"Reina,-"
Marsya mengusap punggung Reina berulang kali. Pusing dan mual terus gadis itu rasakan setelah melakukan kemoterapi. Kembali melukai perasaannya sekalipun Dokter Herman mengatakan jika semua itu memang efek kemoterapi yang baru saja Reina jalani.
Marsya kembali berusaha keras untuk menahan air matanya yang menumpuk. Tidak tega saat harus melihat Reina seperti ini.
"Sayang, minum obatnya ya, biar pusing sama mualnya segera hilang."
Bima mengalihkan tatapannya saat tidak tega melihat bagaimana kondisi Reina. Ini bahkan baru awal, dia akan semakin sering melihat putrinya seperti ini atau bahkan jauh lebih parah selama proses penyembuhan Leukemia yang tidak mungkin membutuhkan waktu yang singkat.
"Maaf ya, Bunda. Reina enggak sengaja muntahin baju Bunda."
Marsya tersenyum dengan gelengan pelannya sekalipun kembali merasakan perih di kedua matanya. "Kamu istirahat ya, Bunda akan temanin kamu sampai kamu tidur."
Marsya berulang kali menengadah saat air matanya ingin meluruh karena tidak ingin membuat Reina terganggu. Membiarkan Reina terlelap dengan usapan hangatnya sebelum Marsya kembali membekap mulutnya sendiri karena sudah tidak sanggup menahan tangisannya.
"Ayah,"
Bima langsung mengusap air matanya saat Rora sudah mengambil duduk tepat di sampingnya. "Ya, Sayang..."
Rora bisa merasakan bagaimana kepiluan dari kedua mata Bima Ayahnya. Mengetahui sakit apa yang Kakaknya derita membuat Rora juga merasakan kesedihan yang sama. Dia bahkan mendapati Reina berulang kali menangis tanpa bisa menyembunyikan kesedihannya sekalipun kakaknya berusaha keras untuk melakukan semua itu.
"Ayah, Kak Reina pasti sembuh, kan?"
Bima mengangguk dengan tangan yang merengkuh tubuh Rora ke dalam pelukannya. Meyakinkan sepenuh hatinya walaupun dengan himpitan sesak yang sama sekali tidak bisa dia kendalikan.
"Kamu pasti belum makan kan, Rora. Kita makan sambil nunggu Bunda ya,"
Bima bangkit dengan genggaman tangannya pada Rora yang tidak terlepas sedikitpun. Dia tidak mungkin berlarut pada kesedihan karena memikirkan kondisi Reina. Rora juga membutuhkan perhatian darinya ataupun dari Marsya Bundanya.
🍂°°°🍂
"Makasih ya, Sehandara."
Sehandara hanya mengangguk saat Asyila meraih kotak berukuran sedang darinya dan kembali membantu Arbiyan kakaknya untuk mengeluarkan barang-barang dari dalam mobil. Mereka baru saja kembali ke Jakarta setelah satu minggu lebih berada di Bandung.
"Mbak Syila, jangan angkat barang-barang berat. Biar aku sama Mas Arbiyan aja. Mbak Syila mendingan istirahat."
Sehandara dengan sigap mengambil kotak berukuran lumayan besar dari tangan Asyila. Cukup berat hingga membuatnya menggeleng karena khawatir pada kakak iparnya yang tengah mengandung itu. Meskipun usi kehamilannya masih sangat muda, justru sangat riskan menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
S E A N D A I N Y A ✔
FanficKita memilih untuk mengukir cerita bersama. Berjalan beriringan di antara dinding kokoh yang menjulang. Seandainya beda tidak di antara kita. "Janji untuk hidup lebih baik dan terus bahagia ya, Sehandara?" _ Reina "Kamu juga harus janji untuk terus...