⨳ 029 :: �

1.3K 83 7
                                    

"Helena, aku sungguh mencintaimu. Kita sudah lama bersama, mengapa kau masih meragukannya?" James menatap Helena intens berharap Helena dapat memaafkan dan kembali padanya.

"Kamu tidak pernah memegang ucapanmu, James." Kata Helena mengalihkan pandangannya enggan menatap James.

"Helena.. ak-" James hendak mendekati Helena namun dengan cepat Marvin menodongkan pistol miliknya membuat James terhenti.

"Maju satu langkah saja aku akan mengirimmu ke alam baka." Ancam Marvin menatap James tajam. Tangannya menarik kembali pinggang Helena untuk disampingnya.

James tersenyum miring melihat itu, tatapan yang awalnya intens sekarang tatapannya berubah menjadi remeh. "Apa yang kau serahkan pada mafia ini sehingga dia mau bersamamu? Apakah itu tubuhmu?" Tanya James.

Sontak Helena menatap James dengan tatapan tak percaya. "Jangan mengatakan hal sama sekali yang tidak kamu ketahui." Kata Helena menatap James tajam.

"Aku tidak tahu bahwa perusahaan yang aku anggap sebagai satu-satunya pegangan untukku, ternyata mereka adalah musuhku." James kali ini menatap Marvin mengabaikan ucapan Helena.

Marvin yang merasa arah ucapan James kepadanya mengangkat satu alisnya. "Jangan mudah percaya dengan orang lain bodoh," kata Marvin menggeleng-gelengkan kepalanya.

James mengepalkan tangannya menatap Marvin penuh dendam. Tatapannya seakan menceritakan sebuah cerita yang kelam disana. Nafasnya memburu karena emosi yang menyelimutinya. Dia tidak merasa ketakutan pada Marvin.

"Perusahaan milikmu hancur, aku tidak akan melakukan itu jika saja kamu tidak mencuri berlian milikku." Lanjut Marvin berucap kembali. Dia tersenyum miring kepalanya menoleh menatap Helena disamping.

Marvin mengecup sekilas bibir plum Helena sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada James. "Dan bahkan jika seandainya kamu tidak mencuri berlian milikku, aku tidak akan pernah bertemu dengan wanita cantik dan seksi seperti Helena. Aku ucapkan terimakasih untuk ini."

"Bajingan!" Pekik James lalu segera menghajar Marvin dengan tangan kosong. Terjadi perkelahian antara Marvin dan James sama-sama dengan tangan kosong. Helena terkejut saat situasi menjadi seperti ini tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

James tersungkur saat Marvin berhasil membuatnya tumbang. Saat Marvin hendak menyerangnya kembali Helena dengan cepat menahannya. "Marvin sudah, kumohon Marvin sudah." Pinta Helena memeluk Marvin erat.

Marvin mendengus kasar menatap James. Dia merapihkan kembali kemejanya lalu menatap Sean dan Luis memberikan kode lewat gerakan kepalanya agar segera menangkap James. "Kita kembali ke mobil," kata Marvin menarik Helena untuk kembali masuk.

Namun belum sempat mereka masuk ternyata James berhasil melarikan diri. Luis dan Sean hendak mengejarnya namun Marvin memanggil keduanya. "Biarkan saja, dia tidak akan pernah jauh dari pandangan kita. Sekarang kembali ke mansion, bawa semua anak buahku yang terluka kita pulang." Perintah Marvin.

⌑ 𖣯 ⌑

Marvin baru saja pulang dari kantor setelah memutuskan semua hubungan perusahaan dengan perusahaan James. Dia berjalan hendak ke kamarnya, namun langkahnya terhenti karena melihat Helena yang tengah sibuk bermain dengan kucingnya di sofa.

Entah arahan darimana kakinya melangkah mendekati Helena memperhatikan bagaimana Helena begitu senangnya bermain dengan kucing tersebut. Dia mendudukan dirinya disamping Helena membuat Helena tersadar dengan kehadirannya.

"Kau sudah pulang?" Tanya Helena menoleh sekilas pada Marvin. Dia masih sibuk bermain dengan kucing tersebut yang berada dipangkuannya.

Marvin berdehem sebagai respon pertanyaan Helena. "Apakah kamu memberinya nama?" Celetuk Marvin menatap Helena.

Helena menggelengkan kepalanya. "Ini kucingmu, seharusnya kamu yang memberinya nama." Jawab Helena lalu memindahkan kucing itu ke pangkuan Marvin. Dia tersenyum mengusap-usap kucing tersebut.

"Aku tidak pandai memberikan nama," kata Marvin tersenyum kecil yang hampir tidak terlihat. Dia mengangkat kucing itu menciumi wajahnya tanpa rasa jijik. Untungnya kucing itu suka dibersihkan oleh pelayan disana bahkan kadang Jasmine yang membersihkannya.

"Umm, bagaimana dengan amour? Dalam bahasa Jerman artinya adalah cinta, entah kenapa aku begitu menyukai panggilan itu." Ujar Helena tersenyum setia menatap kucing tersebut. Marvin menurunkan kembali kucingnya mengangkat satu alisnya menatap Helena.

"Amour? Itu lebih cocok panggilan dariku untukmu." Ucap Marvin melepaskan kucing itu. Dia menarik tas kerjanya lalu berjalan melangkah pergi begitu saja ke kamarnya.

"Kalau begitu aku harus memanggilmu apa?" Gumam Helena menatap kucing tersebut. Kucing berjalan mendekati Helena dan mendusel-duselkan kepalanya dipaha Helena.

Setelah bermain dengan kucing Marvin, Helena juga akhirnya pergi ke kamar untuk menyusul Marvin. Saat masuk dia menemukan Marvin yang sibuk dengan laptop dipangkuannya dengan pakaian yang terlihat sudah lebih santai.

Helena tersenyum kecil berjalan mendekati Marvin untuk duduk didekatnya. "Aku pikir, seorang mafia akan selalu memakai kemeja dan jas hitamnya." Celetuk Helena menatap Marvin.

Mendengar itu Marvin juga membalas tatapan Helena. "Mafia juga adalah seorang manusia, tidak mungkin mereka terus-menerus memakai pakaian formal." Jawab Marvin. Helena justru terkekeh mendengar hal itu, dia semakin mendekati Marvin.

"Benarkah mafia adalah manusia? Jika memang iya mengapa mereka tidak bisa bersikap seperti layaknya manusia?" Tanya Helena. Marvin terkekeh sinis, dia menatap kembali pada layar laptop.

"Mereka hanya memanusiakan manusia," kata Marvin yang kali ini membuat Helena kebingungan. Helena mengerutkan keningnya masih setia menatap Marvin.

"Kau sangat kasar, kejam dan dingin. Sikap manusia mana yang ada didalam dirimu? Bahkan aku tidak ada masalah denganmu saja harus terkena imbas dari semua itu. Tentu itu tidak adil," ujar Helena.

Marvin meregangkan otot lehernya sebelum menatap kembali Helena. "Di dunia ini tidak ada yang namanya keadilan, aku hanya melakukan semua yang memang seharusnya aku dapatkan." Marvin menjeda ucapannya sebentar.

"Kamu bisa mengambil sikap ini yang tidak pantang menyerah untuk mendapatkan sesuatu yang kamu inginkan," lanjut Marvin.

"Tapi yang kamu lakukan sudah melampaui batas! Ini sudah gila dan keterlaluan namanya." Helena mendelik tak suka pada Marvin.

"Bahkan rasanya aku seperti dipermainkan dan dimanfaatkan saja olehmu." Lanjut Helena bergumam yang ternyata masih dapat didengar oleh Marvin.

Marvin menarik pergelangan tangan Helena hingga posisi wajah mereka begitu dekat. "Siapa yang mempermainkan dirimu?" Tanya Marvin menatap Helena intens.

"Bukankah ini mutualisme? Kita disini saling menguntungkan." Lanjut Marvin. Helena berdecih mendorong dada Marvin untuk menjaga jarak mereka.

"Aku sampai saat ini tidak tahu apa untungnya aku berada disini," kata Helena menggeleng-gelengkan kepalanya.

Marvin tersenyum tipis. "Kamu akan menyadari semuanya nanti, aku tidak sembarangan memilih seseorang dan aku juga tidak pernah membunuh orang-orang tanpa alasan." Jawab Marvin tegas.

"Kamu tidak punya hati," celetuk Helena. Marvin kali ini menaruh laptopnya di nakas karena merasa pekerjaannya tidak bisa dilanjutkan jika Helena terus berceloteh tentang dirinya.

"Kamu yang bodoh Helena, kamu selalu mengaitkan semua itu dengan hati. Kau tidak akan pernah bisa hidup dengan tenang jika hati yang terus kau andalkan." Ucap Marvin melipat tangannya di dada.

"Gunakan akalmu, karena tidak semua orang mempunyai hati." Lanjut Marvin. Helena mendengus kasar lalu berdiri dari duduknya.

"Kau benar, dan itu termasuk dirimu yang tidak mempunyai hati." Setelah mengatakan itu Helena berjalan masuk ke kamar mandi berniat untuk membersihkan dirinya.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ𖥻TBC

(✓) MAFIA | markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang