⨳ 057 :: �

1K 72 15
                                    

Malam ini, sepertinya Marvin pulang sedikit larut karena ada beberapa hal yang harus dia kerjakan dengan anak buahnya. Hal itu membuat Helena sendirian dikamarnya dan berakhir menonton drama favoritnya sendirian. Tangannya sesekali mengusap perutnya yang kini sudah mulai membuncit.

Helena menaruh laptop dipangkuannya hendak keluar untuk mengambil minum. Namun dia terkejut saat tiba-tiba ada seseorang yang memeluknya. Bukan, dia bukan Marvin. Itu Jeoffree ayahnya, Helena terkejut bukan main bagaimana bisa ayahnya bisa datang kemari?

Aroma alkohol begitu menyengat membuat Helena hampir muntah dalam keadaan hamil seperti ini. Dia melepaskan secara paksa pelukan Jeoffree namun justru semakin dieratkan oleh ayahnya. Tiba-tiba badan kecilnya dibawa ke kamar dia dengan Marvin.

Jeoffree, terhanyut dalam keadaan mabuk berat, kehilangan kendali dan tanpa sadar membanting Helena ke ranjang. Ironisnya, dia lupa bahwa wanita yang ia perlakukan kasar adalah putrinya sendiri. Mulutnya terus meracau tidak jelas, sementara pelukannya menindih dan memeluk Helena dengan erat, membuatnya merasa sesak.

Dalam keadaan terjepit oleh pelukan yang tak terkendali, Helena merasa tidak hanya sesak napas, tetapi juga merasakan tekanan pada perutnya yang sedang mengandung. Dengan usaha yang tersisa, tangannya meraih ponsel untuk menelpon Marvin. Beruntung, dia berhasil mengambil ponsel tersebut.

"Marvin! aku butuh bantuanmu. Bisakah kamu pulang segera?" Kata Helena dengan suara sesak dan panik setelah Marvin mengangkat teleponnya.

Suara Marvin langsung mencerminkan kepanikan, karena mendengar kabar mendadak tentang keadaan istrinya yang sedang hamil.

"Apa yang terjadi?! Aku akan pulang segera!" Jawab Marvin dengan suara terengah-engah, kesadarannya langsung terfokus untuk segera kembali ke rumah.

Namun, percakapan mereka terpotong tiba-tiba ketika ponsel Helena terkena benturan dari Jeoffree dan terlempar jatuh. Keadaan semakin berbahaya ketika Jeoffree mulai bergerak di atas Helena.

"Helena? Helena, aku akan segera pulang!" seru Marvin di seberang sana, namun hampa karena tak mendapat jawaban dari Helena.

"Ayah, aku di sini, sadarlah!" desis Helena, berusaha menjauh dari cengkeraman Jeoffree, terutama ketika dia melihat langkah tak terduga Jeoffree hendak menciumnya. Rasanya seperti dalam sebuah mimpi buruk yang mencekam, ketakutan melanda Helena. Dia merasa terjebak, berharap Marvin segera tiba sebelum situasi semakin memburuk.

"Chitta, aku merindukanmu," bisik Jeoffree tepat di telinga Helena, bisikan yang menusuk ke dalam ketakutan Helena. Tangan Jeoffree menjelajahi punggung Helena.

Pintu terbuka dengan keras, dan Marvin baru saja tiba. Matanya membulat ketika dia melihat Jeoffree yang berada di atas tubuh Helena. Dengan tindakan cepat, Marvin menjauhkan Jeoffree, dibantu oleh anak buahnya yang secara kebetulan juga diarahkan oleh Marvin untuk ikut ke atas.

"Sialan, bawa dia jauh dari istriku!" perintah Marvin kepada anak buahnya, yang dengan sigap mengangguk dan membawa Jeoffree keluar. Marvin segera beralih ke Helena, membantu dia bangun sambil memastikan bahwa tidak ada yang terluka.

"Apakah ada yang terluka?" tanya Marvin sambil mengusap pipi Helena dan mendekapnya erat untuk menenangkannya. Helena menggelengkan kepalanya dengan kecil. "Aku hanya takut." Bisik Helena sambil memeluk Marvin erat.

"Tidak apa-apa, sekarang aku di sini." Marvin mengusap lembut punggung Helena dan memberikan beberapa ciuman ringan di puncak kepalanya. Dalam dekapan hangatnya, Helena merasa aman.

"Apakah kalian semua sudah menemukan keberadaan ibuku?" Helena mendongakkan kepalanya. Saat ini, dari Marvin maupun Jeoffree mencoba mencari jejak istrinya atau Chitta yang asli. Mereka sedang menelusuri tempat dimana orang-orang yang dijual itu mereka simpan. Proses ini baru berjalan beberapa minggu lalu setelah pernikahan Marvin dan Helena.

⌑ 𖣯 ⌑

Seorang wanita yang terlihat mulai kurus berbeda dengan sebelumnya saat dirinya memilik kulit yang putih dan mulus. Pandangannya menatap kosong ke depan mengabaikan beberapa wanita sekitarnya yang menangis meratapi nasibnya bagaimana. Dia sudah lama berada disini, dia sama sekali tidak memiliki harapan apapun.

"Jeoffree, Helena, Chitra, apakah kalian masih mengingatku?" Gumam wanita itu. Hanya mereka bertiga yang selalu berputar putar di kepalanya. Apakah sekarang mereka sudah menjadi keluarga yang sempurna? Sepertinya sekarang Helena sudah menjadi wanita yang cantik dan dewasa.

Dia begitu penasaran dengan wajah putrinya itu, apakah cantik sama sepertinya? Dia harap Helena dapat menemukan seorang pria gagah yang dapat melindunginya sama seperti Jeoffree. Bibirnya tersenyum kecut, dia membayangkan Helena bersama suaminya sedang tertawa diruang keluarga yang disana juga ada Jeoffree dan adik kembarnya Chitra. Dia harap didunia lain, dia dapat berada diposisi adiknya itu.

Mereka semua terlihat bahagia dibayangan Chitta. Namun Chitta sama sekali tidak tahu fakta yang sesungguhnya, sangat rumit dan tidak ada canda tawa yang menyertai mereka.

Chitta melihat diri sendiri yang sudah mulai kurus dan tidak secantik dirinya dulu. Dia yakin jika saja dia bertemu dengan suaminya, suaminya tidak akan mencintainya lagi. Lagipula untuk apa dia mengharapkan itu? Sekarang Jeoffree sudah berbahagia dengan Chitra.

"Bagaimana kabarmu saat ini Jeoffree?" Gumam Chitta. Hampir setiap hari Chitta selalu merindukan Jeoffree, dia selalu penasaran dengan kabar mantan kekasihnya, dia selalu ingin tahu apakah Jeoffree kini sudah berbahagia dengan adik kembarnya?

"Aku harap suatu hari aku juga dapat berbahagia seperti kalian." Chitta mulai memejamkan matanya karena rasa kantuk. Dia dalam bangunan kosong bersama wanita-wanita lainnya. Satu persatu biasanya wanita akan mulai menghilang, mungkin memang ada yang membelinya? Chitta tak sengaja mendengar obrolan para pria berjas hitam itu.

Namun aneh, sama sekali tidak ada yang pernah membelinya. Hingga berakhir Chitta cukup lama berada dibangunan hingga dia mulai terbiasa dengan semuanya. Sesekali dirinya juga di siksa jika tidak mau menurut apa yang mereka mau. Mungkin terdengar gila, namun wanita-wanita disini ada beberapa yang suka dipakai oleh anak buah gila-gila itu.

Jika saja bisa, Chitta berharap mati saja jika dunianya terus seperti. Untuk apa hidup jika dirinya harus terkurung seperti burung? Bahkan untuk menghirup udara segar saja hanya dilakukan sebulan sekali. Makan diberikan hanya dua kali itupun dengan porsi yang sangat sedikit.

Tidak ada yang tahu untuk apa orang-orang membeli wanita disini? Karena mengingat wanita-wanita disini sama sekali tidak terurus. Bukankah seharusnya jika memang dijual mereka seharusnya di urus dengan baik. Ini menjadi sebuah pertanyaan besar untuk beberapa wanita disana.

Dalam mimpi, Chitta bertemu dengan seorang anak kecil perempuan yang datang menghampiri nya. Chitta terbangun dengan perasaan sedikit terkejut, siapa anak kecil perempuan tersebut? Karena dia tidak ingat memiliki suatu hubungan dengan anak perempuan. "Apakah mungkin Helena sudah menikah?" Monolog Chitta sambil membaringkan kembali tubuhnya.

Pandangannya lurus menatap langit-langit bangunan tersebut. Jika memang Helena sudah menikah hingga mempunyai seorang putri, bukankah itu berarti Helena sudah tumbuh dengan baik? Apakah Chitra berhasil mengurusnya dengan baik? Dia harap seperti itu, dia merasa ingin sekali bertemu dengan Helena dan memeluknya begitu erat. Chitta sangat yakin bahwa Helena kini menjadi seorang wanita yang sangat cantik yang dipenuhi dengan kebahagiaan dan orang-orang yang menyayanginya.

TBC...












MAU HAPPY END ATAU SAD NIH???

(✓) MAFIA | markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang