Marsya seolah tidak ingin melepas tatapannya dari Reina. Mengecupi wajah putrinya berulang kali yang sudah sadar setelah hampir tiga hari penuh tidak membuka kedua matanya. Dia tentu saja langsung menuju ke rumah sakit saat Bima suaminya memberi kabar jika Reina sudah siuman.
"Maaf ya, Bunda. Reina enggak bisa tepatin janji Reina. Sebaliknya malah buat Bunda sama Ayah jadi kerepotan kayak gini."
Marsya menggeleng pelan. Reina terus saja mengatakan hal yang sama dan terus meminta maaf. Ini semua bahkan diluar kendalinya, tidak ada yang menginginkan hal buruk seperti ini harus terjadi. Marsya sendiri sangat bersyukur karena Reina sudah bisa melewati masa kritisnya hingga sadar seperti sekarang.
Hatinya benar-benar berkeping saat mengingat dua hari yang lalu Reina sempat kolaps.
"Kamu baru saja siuman, Sayang. Bunda enggak mau kalau Reina harus memikirkan sesuatu yang membuat putri Bunda terbebani." Marsya mengusap hangat wajah Reina. "Apapun yang sudah terjadi, itu semua kehendak Tuhan. Reina hanya perlu fokus untuk sembuh. Bunda, Ayah, Kak Arin dan Rora, kita semua akan selalu ada buat Reina sampai kapanpun."
Reina hanya tersenyum saat Marsya menjatuhkan kepalanya hingga menyetuh lehernya. Harapan besar itu selalu keluarganya ucapkan untuk kesembuhannya.
Reina sendiri terkadang begitu pesimis mengingat penyakitnya akan semakin parah. Bahkan belum lama penyakit itu hinggap di tubuhnya. Rasanya apapun yang menjadi gerak bebasnya sekarang harus penuh dengan batasan. Sewaktu-waktu kambuh tentu saja Reina akan kesulitan untuk mengendalikan tubuhnya sendiri.
"Kak Reina,"
Suara itu tentu saja tidak akan terdengar asing. Reina sangat tahu siapa yang datang untuk menjenguknya. Rora bahkan sudah berlari hanya untuk segera memeluknya.
"Rora Sayang, pelan-pelan, Nak. Kak Reina masih sakit."
Arin ikut mengusap punggung Rora saat Bundanya memperingati adik bungsunya itu yang sangat merindukan kakak keduanya. Mereka bahkan harus membujuk Rora untuk tetap bersekolah saat merengek ingin segera ke rumah sakit karena Ayahnya memberi tahu jika kakaknya itu sudah siuman.
"Jangan nangis. Kak Reina enggak suka lihat bayi besar harus menangis."
Rora menggeleng dengan kedua tangan yang sibuk mengusap kasar air matanya. Kembali menunduk untuk mencium pipi Reina berulang kali.
"Makasih, karena Kak Reina udah siuman di hari ulang tahun aku."
Reina tersenyum dengan air mata yang sudah mengalir. Dia belum mengucapkan selamat ulang tahun pada adiknya itu.
"Hm. Selamat ulang tahun adik Kak Reina yang ngeselin. Jangan jadi adik yang durhaka karena tinggi badan kamu yang hampir melebihi Kak Reina sama Kak Arin."
Marsya dan Arin tidak melepas pandangan dan senyuman mereka pada Reina dan Rora. Pemeran utama yang selalu menghidupkan suasan tentu saja akan selaku terlihat seperti ini jika sudah disatukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
S E A N D A I N Y A ✔
FanficKita memilih untuk mengukir cerita bersama. Berjalan beriringan di antara dinding kokoh yang menjulang. Seandainya beda tidak di antara kita. "Janji untuk hidup lebih baik dan terus bahagia ya, Sehandara?" _ Reina "Kamu juga harus janji untuk terus...