Riuh suara orang-orang serta alat pembuat kopi memenuhi sebuah kedai kopi, jangan lupakan aroma wangi dari kopi serta kue yang baru saja matang jua ikut menghiasi kedai tersebut.
Siang itu seperti hari-hari biasanya, kedai tersebut selalu ramai, terlebih lagi di saat weekend seperti saat ini, tidak hanya anak muda yang menjadi pelanggan di kedai kopi tersebut, terlihat pula beberapa orang tua yang berkempul di meja sudut sana, terlihat semua orang tertawa sambil bercerita dengan ditemani kopi dan kue yang memanjakan lidah mereka, terlebih lagi nuansa kedai kopi yang hangat juga nyaman membuat pelanggannya betah berada di sana.
"Bang, gue pulang ya."
"Eh? Tunggu sebentar lagi gak papa-papa kan?"
"Kenapa?"
"Udah tunggu aja, jangan banyak tanya lo."
Pemuda yang tadi sudah berdiri kembali menjatuhkan bokongnya pada kursi yang ia duduki tadi, onix hitam itu bergerak kesana kemari, melihat keramaian di hadapannya dan berakhir menatap seorang barista yang sedari sibuk meracik kopi.
"Oh Tuhan, bolehkah aku mencintai dirinya? Dirinya yang bukan salah satu dari hamba mu." Monolognya dengan senyum yang terlukis indah di wajah manis itu.Entah bagaimana rencana Tuhan pada diri seorang Alviano, di tengah hancurnya hati serta keluarganya, Tuhan hadirkan sosok Mahendra yang mampu membuat Alviano melupakan semua masalah dalam hidupnya, bahkan rasa hangat dan nyaman begitu terasa saat dirinya berada di dekat pria bertubuh lebih tinggi dari dirinya itu.
"Eh!" Tubuh mungil itu terkejut bukan main saat sebuah tangan mencubit pipi berisinya.
"Melamun ya." Tawa renyah dari pemuda tampan di hadapannya.
"Is! Apaan sih lo, gak lucu bang." Kesalnya, atau lebih tepatnya ia bingung karena saat ini jantungnya berdegup tak normal.
"Loh loh loh, kok marah sih." Pemuda tinggi itu menjatuhkan dirinya di samping Alviano, tangan berurat itu meraih segelas kopi yang masih tersisa setengah milik Alviano, diminumnya semuanya sampai habis.
"Loh, Bang. Itu kan bekas gue."
"Terus kenapa kalo bekas lo? Gue gak boleh minum di gelas yang sama ama lo?"
Alviano menggeleng, lagi-lagi seorang Mahendra membuat jantungnya tak aman.
"Gue udah boleh pulang nih?" Tanya Alviano mencoba menghilangkan rasa gugup serta salah tingkahnya yang ia tahan.
"Mau gue antar?"
"Gak usah bang, lagian gue udah ngerepotin lo banyak kemarin."
"Hati-hati di jalan, lain kali jangan pake pakean yang pendek banget."
"Iya pak ustad." Sahut Alviano lalu berdiri.
"Nih."
Alviano mengerutkan keningnya menatap Mahendra yang menyodorkan ponsel miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Hari
RomanceIzinkan aku egois sekali saja, sebab belum puas aku mencintaimu dan memilikimu seutuhnya.