Reina kali ini tidak menolak ajakan Sehandara untuk pulang bersama. Hampir semua guru akan mengadakan rapat untuk persiapan ujian akhir murid kelas dua belas. Karena itu hari ini jam pulang sekolah menjadi lebih awal.
"Helm baru?"
Sehandara hanya tersenyum tipis saat Reina menyadari jika sekarang Sehandara membawa dua helm yang salah satunya mulai Sehandara pakaikan di kepalanya. Hal sederhana itu tentu saja Reina bisa melakukannya sendiri. Tapi sepertinya dia juga tidak menolak saat Sehandara melakukan hal itu padanya.
"Mau langsung pulang?"
"Terserah."
"Harusnya aku enggak perlu nanya kalau jawaban kamu kayak gitu."
Reina hanya tertawa pelan di belakang Sehandara. Gadis itu mendengar dengan jelas bagaimana ucapan Sehandara yang bernada sedikit kesal.
Jika dulu saat pertama kali mengenalnya sebagai murid baru dengan wajah dingin dan terkesan cuek. Reina memilih untuk bertingkah aman pada Sehandara. Tapi sekarang, dia lebih senang menjahilinya. Entah kenapa melihat wajah Sehandara yang kesal menjadi hiburan tersendiri bagi gadis itu.
"Yaudah, kalau kamu enggak keberatan, aku pingin mampir ke toko buku. Toko buku Gemilang, persis di pinggir jalan sebelum pertigaan lampu merah."
Ada terbitan buku baru dari penulis yang selama ini Reina idolakan. Dia belum sempat untuk membeli buku itu padahal sudah rilis dua hari yang lalu. Dia juga sudah mengecek secara online kemaren jika di toko itu masih tersisa beberapa. Untung saja Reina mengingatnya, jika tidak dia mungkin tidak akan mendapatkannya karena buku itu di cetak secara terbatas.
"Oke, kita ke sana. Setelah itu mau ke mana lagi, tuan putri?"
"Hm?"
Reina mengernyit pelan saat Sehandara kembali bertanya padahal mereka belum sampai di toko buku yang Reina maksud. Gadis itu baru menyadari satu hal saat Sehandara tertawa pelan di balik helm merahnya karena melihat wajah Reina yang benar-benar menggemaskan. Ternyata Sehandara juga memiliki cara lain untuk menjahili gadis itu.
"Jangan cemberut gitu mukanya, nanti makin— Arg! Reina, Sakit." Sehandara mengeluh namun tidak lepas dengan tawa kecilnya saat gadis itu mencubit pinggangnya karena dia terus menggodanya.
"Rasain!"
🍂°°°🍂
"Satu minggu lagi ulang tahun Rora. Bunda sama Ayah jangan sampai lupa."
Marsya menatap pada kalender di samping meja belajar Reina. Putri keduanya itu sudah menandainya dengan lingkaran biru muda lengkap dengan note yang terlihat begitu kecil namun masih bisa terbaca dengan jelas.
Apa yang Reina katakan memang benar. Dia hampir melupakan hari kelahiran putri bungsunya karena belakangan ini terlalu memfokuskan perhatiannya pada kesehatan putri keduanya yang tengah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
S E A N D A I N Y A ✔
FanfictionKita memilih untuk mengukir cerita bersama. Berjalan beriringan di antara dinding kokoh yang menjulang. Seandainya beda tidak di antara kita. "Janji untuk hidup lebih baik dan terus bahagia ya, Sehandara?" _ Reina "Kamu juga harus janji untuk terus...