⨳ 058 :: �

1K 75 1
                                    

Marvin menatap layar besar di depannya dengan serius, mereka sedang mendiskusikan kembali rencana untuk menemukan ibu kandung Helena, Chitta. Kali ini, Tama dan Haris juga bergabung dalam pertemuan itu.

"Bagaimana kita bisa pergi ke pulau itu tanpa diketahui oleh siapapun?" tanya Marvin, menatap Tama dengan tajam.

Tama menunjukkan peta di layar. "Ada jalur alternatif yang bisa kita ambil. Meskipun memakan waktu tiga hari untuk sampai, ini adalah jalur yang paling aman," ujarnya.

"Lalu bagaimana dengan kehadiran militer di jalur itu?" tanya Luis dengan serius. Tama menggelengkan kepala.

"Haris telah menemukan tiga jalur potensial. Salah satunya adalah jalur yang digunakan oleh anak buah Chitta, yang kedua adalah jalur militer, dan yang ketiga adalah jalur alternatif yang mungkin bisa kita lewati," jelas Tama.

"Mengapa kita tidak menggunakan jalur yang pernah digunakan oleh anak buah Chitta sebelumnya?" Gino ikut bertanya.

"Mereka masih memiliki banyak anak buah seperti Marvin, lebih baik kita amankan dulu para wanita disana. Setelah itu kita bisa habiskan mereka semua." Kali ini Haris yang menjawabnya.

Marvin memijit pelipisnya merasakan pusing akan masalahnya saat ini. Sebenarnya beberapa informasi ini juga sudah dikirim oleh Gino pada Jeoffree, namun sedang ada masalah pada perusahaan Jeoffree karena peran Chitra dalam perusahaan Jeoffree cukup bagus. Karena Chitra sudah tidak ada akhirnya terjadi masalah disana yang membuat Jeoffree akhirnya memutuskan untuk pulang kembali ke Amerika lebih dulu.

Dalam situasi ini, Marvin menjadi titik fokus utama. Jeoffree akan menunggu keputusan final sebelum bertindak, siap membawa anak buahnya jika dibutuhkan untuk membantu Marvin.

"Apa tujuan sebenarnya mereka menjual wanita-wanita tersebut?" tanya Marvin kepada Tama, menatapnya dengan serius. Tama adalah orang yang lebih dulu mengetahui tentang hal ini dan bahkan Tama sendiri sampai mengetahui bahwa ada kelompok-kelompok yang suka menjual manusia.

Tama mengganti tampilan layar besar saat mendengar pertanyaan Marvin. "Mereka menjual wanita untuk berbagai tujuan, mulai dari kebutuhan seksual hingga menjadi budak atau bahkan bintang film dewasa. Ada yang juga bisa dimasukkan dalam majalah-majalah dewasa. Sang pembeli membayar dengan harga yang cukup besar untuk satu wanita," jawab Tama.

"Apakah menurutmu Chitta masih ada di sana? 20 tahun bukan waktu yang sebentar. Kita tidak tahu, bagaimana jika ternyata Chitta sudah tidak ada?" tanya Gino, mencurahkan rasa penasarannya.

Namun bukannya mendapatkan jawaban dari Tama, Rylie lebih dulu membuka suara. "Menurutku ada atau tidaknya Chitta setidaknya kita harus mencoba mencari tahu, kita juga harus bisa menyelamatkan wanita-wanita disana. Aku sebagai wanita sendiri tentu tahu bagaimana perasaan mereka disana." Kata Rylie yang langsung mendapatkan anggukan dari Marvin.

"Gunakan rencana awal, siapkan semuanya. Minggu depan kita harus segera pergi ke sana," ujar Marvin, mengakhiri pertemuan. Semua orang mengangguk setuju dengan rencananya.

"Tapi maaf, apakah nanti Helena akan ikut bergabung dalam keadaan mengandung?" celetuk Luis, membuat Marvin menoleh dan terdiam. Kesadaran tentang kehamilan Helena menyadarkannya bahwa mungkin tidak akan mudah membawa istrinya dalam misi ini. Semua orang di ruangan sudah mengetahui fakta tersebut.

"Rain, jagalah Helena di sini. Kamu tidak perlu ikut dalam misi ini, jaga Helena untukku," ucap Marvin sambil menatap Rain. Rain terlihat ragu, namun akhirnya mengangguk setuju, menerima tanggung jawab untuk menjaga Helena.

Dalam perjalanan menuju ke pintu, Marvin melihat Helena dari kejauhan, memberinya senyuman tipis. Sebuah tatapan penuh harap, seolah memberikan jaminan bahwa dia akan kembali dengan selamat. Rain menyadari betapa berat keputusan ini bagi Marvin dan berjanji untuk menjaga Helena dengan baik.

⌑ 𖣯 ⌑

"Marvin," panggil Helena sambil mendusel-duselkan kepalanya di bahu Marvin sejak tadi. Sang pemilik bahu sedang terfokus pada laptop di hadapannya, sudah cukup lama dia tidak memeriksa perkembangan perusahaannya. Karenanya, Marvin terlihat sangat sibuk hari ini, dan dia juga memilih untuk bekerja di mansion agar tetap dapat mengawasi Helena.

"Maaf, sayang, aku sedang sibuk," ucap Marvin sambil mencium puncak kepala Helena tanpa mengalihkan pandangannya. "Akan ada rapat sebentar lagi, setelah itu aku akan bersamamu, oke?"

Helena hanya menghela nafas kecil. Bibirnya mengerucut, dengan malas ia beranjak dari tempat tidur dan pindah duduk di sofa. Tangannya membelai perutnya dengan lembut. "Ayahmu terus sibuk dengan pekerjaannya, sepertinya ia mulai mencintai pekerjaannya lebih dari ibumu," gumam Helena sambil berbicara pada bayi dalam kandungannya.

Merasa bosan menunggu rapat Marvin, Helena keluar dari kamar untuk mengambil beberapa cemilan. Nafsu makannya semakin bertambah akhir-akhir ini, membuatnya terlihat lebih berisi dari sebelumnya. Meskipun begitu, hal ini tidak mengurangi rasa cinta Marvin pada Helena. Bahkan, Marvin semakin sering memuji Helena secara terang-terangan, walaupun terkadang membuat Helena merasa bosan.

Meski demikian, Helena tetap menjadi dirinya sendiri. Dia terus menjaga kebugarannya dengan melakukan olahraga ringan, semua di bawah arahan dokter kandungan pribadinya untuk memastikan keselamatan ibu hamil seperti Helena, terutama mengingat usia kandungannya yang masih muda.

Saat Helena tengah sibuk membuat susu, sebuah tangan kekar melingkar sempurna di sekitar perutnya. Yang tidak lain adalah tuan Marvin yang terhormat. Hidungnya mengendus leher Helena, menangkap aroma vanilla yang begitu khas dengannya.

"Maaf jika aku membuatmu menunggu lama," ucap Marvin sambil memperhatikan Helena yang sedang meminum susunya. Tangannya dengan jahil menekan-nekan pipi Helena yang langsung mendapatkan tepisan kasar dari Helena.

Helena meletakkan gelas yang sudah habis itu lalu melirik dengan malas pada Marvin. "Pergilah selesaikan pekerjaan mu lebih dulu." Ucap Helena.

Marvin terkekeh dibuatnya, dia menegakkan tubuhnya lalu memutar tubuh Helena agar menghadap nya. Marvin menunduk mengecup perut Helena lembut. "Maafkan ayahmu ini yang sibuk dengan pekerjaan. " Kata Marvin berucap didepan perut Helena seolah sedang berbicara dengan bayi didalam sana.

"Dia tidak mau memaafkanmu, aku dapat mendengarnya dia berucap seperti itu," ucap Helena menjawab. Marvin sontak mendongak dan tertawa.

"Hei, maafkan aku, aku benar-benar sibuk belakangan ini. Aku menghabiskan banyak waktu bersamamu, karena itu ada begitu banyak pekerjaan yang menumpuk," ujar Marvin sambil lembut meraih kedua tangan Helena.

Helena menatap Marvin dengan mata berkaca-kaca, mungkin karena suasana hati seorang wanita hamil memang sangat sensitif. "Tapi rasanya kamu mengabaikanku..." bisiknya sambil menundukkan kepala.

Marvin tersenyum lembut, mengajak Helena masuk dalam dekapannya. "Aku tidak bermaksud mengabaikanmu, sayang. Aku hanya terlalu fokus pada pekerjaanku. Maafkan aku, ya?" Pinta Marvin sambil memeluk Helena erat.

Helena menganggukkan kepala sambil membalas pelukan Marvin dengan erat. "Aku merindukanmu," gumamnya sambil menekan kepalanya di dada Marvin. Memang, suasana hati seorang wanita hamil sangat sensitif, dan dengan sentuhan lembut seperti ini, mudah membuatnya luluh.

TBC...

(✓) MAFIA | markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang