Suara gemericik air terdengar merdu, jatuh beriringan satu sama lain, membasahi tanah gersang sebab cahaya sang penguasa siang.
Kring!
Bunyi lonceng kecil yang tergantung di depan pintu sebuah kedai kopi, suara khas yang akan hadir saat pintu dibuka. Aroma kopi begitu wangi menyeruak, menusuk indera penciuman.
"Ramai banget cok, apa pindah tempat aja nih?" Ujar seorang pemuda saat memasuki kedai kopi tersebut, sebelah tangannya tengah memegang benda pipih yang menempel di sisi wajah kanannya.
"Gak mau, pokoknya hukuman lo harus dilakuin, traktir kami semua kopi yang ada di kedai kopi itu."
Tut!
"Asu! Malah jadi babunya para memek gue hari ini." Kesalnya lalu terpaksa masuk dan mengantri bersamaan para pelanggan lainnya.
Uap dari mesin kopi menghadirkan aroma khas yang begitu menggoda, belum lagi wangi dari roti yang baru saja dikeluarkan dari oven ikut serta menjadi penambah godaan bagi para pelanggan di kedai kopi tersebut.
Gerimis di luar sana masih betah berguguran, suasana dingin itu kian menambah banyak pelanggan kedai kopi tersebut.
"Ck! Lama banget nih baristanya elah, bisa berak di tempat nih gue lama-lama." Gerutu pemuda tadi, dilihat dari penampilannya sepertinya ia adalah seorang mahasiswa yang menuntut ilmu di sebuah Universitas yang berada tak jauh dari kedai kopi tersebut.
Sejak mengantri tadi ada saja tingkah dari pemuda tersebut, dari berjongkok, melompat di tempat, hingga duduk di ubin dingin itu. Tanpa ia sadari, tingkah lucunya itu memancing senyun dari seorang pemuda di sana. Lama menunggu, akhirnya kini gilirannya untuk memesan, dipesannya semua kopi yang teman-temannya inginkan beserta beberapa kue yang berhasil menggoda pemuda tersebut.
"Tolong ditunggu ya." Ujar sang kasir.
Pemuda itu tersenyum seadanya, terlihat raut wajah kesal begitu tertera di wajahnya yang terbilang manis dan tampan.
Drt!
"Ada apa nyet?"
"Udah belum? Lama banget lo tinggal beli kopi doang."
"Ngantri ya taik, lo cerewet lagi gue sumpahin hamil duluan!" Ujar pemuda tadi, tanpa ia sadari suaranya terlalu keras sehingga mengundang banyak pasang mata menatap ke arahnya.
Tut!
"Ribet banget nih para bocah." Kesalnya setelah memutuskan sambungan teleponnya.
Lima belas menit menunggu, akhirnya semua pesanannya pun siap dan pemuda itu pun bergegas pergi dari kedai kopi sana dengan membawa dua buah kantongan plastik di kedua tangannya. Bibir ranum nya tak henti-hentinya menggerutu di sepanjang jalan sampai dirinya tiba di kelasnya, disambut heboh oleh beberapa teman wanitanya di sana.
"Nih! Lain kali gue gak mau satu kelompok sama lo pada, nyesel gue." Kesalnya lalu meraih tas miliknya dan pergi dari kelasnya, terdengar suara tawa dari belakang sana, sepertinya ia tak pernah menyadari jika wajah kesalnya itu terlihat manis daripada menakutkan.
~ ~ ~ ~ ~
Sang raja malam sudah bertahta di langit kelam sana, bertemankan para ribuan bintang yang selalu setia menemaninya, suara burung malam bernyanyi merdu di bawah cahaya lembut yang bersinar terang.
Kring!
"Gini kek sepi, kan gue enak mau mesen." Langkah kaki jenjang masuk ke dalam sebuah kedai kopi.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Hari
RomanceIzinkan aku egois sekali saja, sebab belum puas aku mencintaimu dan memilikimu seutuhnya.