⨳ 046 :: �

1.3K 106 7
                                    

Marvin mengunci pintu kamar sebelum mendudukan tubuh Helena diranjang besarnya. Tak lupa dia melepaskan ikatan juga pada tangan Helena. "Sepertinya aku mengikatmu terlalu kencang," ucap Marvin mengusap pergelangan tangan Helena yang memerah akibat bekas ikatan tersebut.

Helena sama sekali tidak menggubris itu, dia hanya menatap Marvin dengan datar. "Apa lagi yang sebenarnya kau mau dariku?" Tanya Helena cukup pelan berusaha menahan emosinya saat ini.

"Tentu saja memiliki mu, babe." Ujar Marvin tersenyum tipis. Dia bangun lalu merapihkan rambut dan pakaiannya yang sempat kusut akibat Helena saat dimobil tadi.

"Jangan pernah melarikan dariku lagi, dasar gadis yang nakal." Tambah Marvin sambil melepas dasi dan tiga kancing atasnya. Marvin kembali duduk disamping Helena yang masih terdiam memperhatikannya.

Marvin menarik tangan Helena untuk dia genggam sambil mengusap lembut punggung tangan Helena. "Apa yang lakukan selama ini tanpaku? Aku hampir gila karena kamu." Ujar Marvin menatap Helena. Helena lagi-lagi enggan menatap Marvin. Dia mengalihkan pandangannya ke depan sama sekali tidak mau bertatapan dengan Marvin.

"Kau tidak mau berbicara denganku? Apakah kamu tidak mau memaafkan aku?" Marvin kali ini menarik Helena kembali duduk dipangkuannya dengan memunggungi nya. Dia melingkarkan tangannya dipinggang Helena sambil mengusap perut Helena lembut.

"Bicaralah satu kata saja, aku merindukan suara cantikmu." Ucap Marvin lalu mengecupi leher Helena lembut. Aroma pearl yang begitu dia rindukan sudah lama tidak pernah Marvin cium kembali.

"Bajingan," hanya kata itu yang keluar dari mulut Helena. Marvin tersenyum tipis, dia mengecup lembut pipi Helena. Aktivitasnya harus terhenti saat tiba-tiba ponselnya berdering ada panggilan masuk.

Dengan segera Marvin membuka teleponnya. Ada seseorang yang menghubungi, yang begitu tak biasa untuk Marvin. Sekarang Marvin mengetahui fakta dari sana. Marvin sekarang percaya bahwa Helena benar-benar tinggal bersama partner mafia yang kemarin dia temui.

"Apakah itu tuan Jeoffree?" Celetuk Helena tiba-tiba sesudah panggilan mereka terputus. Dia masih tidak percaya bahwa yang barusan menghubungi Marvin adalah Jeoffree.

Marvin menaruh kembali ponsel tersebut diatas nakas. "Bagaimana bisa kau mengenalinya, hm?" Tanya Marvin sambil menduselkan kepalanya diperpotongan leher Helena.

"Aku ingin pulang, mereka pasti mencariku." Ucap Helena. Dia baru ingat mengenai Jeoffree dan Chitta. Mereka pasti mencari-cari dirinya.

Marvin merebahkan tubuh Helena sebelum menindihnya. "Kita baru saja bertemu, kau sama sekali tidak merindukan aku?" Marvin menatap Helena intens.

"Aku sama sekali tidak merindukan pria brengsek sepertimu, Marvin." Helena mengigit bibirnya kuat. Dia mencoba menahan isakannya agar tidak tumpah. Disaat mencoba untuk lari dari semua itu, tiba-tiba Marvin harus datang kembali ke dalam hidupnya.

"Aku tahu, maafkan aku," bisik Marvin lalu mendekatkan wajahnya mencium perlahan bibir Helena lembut. Perlahan Marvin juga melepaskan jaket kulit Helena yang selalu dia pakai ketika dia keluar hingga menyisakan kaus tanpa lengan milik Helena.

Marvin melepas pautan mereka saat merasa Helena sama sekali tidak membalas ciumannya. Marvin mengusap jejak air matanya yang keluar dari pelupuk mata Helena. "Tampar aku lagi sampai kamu puas," kata Marvin menarik telapak tangan Helena lalu dia letakkan dipipi kirinya.

Suara tamparan keras dari Helena terdengar begitu nyaring yang berhasil mendarat dipipi Marvin. Dua kali saja Helena mampu menampar pria brengsek didepannya. Tenaganya tiba-tiba hilang saat harus berhadapan dengan seseorang yang membuat terluka berkali-kali.

(✓) MAFIA | markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang