Kelap-kelip lampu jalan yang sepertinya sudah saatnya untuk diganti, samar-samar suara anjing menggonggong di gelapnya langit malam itu, embung terlihat menutupi sejumlah kota, membuat pandangan menipis. Dari kejauhan terlihat bayangan tubuh jangkung berjalan di tengah embun tebal itu, suara langkah kaki serta senandung irama berbahasa Arab terdengar dari seseorang dengan pakaian bewarna putih panjang yang menutupi dari bahu hingga sebatas mata kakinya, senyum merekah di wajahnya terlukis saat di matanya muncul bayangan sebuah bangunan sederhana dengan sebuah bulan sabit dan bintang di puncaknya.
"Eit! Gak boleh." Ujarnya kepada seorang anak kecil yang terlihat menghampirinya dan menarik tangannya hendak mencium, tapi dirinya lebih dulu menarik pelan tangannya dari genggaman anak tersebut, melihst raut sedih di wajah anak tersebut, ia pun menunduk dan mencium pucuk kepala anak tersebut.
"Ayo masuk Bang." Ajak anak kecil yang berusia sekitar sepuluh tahun tersebut.
"Ayo." Digandengnya tangan mungil tersebut masuk ke dalam bangungan yang dipenuhi ukiran kaligrafi Negara Arab itu.
"Ayo mulai Aldi." Ujarnya kepada anak kecil tadi.
"Siyap Abang ustad, hehehe." Dengan cepat anak tersebut mengambil mic dan mulai mengumandangkan seruan yang selalu terdengar di lima waktu tiap harinya itu.
Satu per satu orang-orang terlihat masuk ke dalam bangunan tersebut, aroma parfum menyeruak wangi dari para orang tersebut, tak beberapa lama semua orang berdiri dengan seorang pemuda berpakaian putih tadi berdiri di barisan paling depan, menghadap ke arah matahari terbenam, suara lantang dan indahnya mulai mengalunkan ayat demi ayat suci, membuat siapa saja yang mendengarnya merasa damai dan nyaman.
~ ~ ~ ~ ~
Arunika menyingsing awan kelabu, mengusir embun pagi nan tebal itu, cahayanya perlahan menyapa lembut para penghuni bumi. Cahaya teriknya meyelisik wajah seseorang yang terlihat tengah tertidur pulas, hangatnya menarik kesadarannya dari alam mimpi indahnya, perlahan tubuh putih tanpa sehelai benang yang menutupi dirinya itu bergerak, suara lenguhan pelan serta kelopak mata yang perlahan terbuka. Nayanika hitam itu menangkap langit-langit bewarna putih, aroma wangi parfum laki-laki tercium kuat, perlahan tempat tidur yang ia rebahi itu berterak dengan sebuah tangan yang menyentuh lembut wajah penuda yang masih mengumpulkan nyawanya itu.
"Selamat pagi Al." Sapa pemuda sembari menarik dagu itu pelan agar wajah manis pemuda yang dipanggil Al itu menatap ke arahnya.
"Hai baby." Senyum terukir di wajah tampan itu.
"Kenapa diam? Apa kau menikmati permainan kita malam tadi, huh? Jika ia aku dengan senang hati akan melakukannya lagi." Ujarnya dengan mulai menciumi wajah serta tak lupa dilumatnya bibir ranum tersebut, bibir yang terlihat membengkak dengan bekas luka di sudut bibirnya.
Dan pagi itu Alviano kembali digagahi oleh Raja, ingin melawan ia tak memiliki tenaga yang cukup, jadilah ia pasrah di bawah kendali seorang Raja. Rasa basah, perih dan penuh kembali mulut serta lubang duburnya rasakan, semuanya berisikan cairan kental dan amis milik Raja yang berulang kali muntah dari kemaluannya yang lumayan besar dan panjang itu.
Hingga siang menjelang, Alviano hanya bisa berbaring dengan merasakan rasa nyeri pada bagian bawah tubuhnya, belum lagi rasa perih sebab tanda yang Raja berikan pada tubuhnya, jika orang-orang hanya neninggalkan bekas ciuman, namun lain hal dengan Raja yang meninggalkan nekas gigitan yang nembuat tubuh mulus Alviano terluka.
Krek!
"Ini makan buat lo, dimakan ya sayang, gue mau nongkrong bentar ntar malem gue balik." Ujar Raja lalu berlalu pergi meninggalkan Alviano seorang diri tanpa hendak perduli akan rasa perih yang Alviano rasakan.
"Bangsat!" Kesal Alviano lalu menutup matanya, berharap mimpi buruk ini segera berakhir.
~ ~ ~ ~ ~
"Hujan."
"Mau Kakak anter gak?"
"Hem? Hujan ini loh Kak."
"Tenang, Kakak bawa mobil hari ini, biar Kakak antar."
"Boleh deh hehehe, makasih Kak Hendra." Ucap pemuda yang memiliki tubuh lebih mungil itu, ia pun berlalu pergi berjalan di samping pemuda tinggi bernama Mahendra tersebut menuju ke sebuah mobil dengan sebuah payung yang melindungi tubuh keduanya sampai mereka masuk ke dalam mobil.
"Tumben nih pake mobil." Celoteh pemuda tadi.
"Kakak mau jemput Mama di Mall habis ini, jadi bawa mobil."
"Ouh, yakin nih Rama ikut gak ngerepotin?"
"Terselah lo deh, kita jalan ya." Mahendra mulai melajukan mobilnya sebelum pertanyaan dari rekan kerjanya itu kian menjadi.
Di bawah derasnya hujan sore itu mobil CRV bewarna hitam itu menerobos hujan, memasuki area perumahan guna mengantar Rama ke rumahnya.
"Kak!" Teriak Rama keras sebab Mahendra yang menghentikan mobilnya secara mendadak.
"Lo gak papa dek? Maaf Kakak nge-rem mendadak."
"Santuy Kak, tapi kenapa Kakak nge-remnya mendadak?"
"Tadi Kakak kek ngeliat sesuatu tapi gak yakin." Tutur Mahendra.
"Emang apaan? Dimana?" Rama kepo mode on.
"Gak tau, tapi ya udah deh lupain aja, ayo kita lanjut jalan aja." Mahendrapun kembali melanjukan mobilnya hingga sampai di rumah Rama.
~ ~ ~ ~ ~
Suara burung malam bernyanyi merdu, cahaya bulan bersinar dengan terangnya usai ditutupi oleh awan kelabu sore hari tadi, samar-samar suara langkah kaki setengah berlari terdengar di antara bayangan pepohonan rindang. Bayangan tubuh seseorang terlihan berjalan terpapah dan sedikit goyah, suara nafasnya tersengal, sepertinya ia tengah lari dari sesuatu sebab beberapa kali ia bersembunyi dan melirik ke arah belakang.
Bug!
Hap!
"Nah ketemu." Seringai muncul dari wajah tampan seorang pria tampan yang dengan eratnya memeluk pemuda lainnya yang kini panik seketika.
"Lo kira bisa lari dari gue? Apa yang udah jadi punya gue gak mungkin gue lepas, walau kenyataannya lobang lu gak sempit, tapi lumayan tubuh lu gue nikmatin."
Bagaikan sembilu yang menusuk ke relung dadanya hingga menembus ke punggungnya, luka tak berdarah tersebut sungguh menyiksa Alviano. Sebab, dirinys sudah mulai menaruh hati pada sosok Raja, namun siapa sangka jika Raja se brengsek itu.
Alviano hanya mampu menangis saat Raja menarik tubuhnya menuju ke mobil, dirinya tak mampu melawan lagi sebab rasa perih, luka, serta deritanya muncul seketia menghantam dirinya, membuatnya hanya pasrah hidupnya hancur saat ini.
Keluarga dan cinta, dua hal yang ia teramat inginkan, namun dua hal itu pula menghancurkan dirinya. Mungkinkah baginya merasakan rasa cinta dan keluarga itu? Namun kepada siapa ia mendapatkannya? Seketika ia teringat dengan sosok Mahendra, sosok yang bahkan aroma tubuhnya begitu melekat di benaknya saat ini.
"Bang Mahen~"
"Iya Dek Al?"
"Hah! Abang?"
* * * * *
Yuhuuu jangan lupa vote, follow dan komen yaw -v-
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Hari
RomanceIzinkan aku egois sekali saja, sebab belum puas aku mencintaimu dan memilikimu seutuhnya.