⨳ 032 :: �

1.3K 87 2
                                    

Marvin berjalan dibelakang Helena memperhatikan Helena yang sibuk memilih beberapa pakaian yang dia mau. Marvin menepati janjinya pada Helena saat mandi bersama hari itu, walaupun terkesan sudah lama yang namanya janji tetaplah janji.

Awalnya Helena juga sudah mengatakan bahwa dia sudah tidak memikirkan tentang itu. Namun untuk Marvin terasa janggal jika tetap dibiarkan, jadi karena itu hari ini dia memaksa Helena untuk membeli semua apapun yang dia mau.

"Sepertinya ini sudah cukup, aku tidak tahu ingin membeli apapun lagi." Kata Helena membalikan badannya menatap Marvin.

Marvin melihat kantung belanjaan yang Helena bawa. Seingatnya, Helena hanya baru membeli 2 pasang pakaian saja. "Kau yakin hanya itu? Apakah kau tidak butuh seperti aksesoris juga? Parfum?"

"Tidak, aku tidak membutuhkannya." Jawab Helena menolak. Marvin akhirnya berjalan mendahului Helena. Setelah membayar itu semua, Marvin tetap membawa Helena ke sebuah toko parfum.

"Belilah setidaknya satu saja atau jika tidak aku ambil semua parfum disini untukmu." Kata Marvin menatap Helena. Dengan terpaksa Helena memilihnya, Marvin juga ikut melihat-lihat beberapa parfum disana.

Setelah cukup lama mereka berkeliling berbelanja untuk Helena. Marvin mengajak Helena berjalan-jalan disekitar kota setelah memberikan belanjaannya pada anak buah Marvin. Tangannya tak pernah lepas dari pinggang ramping Helena selama mereka berjalan.

"Apa kau lapar?" Tanya Marvin. Helena menganggukkan kepalanya membuat Marvin tersenyum tipis. Mereka berbelok ke sebuah resto disana untuk memesan makanan.

"Terimakasih untuk hari ini," ucap Helena saat mereka sedang menunggu pesanan. Marvin menarik tangan Helena lalu dikecupnya punggung tangan itu membuat Helena membeku.

"Anything for you, amour." Kata Marvin. Helena mengigit bibir bawahnya merasakan debaran jantungnya yang berdetak kencang.

"Mengapa tiba-tiba memanggilku dengan amour?" Tanya Helena menatap Marvin kebingungan. Marvin tampak terkekeh kecil mengecup bibir pink Helena ditempat umum, yap tempat ini sedang begitu ramai. Dan dengan entengnya Marvin mengecup bibir Helena begitu saja.

"Sudah kukatakan, panggilan amour lebih cocok untukmu." Kata Marvin tersenyum tipis. Tak lama mereka menoleh saat tahu pesanan mereka sudah datang. Helena dengan cepat menarik tangannya yang sempat Marvin genggam. Keduanya saling menikmati makanannya masing-masing.

Helena sedang menunggu didepan resto itu setelah menghabiskan makanannya, Marvin masih berada didalam mengurus pembayaran. Dia baru menyadari satu hal, tempat resto itu sangat dekat dengan gedung perusahaan milik James.

Pandangannya terus terarah pada gedung tersebut, hingga Helena tidak menyadari Marvin yang sudah keluar dari resto. Marvin yang menyadari Helena mengabaikannya dia mengikuti arah pandang Helena. Bibirnya tersenyum tipis memperhatikan Helena.

"Aku sudah mengarahkan banyak anak buahku untuk mencarinya, entah kemana dia sekarang pergi." Celetuk Marvin membuat Helena tersadar karena posisi Marvin yang kebetulan sangat dekat dengannya juga.

"Apa yang kau lakukan jika berhasil menangkapnya?" Tanya Helena. Marvin hanya mengedikan bahunya acuh, dia segera menggenggam tangan Helena untuk segera pulang.

Saat diperjalanan mobil Marvin melewati gedung James tersebut yang sepertinya begitu tampak sepi. Helena terus memperhatikan gedung tersebut hingga menghilang dari pandangannya. Suara hembusan keluar dari mulutnya sambil menyandarkan punggungnya.

"Ada apa denganmu?" Tanya Marvin yang menyadarinya. Tangan kanannya dia selipkan dibelakang panggung Helena lalu menarik bahu sempit itu untuk bersandar padanya.

"Aku tidak tahu," balas Helena singkat. Dia memejamkan matanya menyandarkan kepalanya pada pundak Marvin. Selama diperjalanan Helena tertidur disamping Marvin, berbeda dengan Marvin yang tampak sangat sibuk sekali dengan ponselnya atau mungkin sesekali berbicara dengan anak buahnya yang berada dikursi depan membawa mobil.

⌑ 𖣯 ⌑

James menarik Jasmine ke dalam mobil secara paksa. Dia menatap Jasmine dengan pandangan bertanya, cukup lama mereka tidak bertemu. Kata-kata yang pernah Jasmine tinggalkan adalah mengenai dirinya diculik lalu sekarang dia bisa berada dikota dengan baik-baik saja tentu menjadi pertanyaan untuk James.

"Kemana selama ini Jasmine?" Tanya James mengutarakan keingin tahuannya. Jasmine tampak sedikit gelisah dia sama sekali tidak tahu harus berhadapan tiba-tiba dengan James seperti ini.

"Aku berhasil kabur saat itu, seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan selama ini?! Kamu sama sekali tidak peduli padaku?" Tanya Jasmine mencoba membalikan keadaan. Karena tidak mungkin dia jujur bukan? Apalagi jika sampai mengatakan bahwa itu rencananya dengan Marvin.

Jasmine melepaskan tangannya dari James dengan kasar hendak keluar. Namun sayangnya James lebih gesit menarik Jasmine agar kembali duduk di kursinya. "Dengar, saat itu aku benar-benar sibuk dan kewalahan Jasmine. Aku tidak sempat atau mempunyai waktu untuk mencari mu." Jawab James menatap Jasmine.

Jasmine mengalihkan pandangannya enggan menatap James. "Aku tidak peduli, aku kecewa padamu." Balas Jasmine mengeluarkan ekspresi pura-pura kecewanya.

James tampak terdiam, dia menundukkan kepalanya lalu menarik Jasmine ke dalam dekapannya. "Aku minta maaf, sungguh." Lirih James memeluk Jasmine erat.

Giliran Jasmine yang sekarang terdiam, dia merasa ada sesuatu yang janggal dengan James. Tangannya terangkat mengusap punggung lebar itu dengan lembut. "Tidak apa-apa, aku sudah baik-baik saja." Jawab Jasmine pelan.

"Ada apa denganmu?" Lanjut Jasmine berucap. Dia melepaskan perlahan pelukannya untuk mencoba menatap James.

"Sekarang aku sudah bangkrut, aku tidak memiliki apapun. Apa yang harus aku lakukan?" Ucap James menunjukkan raut sedihnya. Dia menaruh dagunya pada pundak sempit Jasmine.

Jasmine berdehem kecil. "Mengapa? Apa ada sesuatu yang terjadi?" Tanya Jasmine sambil mengusap lembut pucuk kepala James. Dia ingin melihat bagaimana James menceritakan semuanya, karena ada sesuatu yang menjanggal menurutnya yang menjadi pertanyaan nya selama ini. Bagaimana bisa James bisa mengetahui bahwa Marvin memiliki sebuah berlian?

Namun James nampak terdiam tidak menjawab pertanyaan Jasmine. James tidak bergeming dari tempatnya, dia terlihat begitu nyaman saat berada didekat Jasmine. "Semua terjadi karena kelalaian aku sendiri." Gumam James yang tentu masih dapat didengar hal itu oleh Jasmine.

"Aku mencuri berlian seorang mafia, seharusnya aku memikirkan resikonya lebih dulu. Aku terlalu berambisi membalas dendamku," lanjut James membuat Jasmine kali ini terdiam dengan kerutan di dahinya.

"Apa maksudmu dengan balas dendam?" Tanya Jasmine mengutarakan keingin tahuannya. Namun lagi-lagi James terdiam, dan kali ini James benar-benar tidak menjawab pertanyaannya.

James melepas pelukannya lalu menatap Jasmine. "Pulanglah ke mansionku," kata James. Dia juga merubah posisinya menghadap ke depan.

"Jawab dulu pertanyaan aku barusan, kamu belum menjawabnya." Ucap Jasmine masih dengan rasa penasarannya. Namun James mengabaikan itu, dia segera membawa mobilnya meninggalkan tempat tersebut. 

Jasmine mendengus kasar, dia akhirnya ikut terdiam membiarkan James membawanya. Dia sesekali melirik James, Jasmine butuh sekali jawaban dari pertanyaan tadi. Apakah Marvin pernah melakukan sesuatu yang sama sekali dia tidak ketahui?

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ𖥻TBC

(✓) MAFIA | markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang