Chapter 6

782 61 5
                                    

Ayo vote dulu besti 🐳

Hujan masih jua turun dengan derasnya, ribuan kristal cair itu berguguran dengan jumlah yang tak mampu dihitung, hawa dingin mulai menyelimuti seisi kota, sebab angin yang berhembus kencang di sepanjang turunnya hujan dari sore hingga malam ini.

"Makan yang banyak."

"I-iya, makasih."

Senyum merekah dari wajah seorang pemuda tampan yang kini duduk berseberangan dengan pemuda lainnya, di sebuah rumah yang bisa dikatakan cukup mewah, dengan design klasik dari perabotan yang terbuat dari kayu tersebut.

"Nih udangnya, dimakan yang banyak ya Al." Ujar pemuda tersebut, di wajah tampan itu terlukis keindahan kuasa Tuhan. Kulit putih bersih, hidung mancung dengan mata indah yang berbulu matakan lebat itu, tubuh tinggi dan wangi, ditampah lagi wajah tampan campuran dari Indonesia dan China itu kian membuat seorang Raja menjadi bak dewa di mata orang-orang yang memujanya.

"Lo tidur di sini aja dulu gak papa kok, lagian ortu gue lagi ke luar negeri ada bisnis, daripada gue bawa cewek ke mari mending lo aja nemenin gue." Ujar Raja sambil mengupas kulit udang lalu menaruh udang tersebut ke piring Alviano.

"Makasih, tapi gue bisa kok ke kost temen gue." Tolak Alviano sopan.

"Lo tengok di luar sono, hujan gede tuh."

Alviano hanya mampu menghela nafas pasrah, ia pun menerima tawaran Raja. Seusai makan malam dan mencuci piring, keduanya naik ke lantai dua rumah tersebut, masuk ke dalam sebuah kamar dengan bernuansakan warna abu-abu, putih serta hitam, sangat terlihat jelas jika kamar tersebut adalah milik Raja, di atas tempat tidur berukurang besar itu terdapat gambar Raja dengan gagahnya.

"Gue ganteng kan?"

"Kalo gue bilang jelek pasti lo ngusir gue kan?"

Raja terkekeh pelan lalu mendekat ke arah Alviano, tanpa permisi dicubitnya pipi berisi tersebut dengan gemas.

"Lo kok lucu banget sih Al, terbuat dari apa sih lo?"

"Dari kecebong unggul yang bertemu dengan sel telur, lalu hadirlah gue."

"Kecebong gak tuh, pantes lo imut kek kodok."

Seketika mata Alviano membulat dan menatap Raja tajam, si pemuda jangkung itu pun menjauhkan tangannya dari wajah Alviano lalu mundur beberapa langkah.

"Galak lo."

"Kenapa? Gak suka? Ya udah gue pergi."

"Eh! Jangan dong, gitu doang kok marah sih lo."

"Lagian lo nyebelin."

"Iya deh iya gue minta maaf ya." Lagi-lagi tanpa izin Raja mencubit wajah Alviano, walau hanya sesaat.

"Mandi gih, handuknya ada yang baru di lemari kecil di dekat wastafel."

"Iya, makasih."

Alviano melangkah masuk ke pintu yang ada di sudut kamar tersebut, menghilang di sebalik pintu yang barusaja berbunyi pertanda dikunci. Raja tersenyum menatap ke arah pintu yang terbuat dari kayu tersebut.

"Ya Tuhan, kok bisa ya ada makhluk seimut Al? Boleh gue kawinin gak sih tuh anak?"

OoO

Dunia kampus tak pernah berbeda satu dengan yang lainnya, namun dari sekian banyaknya mahasiswa pasti ada satu atau lebih mahasiswa yang terkenal karena ketampanan, kenakalan ada juga karena kecerdasannya. Sama halnya seperti hal yang saat ini tengah terjadi di sebuah salah satu Universitas negeri, di mana saat ini terlihat segerombolan mahasiswi tengah berkumpul di depan gedung sebuah fakultas.

"Makasih ya, nih helm nya." Ujar seorang pemuda yang baru saja turun dari sebuah kuda besi.

"Sama-sama." Sahut pemuda lainnya dengan tangannya yang dengan tidak sopannya mengacak-ngacak rambut di pemuda tadi gemas.

"Anying! Rusak rambut gue." Marahnya lalu pergi dari hadapan pemuda tadi dengan cepat, wajahnya tersirat marah, namun rona di wajahnya tak mampu menutupi perasaannua saat ini, belum lagi langkah kaki pendek itu yang melangkah begitu cepatnya masuk ke dalam area fakultasnya, meninggalkan pemuda jangkung itu di atas kuda besinya.

"Tiga hari bolos, dateng-dateng bikin heboh satu fakultas." Celetuk seorang pemuda yang tengah duduk dengan tangan menyilang di depan dada, "Alviano oh Alviano, laki-laki manakah kali ini yang mampu merebut hati mu?"

"Bacot!" Sahut Alviano lalu duduk di kursinya.

"Ck! Jangan malu sobat, kan gue lihat itu anak tipe lu banget, mana keliatan ganteng banget dah walau gak buka helm."

"Najis! Lo ambil aja tuh si Raja, gue ogah."

"Oh ... Jadi namanya Raja? Dan lo cocok deh jadi ratunya."

"Kontol! Diam dah lo Barra, gue males debat ama lo, gak di luar gak di kelas, lo ngajak ribut mulu bawaanya."

"Itu kan tu-"

"Alviano!" Teriakan nyaring terdengar dari arah pintu kelas, langkah kaki dengan berbalutkan hils mendekat ke arah dua pemuda yang ada di dalam kelas tersebu.

"Si pengharum ruangan dateng." Celetuk Barra.

"Apa kata lo Bar?"

"Gak-gak ada kok, cuman nunjuk pengharum kelas ganti wangi baru." Bohong Barra guna mencari aman dari amukan Stella.

"Diam!" Ujar Alviano saat Stella hendak berbicara.

"Namanya Raja, gue numpang di tempat dia, udah ya gue mau tidur." Tutur Alviano lalu menenggelamkan wajahnya di antara kedua tangannya yang terlipat di atas meja.

Barra dan Stella saling tatap, seolah berbicara lewat batin mereka, namun keduanya memilih untuk diam kemudian, menunggu Alvian yang akan betbicara dengan dirinya.

Sang baskara sudah mulai turun dari singgasananya, suara riuh terdengar dari mahasiswa yang baru saja keluar dari kelas mereka.

"Mau makan apa nih?" Tanya Barra.

"Nge bakso aja gimana?" Usul Stella.

"Ogah, mie mulu anjir, ganti kek."

"Terus apa? Nasi? Gak bosen lo dari zaman Belanda makan nasi?"

"Iya tau yang sepuh."

"Sialan lo Bar!"

"Diem! Lo berdua berisik." Kesal Alviano lalu melangkah lebih cepat meninggalkan keduanya yang masih dengan seribu tanya tentang apa yang terjadi dengan Alviano.

Pemuda mungil itu berjalan dengan cepatnya, kaki mungil itu mehentak di tiap langkahnya, bahkan saat menuruni tangga pun ia tak santai, sehingga membuatnya hampir terjatuh, beruntunglah seseorang menaruk keras bajunya kuat lalu menariknya, terhuyung dua tubuh itu yang berakhir dengan Alviano jatuh tepat di atas tubuh pemuda yang menariknya tadi.

"Hest! Aduh~"

"Al? Lo gak papa?"

"Hah?" Alviano mendongkak kan wajahnya, betapa terkejutnya saat melihat siapa pemilik tubuh yang ada di bawahnya itu.

"Bang Mahendra?"

OoO

Maaciw

365 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang