2. Batalkan Saja

3.2K 119 5
                                    

Jangan lupa follow othor dan masukkan cerita ini ke library yaa. Biar ga ketinggalan notif update.

🌸🌸🌸

"Ma, kita batalkan lamarannya!" ucap Freya setelah berhasil menarik Mamanya ke dapur menjauh dari Bapak dan Ibu Arifin.

"Sembarangan kamu bicara, Fre!" bentak Mama. "Baru sepuluh menit lalu kamu dilamar dan mengiyakan, sekarang mau membatalkan? Lamaran ini bukan main-main." Mama yang kesal menjewer telinga Freya sampai anak semata wayang nya mengaduh kesakitan.

"Tapi, Ma, Freya maunya nikah sama Kahfi bukan Kevin." Saking gembiranya tadi, Freya sampai tidak memperhatikan nama yang disebut Papi Mas Kahfi. Dia langsung menjawab ya, waktu Pak Arifin mengatakan mau melamarnya untuk sang anak.

"Freya pikir, anaknya Pak Arifin cuma satu, Mas Kahfi itu, Ma." Freya beralasan. "Batal ya, Ma," rengeknya.

"Kamu mau bikin malu keluarga kita? Papamu bisa-bisa kumat sakit jantungnya," sungut Mama. "Sudah-sudah, mau Kahfi atau Kevin sama saja. Sama-sama anaknya Pak Arifin, salah satu orang terkaya versi majalah FORBOS 2023," tekan Mama.

"Kalau gitu, Mama bilangin sama Tante Tari kalo Fre maunya nikah sama Mas Kahfi."

"Ya, nggak bisa semudah itu dong Fre. Memangnya Kahfi mau sama kamu? Lagian Kevin juga ganteng, kok."

"Tapi, Ma ...."

"Udah-udah, Mama mau keluar lagi, nggak enak sama tamu." Mama melepaskan tangan Freya yang sedari tadi menggenggam erat lengannya. "Dengar ya Fre, kamu jangan macam-macam, pernikahan tetap harus berjalan. Kamu ingat kan apa pesan dokter waktu terakhir jantung Papa kumat?" ancam Mama kemudian melangkah pergi.

"Kacau!" Freya menghempaskan badannya di atas kursi lalu mengembuskan napas panjang.

"Fre, Freya, ini tante Tari mau pamit." Terdengar teriakan Mama dari ruang tamu.

"I-iya Ma." Freya bergegas keluar. Jangan sampai mamanya mengomel lagi dan sakit jantung Papa kumat gara-gara dia. Freya begidik ngeri membayangkan itu.

"Bagaimana kalau minggu depan?" ucap Tante Tari bagitu Freya muncul di hadapannya.

Ha?

"Minggu depan kita nikahkan Freya dan Kevin, sebelum Kevin berangkat ke Korea."

Freya menelan ludah. Harus minggu depan banget, Tan?

"Iya, kami lebih tenang, kalau Kevin pergi jauh ada istri yang menemani." Pak Arifin menimpali.

"Wah, bagus itu." Jawaban Papa bikin Freya melotot. "Freya udah dari lama juga pengen ke Korea, kan? Pengen ketemu siapa itu, To Ming Se?"

"Le Min Ho, Papa." Freya memaksa senyuman muncul di bibirnya.

"Oh, ya ya ya Le Min Ho. Mirip sih namanya, ada Min-Minnya." Papa tergelak. "Tapi sekarang, Freya pasti udah nggak kepengen ketemu Le Min Ho lagi."

"Lho, kenapa, Pak?" Tante Tari heran. Tapi tidak dengan Freya Ia sudah terlalu kebal menghadapi Papa yang begini. Lihat saja habis ini Papa pasti akan mengeluarkan joke garing.

"Lha, udah ada yang lebih ganteng dari Le Min Ho yang bakal jadi suaminya." Tuh, kan.

Papa tertawa. Tante Tari tertawa, semua ikut tertawa, kecuali Freya yang hanya bisa tersenyum kecut sembari memikirkan nasib malangnya, menikah dengan orang yang ... jangankan cinta, kenal juga nggak.

"Tante, bisa nggak Freya ketemu dulu sama Mas Kevin."

Jalan satu-satunya menurut Freya saat ini adalah mencoba bertemu dengan Kevin. Freya merasa perlu tahu alasan mengapa Kevin melamarnya dan mungkin, akan lebih mudah jika Kevin saja yang memberikan pengertian pada orang tuanya bahwa rencana pernikahan ini harus dibatalkan. Melihat karakter Pak Arifin juga Kahfi yang lembut dan bijaksana, Freya rasa Kevin punya karakter yang tak jauh dari mereka. Lelaki itu pasti mengerti mengapa mereka harus membatalkan pernikahan ini.

"Oh, tentu Fre, tentu saja bisa. Pasti banyak yang harus kalian bicarakan soal pernikahan. Konsep acaranya mau bagaimana, baju pengantinnya, siapa saja yang diundang. Tapi kamu tenang aja, waktu seminggu cukup, kok. Tante punya kenalan Wedding Organizer yang sudah berpengalaman." Tante Tari mencoba menyemangati Freya yang tampak gundah. Dipikirnya gadis itu galau karena harus mempersiapkan acara pernikahan dengan cara seksama dan dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.

"Harusnya sih, Kevin yang ke sini menemui kamu, ya." Tante Tari mengusap-usap bahu Freya, merasa tak enak hati "Tapi nunggu Kevin kelamaan. Nggak apa-apa kan, kamu yang menemui dia di kantor?"

Freya hanya menjawab pertanyaan itu dengan senyuman.

"Tania, Kevin di kantor, kan?" Pak Arifin bicara dengan seseorang lewat sambungan telepon. "Ada tamu penting mau datang ke kantornya, namanya FREYA. Jangan sampai dia pergi sebelum Freya datang."

"Fre, Om sudah telepon sekretarisnya Kevin. Maaf, Om tidak bisa mengantar," ujar Pak Arifin setelah memutus sambungan telepon. Lelaki tua yang masih nampak gagah itu menengok arloji di tangan kirinya. "Om ada janji dengan klien di kota sebelah, kalau harus ke kantor dulu, sepertinya tidak sempat."

"Oh, nggak apa-apa, Om. Freya pergi sendiri saja, sekalian mau berangkat ke kampus."

Segera setelah keluarga Pak Arifin pulang, Freya menuju ke alamat yang tertera pada kartu nama dengan motor matiknya. Sepanjang perjalanan, Freya sibuk menyusun kalimat yang harus ia sampaikan nanti. Juga menerka-nerka bagaimana sifat calon suaminya itu. Dih calon suami. Freya merinding menyebut itu.

"Inget, jangan macem-macem kamu Fre." Terngiang kembali pesan Mama sebelum Freya meninggalkan rumah. Mama sangat tidak rela kalau sampai gagal besanan dengan keluarga Arifin. Keluarga Arifin, sih mungkin gampang dapat calon mantu pengganti. Tapi bagaimana dengan Freya. Kapan lagi ada pria ganteng, pimpinan perusahaan, dan anak sultan yang akan datang melamarnya.

Tiba di salah satu ruangan yang diinfokan oleh sekuriti kantor, ia menghampiri seorang perempuan yang sedang berkutat dengan laptopnya.

"Mbak, permisi saya mau bertemu dengan Pak Kevin."

"Sudah ada janji sebelumnya, Mbak?"

"Sudah Mbak, lewat Pak Arifin."

"Oh iya, Mbak Freya, ya?"

Freya mengangguk mengiyakan.

"Silakan, Mbak. Di sana ruangannya."

Freya melirik horor ruangan yang ditunjuk si karyawati. Sepanjang kaki melangkah menuju ruangan itu, mulutnya komat-kamit melantunkan doa.

Allahumma baariklana fiimaa razaqtana waqina adzaa bannaar. Eh salah ya?

Rabbishrahli shadri, wayassirli amri wahlul uqdatammillisani yafqahuu qauli.

Wahai Tuhanku, lapangkanlah bagiku dadaku, dan mudahkanlah bagiku urusanku, dan lancarkanlah lidahku supaya mereka paham ucapanku.

Doa itu ia ketahui dari Kahfi yang minggu lalu baru mengisi kajian di mushala kampus. Kata Kahfi, itu merupakan doa yang dibaca Nabi Musa ketika menghadapi Fir'aun. Freya rasa cocok juga dibaca di saat-saat seperti ini. Ah, ia jadi ingat Kahfi lagi, kan.

Sekali lagi, gadis dengan penampilan casual paduan tshirt panjang dan celana jins, juga hijab sederhana yang dililit di leher itu, mengucap basmalah. Ia lalu mengetuk pelan ruangan Kevin yang kini berada tepat di hadapannya.

Karena tak kunjung mendapat jawaban, kembali Freya mengetuk pintu untuk yang kedua kalinya. Satu detik, lima detik, sepuluh detik, hingga satu menit Freya menunggu, tetap tak ada jawaban. Hanya sayup-sayup terdengar suara alunan musik dari dalam.

Freya lantas memberanikan memegang handle pintu, menurunkannya perlahan dan mendorong pintu sembari mengucap salam. "Assalamua-"

"Aaaakkk." Ucapan salam Frea terputus dan berganti dengan teriakan. Ia tak menyangka dengan pemandangan menjijikkan yang ia lihat di ruangan calon suaminya dengan mata kepala sendiri.

🌸🌸🌸

Nah lo, Freya lihat apaan cobaaa? Lanjut nggak nih kok sepi yaa 😌😌 Di KBM App sudah sampai bab 19 yaa kalau mau maraton baca 😊😊

Salah Terima LamaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang