Reina kembali menapakkan kedua kakinya di gedung rumah sakit. Ayah dan Bundanya mengatakan jika dia harus melakukan pemeriksaan lagi yang sudah Dokter Herman jadwalkan.
Tidak ada yang Reina katakan ataupun pertanyakan kecuali menuruti apa yang kedua orang tuanya sudah sepakati dengan Dokter Herman. Sekalipun tidak betah dengan nuansa rumah sakit, Reina berusaha untuk melakukan semua itu. Dia juga ingin segera sembuh atau paling tidak mengetahui secara langsung apa yang sebenarnya terjadi padanya.
"Bunda,"
Marsya tersenyum dengan sapuan hangat kedua tangannya yang membelai pelan wajah Reina. Keceriaan putri keduanya itu terasa hilang belakangan ini. Dia hanya berusaha untuk menyalurkan ketenangan pada Reina sekalipun hal itu akan kembali meruntuhkan perasaan putrinya saat harus mengetahui kebenaran mengenai kondisinya.
"Duduk, Reina."
Bima menarik kursi yang ada di hadapan meja Dokter Herman untuk Reina. Memilih berdiri dan membiarkan Marsya istrinya yang mengambil duduk di samping putri keduanya itu.
Dokter Herman tersenyum tipis pada Reina yang sejak tadi terus menatapnya. Lembaran hasil pemeriksaan Reina juga sudah ada di tangan Dokter Herman untuk selanjutnya bisa dia jelaskan pada Reina yang sudah menunggu dengan perasaan hati yang sama sekali tidak bisa dia artikan.
"Dokter Herman, tolong jelaskan padaku tanpa harus menutupi apapun. Aku berhak tahu bagaimana kondisiku kan? Walaupun aku takut, tapi aku berharap jika tidak ada yang perlu di khawatirkan."
Marsya bisa merasakan bagaimana genggaman tangan Reina yang terasa bergetar. Melihat putrinya yang menatap sepenuhnya pada Dokter Herman membuat Marsya dan Bima di jerat sesak yang tidak bisa mereka tolak. Hingga sama-sama menjatuhkan air matanya.
"Baiklah, tapi Dokter Herman minta supaya kamu sedikit lebih tenang ya. Saya akan jelaskan tentang kondisi kamu."
Gemuruh hati Reina sudah tidak bisa dia tampik saat merasakan air mata Marsya yang terus menetes hingga terjatuh di punggung tangannya. Dia berusaha untuk tenang, namun sapuan hangat dari kedua tangan Bima pada punggungnya justru membuat Reina semakin merasakan ketakutan yang nyata.
"Dua minggu yang lalu kamu sudah melakukan pemeriksaan fisik dan tes darah. Keduanya menunjukkan hasil yang sama, kamu mengidap Leukemia atau bisa disebut dengan Kanker darah."
Reina langsung menjatuhkan air matanya detik itu juga. Menggeleng tidak percaya namun Dokter Herman kembali memberikannya penjelasan.
"Semua gejala yang kamu alami, bukan semata-mata karena kebetulan saja. Tapi Leukemia memang memiliki gejala yang cukup signifikan. Itulah alasannya, Dokter Herman meminta pada kedua orang tua kamu agar kamu melakukan pemeriksaan kembali. Tes Aspirasi dan biopsi sumsum tulang. Prosedure pengambilan sampel sumsum tulang untuk pemeriksaan laboratorium yang bisa menentukan jenis Leukemia apa yang kamu derita. Karena bagaimanapun secepatnya kamu harus segera mendapatkan penangan medis. Penyakit Leukemia tidak bisa diabaikan begitu saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
S E A N D A I N Y A ✔
FanfictionKita memilih untuk mengukir cerita bersama. Berjalan beriringan di antara dinding kokoh yang menjulang. Seandainya beda tidak di antara kita. "Janji untuk hidup lebih baik dan terus bahagia ya, Sehandara?" _ Reina "Kamu juga harus janji untuk terus...