Reina mengeluh beberapa kali saat merasakan sakit akibat kemo yang baru saja dia jalani. Membuat Marsya yang sejak tadi ada di dekatnya hanya bisa mengusapi wajah Reina yang berkeringat. Ikut mersakan sakit yang tidak berujung saat harus melihat putrinya yang selalu kesakitan seperti ini.
Rasa sakit itu seolah tidak Tuhan berikan jeda untuk Reina. Selalu dating dan dia rasakan setiap saat terlebih saat kanker itu semakin berkembang seperti apa yang Dokter Herman jelaskan kemaren.
"Ugh, Bun-daa..."
"Iya, Sayang?"
Marsya mengusap kasar air matanya yang terjatuh saat merasakan cengkraman tangan Reina pada bajunya. "Bunda di sini. Reina tidur ya, biar sakitnya enggak kerasa lagi, Sayang."
Mengusapi pelan dada Reina dengan sesekali mengecupi kening putrinya, Marsya seolah tidak bisa menahan rasa sesak yang terus menyerangnya. Kondisi Reina selalu membuatnya serapuh ini tanpa bisa mengendalikan dirinya sendiri di hadapan putrinya yang tengah kesakitan.
"Ayah,"
Bima kembali mengenakan kacamatanya setelah mengusap air matanya yang terus berjatuhan. Usapan tangan Arin bada bahunya membuat laki-laki itu tersenyum getir saat beradu tatap dengan putri sulungnya. Arin juga merasakan kesedihan yang sama, día juga terluka saat melihat bagaimana kondisi Reina yang lagi-lagi memburuk.
Dan untuk pertama kalinya melihat bagaimana adiknya harus melewati tahap-tahap pengobatan yang membuatnya kesakitan. Membuat perasaannya juga semakin hancur, dia bahkan tidak bisa melakukan apapun untuk meredakan kesakitan Reina sebagai seorang kakak.
🍂°°°🍂
Sehandara tidak melepaskan tatapannya sedikitpun pada Reina. Membuat senyumannya juga terlihat semakin jelas saat memperhatikan gadis itu yang sesekali tertawa kecil saat adiknya Rora tengah melemparinya sebuah candaan. Sore itu sepulang sekolah Sehandara sengaja untuk datang ke rumah sakit. Tentu saja ingin melihat kondisi Reina yang memang masih di rawat di rumah sakit sekalipun hanya bisa melihatnya dari kejauhan seperti ini.
"Sehandara,"
Sehandara baru saja akan berbalik untuk pulang, tapi Marsya Bunda Reina justru mengetahui keberadaannya yang sejak tadi memperhatikan Reina dari kejauhan.
"Tante,"
Marsya tersenyum sembari mengusap pundak Sehandara. "Kamu mau menjenguk Reina?"
Sehandara tentu saja ingin mengangguki apa yang baru saja Marsya katakan padanya. Tapi sepertinya dia terlalu malu untuk mengiyakan sekalipun Marsya sudah terlanjur memergokinya.
"Sebenarnya tadi Sehandara hanya-"
"Ayo, tante anterin kamu. Sebentar lagi waktunya Dokter Herman memeriksa kondisi Reina. Kamu masih punya waktu lima belas menit untuk ketemu sama Reina."
KAMU SEDANG MEMBACA
S E A N D A I N Y A ✔
FanfictionKita memilih untuk mengukir cerita bersama. Berjalan beriringan di antara dinding kokoh yang menjulang. Seandainya beda tidak di antara kita. "Janji untuk hidup lebih baik dan terus bahagia ya, Sehandara?" _ Reina "Kamu juga harus janji untuk terus...