Krek!
Aroma wangi sabun menyeruak saat pintu kayu itu dibuka, tubuh jangkung setengah telanjang itu melangkah menuju almari kayu, bulu-bulu halus di sekitar lilitan handuk itu terlihat mengintip malu.
"Sekalian ke masjid aja dah." Ujarnya lalu mengambil pakaiannya dan menggunakannya, sarung bewarna cokelat dengan motif khas itu berbalut indah dari pinggang hingga mata kakinya, baju lengan panjang dengan kerah Shanghai bewarna putih itu nambah cocok di badan jangkung dengan sedikit otot itu.
"Bangunin gak ya? Tapi waktunya udah gak sempet deh." Onix sekelam malam itu menatap ke arah jam dinding, waktu menunjukkan pukul empat lewat empat puluh dini hari.
Tubuh jangkung itu menatap lekat pada pemuda yang kini tertidur pulas dengan posisi telentang serta mulut terbuka, baju kaos bergambar doraemon serta celana pendek yang senada itu teramat lucu menempel di tubuh putih itu.
"Gue kenapa?" Mahendra menyentuh dadanya yang tiba-tiba mengalirkan sebuah rasa yang tak mampu ia jelaskan serta pahami, melihat Alviano yang tertidur pulas itu membuatnya teringat akan hal yang baru saja ia alami beberapa jam yang lalu, sebuah kejadian yang tak pernah ia bayangkan jika hal itu terjadi menjadi kenyataan.
Flashback
Tubuh jangkung Mahendra tersentak serta nafasnya menjadi berat, detak jantung nya berdegup kencang, mata tajam itu menatap heran pada dirinya beberapa saat sebelum tangannya menyentuh area selatannya yang basah dan berbau amis khas sperma, belum lagi rasa lengket ia rasakan di area selangkangannya. Pandangannya menatap kepada Alviano yang tertidur pulas di sampingnya, tubuh mungil itu terlihat tenang dan damai dalam lelap tidurnya, tak terganggu oleh Mahendra yang masih mencoba mencerna apa yang saat ini tengah terjadi.
"G-gue mimpi basah?" Mahendra sekali lagi menyentuh area selangkangannya dan diciumnya cairan yang mengenai tangannya, benar saja itu adalah bau khas dari sperma.
"Gue mimpi basah dengan Al? Ta-tapi kok bisa." Mahendra masih tak mengerti dengan apa yang terjadi pada dirinya hingga ia bisa mendapati mimpi seperti itu, Alviano adalah sosok adik bagi dirinya walau terkadang ada rasa aneh yang tak Mahendra mengerti, namun dirinya tetap meyakini bahwa rasa cinta dan sayangnya untuk pemuda yang kini tinggal bersamanya itu adalah rasa seorang kakak kepada adiknya.
Mahendra terus menatap heran pada dirinya serta Alviano berulang kali, sampai tubuh pemuda mungil itu bergerak dan Mahendra bergegas beranjak menuju kamar mandi guna membersihkan dirinya.
"Sial! Gue gak ngerti." Kesalnya pada dirinya saat ini, entah mengapa mimpi itu bagaikan hantu yang saat ini muncul di dalam benaknya, tak pernah terpikir olehnya sedikitpun untuk melakukan hal seperti di mimpinya itu. Benar, jika ia sering kali gemas dengan Alviano dan tak jarang ia mencium serta mengigit pemuda itu, namun menurutnya itu adalah hal yang wajah mengingat status mereka yang saat ini bagaikan saudara.
Flashback end.
Seperti hari-hari sebelumnya, Alviano akan pergi ke kampus empat sampai lima hari dalam satu minggu, sore harinya ia akan pergi ke kedai kopi milik Mahendra guna membantu di sana, walau Mahendra selalu mengatakan jika Alviano tak perlu membantu di sana, namun Alviano merasa tidak nyaman dengan itu sebab dirinya sudah hidup, makan bahkan kuliahnya pun semuanya dibiayai oleh Mahendra.
"Al, gue mau nanya deh." Rama mendekat ke arah Alviano lalu berbisik.
"Apa?" Sahut Alviano sembari terus membersihkan tumpukan gelas serta piring yang ada di hadapannya.
"Bang Mahendra kenapa dah? Tiga hari ini aneh gue liat, tumben dia diam seharian tanpa nanya ini itu ke anak-anak, kalian berantem ya?"
Alviano menggeleng, ia rasa Mahendra sama saja seperti biasanya saat bersamanya baik di rumah atau di luar, sosok pemuda jangkung itu masihlah Mahendra yang ia kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Hari
RomanceIzinkan aku egois sekali saja, sebab belum puas aku mencintaimu dan memilikimu seutuhnya.