4. Batalin Jangan?

2.3K 98 2
                                    


"Fre, berapa banyak orang menikah atas dasar cinta lalu berakhir dengan perceraian."

Di kamar, Freya kembali terngiang ucapan ibunya.

"Kamu lihat Mbak Mala, sepupumu itu, sudah lima tahun pacaran dengan Mas Gigih, di tahun pernikahan ketiga mereka berpisah, kan. Cinta bukan jaminan, Fre."

"Sebaliknya, lihat eyang. Mereka nikah karena dijodohkan. Langgeng sampai maut memisahkan. Bahkan yangkungmu tak pernah mau menikah lagi selepas uti meninggal."

Freya menarik napas panjang, lalu menghempaskan tubuh di atas ranjang.

"Cinta bukan jaminan," gumamnya mengulang kata-kata Mama. Ada benarnya. Tapi astagaa kalau ingat bagaimana pertemuan pertamanya dengan Kevin, sungguh membuat ia ilfil. Wanita itu, apakah kekasihnya? Freya bertanya-tanya sendiri.

Berbeda jauh dengan dirinya, wanita itu terlihat dewasa dan nampak berkelas. Freya bangkit, lantas melihat pantulan dirinya di depan kaca. "Apa dia bilang tadi? Mana mungkin suka sama cewek kaya gue? Sial*n!" umpatnya dengan suara lirih.

"Fre, anak Tante ini memang agak keras, sedikit susah diatur. Tapi Tante yakin, yang bisa mengubahnya menjadi lebih baik itu istrinya kelak. Kamu."

Freya ingat, tadi Tante Tari sempat bicara begitu sewaktu datang melamarnya, yang lantas ia tampik dalam hati, "Perasaan, Mas Kahfi nggak gitu, deh." Freya tak sadar bahwa yang dibicarakan Tante Tari anaknya yang lain.

"Ah, bodohnya aku!" Freya mer*mas lalu meninju bantal yang semula dipeluknya untuk melampiaskan kekesalan.

Merasa permasalahannya menemui jalan buntu, ia lantas membuka instagram, klik eksplore dan scrolling, yah siapa tau ada hal lucu dan menarik yang bisa menghibur hatinya yang sedang dilanda gundah gulana hari ini.

"BOLEH JADI KAMU MEMBENCI SESUATU PADAHAL IA AMAT BAIK BAGIMU & BOLEH JADI PULA KAMU MENYUKAI SESUATU PADAHAL IA AMAT BURUK BAGIMU, ALLAH MENGETAHUI SEDANG KAMU TIDAK MENGETAHUI."

Kutipan terjemah surah Al-Baqarah itu tiba-tiba saja melintas di instagram Freya. Entah mengapa sudut hatinya berdenyut membaca itu. Apakah Kevin yang terbaik untuknya? Ia mulai menyambung-nyambungkan kutipan ayat itu dengan apa yang sedang dialaminya saat ini.

Terbaik? Baik apanya? Tak sedikitpun kutemukan kebaikan dari dalam diri lelaki itu. Bahkan pertemuan pertama kami, bisa dibilang memberikan kesan awal yang buruk.

Freya bermonolog dalam hati.

Ya Allah, coba tunjukkan satuuu saja kebaikan yang dimiliki lelaki itu, maka aku bersedia menikah dengannya.

*****

Kuliah masih dua jam lagi, namun Freya sudah berpakaian rapi. Ia memutuskan berangkat pagi-pagi sekali. Hatinya masih dilanda galau. Ponsel dimatikan semalaman, bahkan sampai sekarang belum ia nyalakan kembali. Gadis itu sedang tak mau diganggu, ia ingin menjernihkan pikiran terlebih dahulu.

Mengendarai motor matiknya dengan kecepatan rendah, Freya menikmati kesendiriannya di jalanan.

Berhenti di salah satu lampu merah, gadis itu mengedarkan pandangan. Tampak pedagang asongan berbondong-bondong mendekati kendaraan yang mulai menghentikan lajunya. Lalu beberapa anak kecil berpakaian lusuh berlarian dengan membawa setumpuk koran di tangan mungil mereka. Tiba-tiba sesuatu menarik perhatiannya. Sebuah sedan hitam sporty keluaran eropa terbaru berbodi kinclong, yang posisinya beberapa meter di depan, menurunkan kaca jendela mobil bagian sopir. Dari tempat Freya berhenti, ia dapat meIihat seorang lelaki berpakaian jas rapi mengulurkan selembar uang lalu menerima koran dari tangan gadis kecil. Tangan lelaki itu sejenak mengusap kepala si gadis cilik penjaja koran sebelum kembali ditariknya ke atas kemudi.

"Oh, manis sekali." Freya membatin. Tanpa sadar bibirnya mengukir sebuah senyuman.

Lampu lalu lintas kembali hijau. Suara klakson bersahutan menyadarkan Freya dari lamunannya. Ia lantas menarik gas dan cepat-cepat melajukan motornya agar kendaraan di belakang bisa ikut berjalan. Hingga tanpa disadari, motornya kini jalan bersisian dengan sedan hitam kinclong yang menarik perhatiannya tadi.

Freya sengaja melambatkan laju kendaraannya lalu menoleh saat kaca mobil itu masih terbuka setengah. Berulangkali gadis itu mengerjapkan mata karena tak percaya dengan sosok yang dilihatnya di depan kemudi.

"Itu ... Kevin?"

****

Sesampai di kampus, Freya melirik jam di tangannya. Perkuliahan masih satu jam lagi, ia memilih duduk di depan salah satu kelas yang sepi dari lalu lalang manusia. Dinyalakannya ponsel yang semenjak semalam dimatikan. Pesan wassap masuk berturut-turut, ada juga beberapa panggilan tak terjawab. Dari Tante Tari.

Baru hendak membuka beberapa pesan pribadi, ponselnya berbunyi nyaring. Nama Tante Tari tertera di layar.

"Assalamualaikum, Tante," sapa Freya setelah mengusap tombol terima panggilan.

"Waalaikum salam. Ya ampun Free, ke mana aja? Dari semalam pesan Tante nggak dibaca, telepon juga nggak diangkat. Tadi Tante ke rumahmu lho, tapi kamu sudah berangkat."

"Maaf Tante, semalam HPnya mati. Ini baru hidupin HP."

"Ya yaa, nggak apa-apa. Terus konsep acara pernikahan kamu sama Kevin, gimana? Kevin bilang ke Tante, semua terserah calon istrinya."

"Freya ngikut Tante aja, acaranya mau bagaimana. Papa minta sih yang sederhana aja, Tan, biar nggak ribet."

"Oke, kalau gitu biar Tante koordinasikan dengan papa mamamu, ya. CaIon pengantin emang sebaiknya jangan banyak pikiran." Terdengar kekehan dari seberang.

Tiba-tiba bahu Freya ditepuk seseorang dari belakang. Ternyata Sherin yang datang. Mereka memang janjian ke kampus lebih awal karena Freya ingin curhat banyak dengan Sherin. Melanjutkan curhatnya yang belum tuntas kemarin sore lewat WA.

Freya mengacungkan jari telunjuk di depan bibir, memberi isyarat agar temannya jangan berisik, karena ia tengah menerima telepon. Sherin menganguk. Ia duduk di dekat Freya sembari ikut mendekatkan telinga di ponsel. Kepo, sahabatnya itu sedang berbicara dengan siapa, sih?

"Oh iya, kamu tau salon Tarisa yang di Indah mall itu, kan?" tanya Tante Tari.

"Iya Tante, tau."

"Itu kan salonnya Tante, kamu nanti abis kuliah ke sana ya. Tante sudah bilang sama pegawai tante untuk memberi treatment spesial untuk calon pengantin. Kamu boleh lho kalau mau ke sana sama teman, nanti temanmu juga akan Tante kasih treatment spesial GRA-TIS."

Spontan mata Sherin membulat, mulutnya menganga. Udah GR aja dia, bakal diajak sama Freya.

"Terus, pujasera yang ada di mall itu kan punyanya Tante juga. Kamu boleh ajak teman-temanmu makan di sana sepuasnya. Ya, anggap aja pesta bujang sebelum kamu nikah. Tinggal tunjukin kartu identitasmu sama pegawai Tante ya, nanti semua tagihan Tante yang bayar."

Hampir Sherin berteriak kegirangan, untung cepat-cepat Freya tutup mulutnya dengan telapak tangan.

"Jangan lupa datang ke K butik, pilih baju yang kamu suka, nanti tagihannya juga masuk ke Tante."

"Oh i-iya Tante," jawab Freya merasa sungkan atas keroyalan Tante Tari."Tapi ... baju-baju Freya udah banyak, kok." Sepertinya kali ini lebih baik Freya menolak.

"Tapi kamu pasti belum punya baju-baju seperti di butik Tante," ucap Tante Tari yakin. Ia lalu bicara dengan suara yang terdengar lebih lirih namun penuh penekanan, "Butik tante itu khusus menjual lingerie-lingerie sek*i". Uhuks, Freya hampir terjengkang mendengarnya.

"Fix, calon mertua idaman setiap wanita ini sih, Fre!" ujar Sherin setelah Freya dan Tante Tari mengakhiri pembicaraannya. "Jangan sampai lepas!"

🌸🌸🌸

Haii siapa yang ngikutin cerita ini ngacuuung. Kalo sepi jd nggak semangat lanjutin, hiks. Di KBM App udah bab 20 yaa yg mau maraton bacaa.

Salah Terima LamaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang