diajak nggak, niih? 😆😆 Bab udah dipangkas yaa. Full part hanya untuk pembaca setia yang gercep baca.

💙💙💙


"Ngapain sih beli cincin segala?" omel Freya ketika mereka sudah meninggalkan toko perhiasan dan masuk lagi ke dalam mobil.

"Paling tidak cincin itu membuat orang berpikir dua kali ketika ingin mengganggumu." Kevin menjawab dingin, namun rasa hangat justru menjalar di hati Freya. So sweet amat. Tumben.

"Kev, cincin gue itu hanya ketinggalan di rumah Mama, bukan ilang. Tinggal ambil aja ntar, beres, kan."

"Cincin itu Mami yang membelikan. Bukan aku."

Freya menoleh, menatap Kevin yang rasa-rasanya bersikap aneh hari ini, mulai dari membelikannya cincin sampai ber aku-kamu sekarang.

"Dih, aku! Biasanya juga gue-elo!" ledek Freya.

"Kita suami istri Fre, aku nggak mau dipandang aneh orang-orang."

Oh, untuk pencitraan toh?

"Dan satu lagi, panggil aku Mas dari sekarang, bukan hanya kalau di depan Mami Papi atau orang tuamu."

Hah?

"Napa sih lo, Kev, tiba-tiba ..."

"Mas!" potong Kevin.

"Apa?"

"Mas-Ke-vin," ulang lelaki itu dengan mengeja, seperti mengajari balita bicara.

"Mas-Ke-vin?" Freya mengikuti dengan terbata. Aneh rasanya memanggil begitu.

"Nah."

"Nggak enak, ga biasa," protes Freya.

"Aku bahkan lebih tua dari Kahfi, Fre! Kamu bisa, kan, panggil dia Mas. Kenapa manggil aku Mas nggak bisa?"

"Mas Kahfi itu beda."

"Beda? Karena kamu suka sama dia? Masih, sampai sekarang?"

"Pa-an sih, dah nggak usah kepo. Maksudnya, dari awal, gue udah panggil Mas Kahfi dengan Mas. Kan beda sama elo."

"Kamu, Fre." Kevin meralat ucapan istrinya lagi.

"Aku." Kevin menunjuk dirinya, lalu Freya " ... dan kamu."

Sejenak Freya melirik lelaki di sebelahnya. "Tau dah serah elu."

"Ehm."

"Terserah kamuuuu maksudnya .... Terserah Mas-Ke-vin!" ucap Freya dengan nada kesal tapi Kevin malah jadi gemas.

Diacaknya pucuk kepala Freya sambil tertawa kecil. "Nah, gitu, dong."

"Suka cincinnya?" tanya Kevin. Diam-diam ia memperhatikan istrinya yang sepanjang perjalanan menunduk melihat ke arah cincin yang dikenakan.

"Eh eh, apa?" Freya menoleh dengan gelagapan.

"Suka cincinnya?" ulang Kevin.

"Eh, gue tuh, ehm aku ... dari tadi bukannya ngelihatin cincin, ya." Freya berusaha mengelak. "Jariku tuh pegel-pegel tadi, kebanyakan nulis. Makanya kulihatin, keriting apa nggak nih jari!"

Kevin tertawa sambil menggelengkan kepala.

"Kenapa lo, eh kamu ... ketawa? Ngeledek ya?"

"Fre, aku hanya tanya, suka cincinnya? Kamu kan tinggal jawab suka atau tidak, kenapa pembahasannya sampai jari keriting gara-gara kebanyakan nulis, sih?"

Freya terdiam. Iya juga, ya. Dengan jawab begitu, malah ketahuan saltingnya, kan.

"Hmm, ya, ya, suka," jawabnya akhirnya. "Cuma harganya aja nggak suka. Heran, cincin apa sih seratus juta lebih. Nggak kamu tawar lagi!" gerutunya sambil membolak balik jari, memperhatikan cincin itu lagi.

"Harga cincin yang lebih dari itu juga ada. Cincin nikah kamu yang dibelikan Mami harganya dua ratus juta."

"What?" Freya membelalakkan mata. "Serius?"

Kevin hanya menjawab dengan anggukan dan tersenyum setelahnya. Apalagi saat istrinya terlihat begitu panik menelepon sang Mama.

"Mama, halo. Coba lihatin di meja belajar Freya ada cincin nggak?"

"Ada?" Pfiuuh Freya menarik napas lega. Dua ratus juta gitu loh. "Tolong simpenin ya, Ma. Oke, makasih Ma. Udah ya, dah Mama. Assalamualaikum." Freya menyudahi panggilan telepon.

Lantas hening beberapa saat lamanya sampai Kevin memanggil namanya.

"Fre ..."

"Hem?" Freya menoleh.

"Taarufnya udahan, ya?"


Salah Terima LamaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang