Chapter 15

552 42 3
                                    

Siang itu sang mentari sudah duduk di singgahsananya, cahayanya terik membuat beberapa orang bergegas mencari tempat bernaung.

"Ayo dek Al, cepat jalannya."

"Sabar elah Bang, panas ini."

"Baru juga dunia, belom neraka."

"Bicit elah orang tua satu."

Mahendra tertawa melihat tingkah serta wajah Alviano yang kesal karena kepanasan, ia sengaja mengajak Alviano berjalan kaki menuju masjid pada jum'at siang itu, dengan alasan akan mendapatkan lebih banyak pahala.

Ting!

"Siapa sih?" Alviano merogoh saku celananya, mengambil ponselnya, terlihat sebuah pesan dari Barra.

"Ada apa?"

"Lu kemana aja? Lo gak pernah ke gereja lagi dah."

"Gue lagi ibadah. Ntar minggu gue ke gereja."

Alviano mengirimkan gambar dirinya dengan pakaian koko serta sajadah yang ia taruh di atas kepalanya untuk menaungi dari teriknya matahari.

Alviano mengirimkan gambar dirinya dengan pakaian koko serta sajadah yang ia taruh di atas kepalanya untuk menaungi dari teriknya matahari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bangke! Pindah server lo?"

"Bismillah."

"Hp teros!" Ujar orang yang sedari tadi memperhatikan Alviano yang tak lain adalah Mahendra.

"He he he, si Barra nge-chat Bang."

"Udah simpen hp nya."

"Iya Abang." Alviano menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku lalu mengekor di belakang Mahendra masuk ke dalam masjid.

~ ~ ~ ~ ~

Hari-hari Alviano habiskan dengan membantu Mahendra, ia baru tahu jika Mahendra adalah pemilik dari kedai kopi selama ini. Namun, bukan Mahendra namanya jika ia tidak menyembunyikan siapa jati diri dia sebenarnya, bahkan semua karyawan pun dilarang memanggilnya bos, sebab dirinya meminta agar mereka setara di sana.

"Cieee pegawai kesayangan si bos." Ujar Rama datang menghampiri Alviano yang tengah bersantai.

"Pala lo gue pites ni ya, gini juga sebagai bayaran gue numpang hidup sama si bos."

"Enak ye bisa tidur bareng bos."

"Maksud lo?"

"Gue tau lo naksir Bang Hendra kan?"

Alviano diam, entah bagaimana Rama bisa menebak itu, yang jelas Alviano mencoba mencari alasan. Namun, pemuda sepantaran dirinya itu tetap kekeh dengan tebakannya.

"Tenang sob, gue juga uke." Bisik Rama.

Spontan wajah Alviano berubah drastis, matanya membulat, raut wajahnya terkejut seakan tak percaya, ditambah lagi mulut mungilnya itu terbuka dan membuat Alviano terlihat menggemaskan.

365 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang