8. Malaikat Penyelamat

1.9K 91 2
                                    

"Jadi, kapan Kevin diangkat resmi sebagai CEO, Pi? Kevin sudah mengikuti perintah Papi untuk menikah, kan?"

Pak Arifin terkekeh mendengar ucapan anak sulungnya. Namun tak menjawab sepatah katapun. Ia malah asik menggeser-geser layar tab yang menampilkan koran digital, sambil duduk santai di kursi kerjanya.

Posisi Kevin saat ini, baru sebagai manager operasional di salah satu perusahaan Papi yang bergerak di bidang perhotelan.

Beberapa waktu lalu, Papi memang mengatakan akan mundur dari jabatan CEO di kantor itu. Menurut Papi, sudah saatnya ia tak lagi berada dalam manajerial internal perusahaan. Sebagai pemegang saham, cukuplah ia menjadi penasihat atau dewan komisaris saja.

"Kevin sudah menjadi suami yang baik, kan, sesuai titah Papi. Kalau nggak percaya, Papi tanya aja sama papa mamanya Freya," sambung pemuda itu lagi penuh percaya diri.

"Kevin ... Kevin ..." Papi meletakkan tab yang semula dipegangnya ke atas meja "Belum juga seminggu jadi suami, sudah mengklaim diri sendiri sebagai suami yang baik. Nanti, Papi akan tanya langsung ke Freya soal itu, bukan ke orang lain. Lagian, Papi kan sudah bilang, hanya bisa merekomendasikan, anggota dewan komisaris itu bukan cuma Papi seorang."

"Tapi, saham Papi kan, yang paling besar."

"Benar. Saham Papi memang paling besar. Tapi kalau saham mereka digabung, tetep aja Papi kalah suara."

Melihat raut kesal di wajah putranya, Pak Arifin bangkit dari duduk, mendekati Kevin dan menepuk-nepuk pundaknya. "Besok, Papi mau undang rekanan bisnis kita dan anggota dewan komisaris ke rumah untuk acara ngunduh mantu kamu dan Freya. Itu kesempatan kamu untuk mendekati mereka."

*****

Acara tasyakuran ngunduh mantu diselenggarakan pada malam hari di kediaman Pak Arifin. Meski diadakan di rumah, Bapak dan Ibu Arifin mengundang cukup banyak tamu yang merupakan kolega bisnis baik internal maupun eksternal perusahaan.

Freya turun dari mobil yang sudah dihias bagai mobil pengantin, lalu berjalan berdampingan dengan Kevin. Di samping kanan kiri mereka ada Papa dan Mama Freya. Sementara itu beberapa anggota keluarga lain turut berjalan di barisan belakang.

"Selamat datang besan dan menantu," sambut Pak Arifin dengan senyum lebar. Selanjutnya seorang lelaki yang bertugas sebagai MC mulai membuka acara. Ada penyampaian sepatah dua patah kata dari pihak keluarga Freya, juga sambutan dari Bapak Arifin, papinya Kevin. Setelah itu, para tamu dipersilakan menikmati jamuan makan malam. Bukan acara yang terlalu formal, memang.

Sepanjang acara, Freya berdiri di dekat Kevin, tersenyum dan menyambut uluran tangan para tamu undangan. Capek, ngantuk, lapar. Ditambah ia kesal berasa jadi obat nyamuk di tengah-tengah obrolan Kevin dan para koleganya. Mau nimbrung, nggak paham juga apa yang dibicarakan. Mau mlipir ambil makanan, sungkan.

"Fre, sudah makan?" Kahfi datang membawakannya satu piring berisi beberapa roti croissant.

 Kedatangannya bak malaikat penyelamat di mata Freya. Tahu saja, gadis itu sedang lapar. Ia pun menggeleng.

"Makan dulu. Saya bawakan kursi juga. Makannya sambil duduk. Nanti kalau ada tamu, kamu bisa berdiri lagi." Kahfi meletakkan kursi tepat di belakang Freya.

Tapi, baru saja Freya hendak menerima piring makan pemberian Kahfi, Kevin menarik tangannya.

"Ayo, kita makan," ajak lelaki itu yang lantas berjalan menuju meja khusus yang sudah disiapkan untuk sepasang pengantin baru dan keluarga.

"Eh." Freya terkejut. Kurang ajar memang Kevin, baru dia mau berakrab-akrab ria sama Kahfi, udah diganggu aja.

"Maaf, Mas, aku ke sana, ya," pamitnya pada Kahfi yang dijawab dengan anggukan.

Salah Terima LamaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang