Reina meraih tangan Sehandara yang terulur padanya. Di hari ke dua Camping semua murid dibebaskan untuk menikmati apapun yang memang tersedia di tempat itu. Termasuk menaiki perahu yang tersedia di sana untuk mengelilingi danau.
Janie dan Kafa juga melakukan hal yang sama. Mereka bahkan sejak tadi melakukannya.
"Pas banget. Bentar lagi waktunya senja, kamu enggak mau ambil foto, Rein? Bagus tuh langitnya."
Reina mengangguk pelan. Sehandara benar, hamparan langitnya terlihat begitu indah. Garis-garis biru yang tampak kontras dengan warna senja yang mulai datang terlihat begitu apik. Reina akan segera mengabadikannya di samping Sehandara yang sejak tadi masih fokus mengayuh perahu.
"Mau foto bareng?"
Sehandara kembali menoleh pada Reina. Gadis itu sudah mengarahkan kameranya untuk memfoto Sehandara sebanyak dua kali. Setelahnya mereka mengambil foto bersama.
"Janie pasti selalu sama Kafa. Apa sebelum ada aku, kamu ditinggalin sendirian sama mereka?"
Reina tersenyum. Walaupun tengah menatap hasil foto di kameranya, tapi dia dengan jelas mendengar apa yang baru saja Sehandara katakan. Dia seolah mengklaim jika semenjak ada dia, Reina tidak lagi kesepian atau harus menjadi nyamuk saat Janie bersama dengan Kafa.
Tentu saja harus diakui. Kenyataannya memang seperti itu, Sehandara menyelamatkannya. Dia bahkan tidak pernah sendirian sekarang saat Janie tengah sibuk bersama Kafa.
"Kamu mau jawaban yang kayak gimana?" Sehandara tersenyum. Kali ini ada rona yang tidak biasa saat Reina menatapnya seperti itu.
"Tapi emang bener sih, mereka kalau udah ngebuncin kadang-kadang enggak ingat kalau ada aku. Namanya juga orang lagi kasmaran. Kadang-kadang gak sadar tempat, juga enggak sadar kalau ada temennya yang tiba-tiba dicuekin."
Reina tertawa pelan. Janie bohong banget kalau enggak bucin sama Kafa. Sebagai sahabatnya dia jelas tahu bagaimana sifat gadis itu.
"Terus sekarang gimana? Enggak ngerasa gitu lagi kan semenjak ada aku?"
"Hm?"
Reina sepertinya pura-pura. Padahal dalam hati dia tersenyum saat Sehandara mengatakan hal itu. Bagaimana mungkin sosok dingin sepertinya bisa bersikap seperti ini.
"Jujur aja, enggak perlu di tutupin."
Sehandara hanya tertawa pelan saat Reina memukul lengannya. Rasanya sudah begitu lama untuk mengulur. Tapi seolah masih ragu, bagaimana caranya untuk jujur pada Reina jika dia menyukai gadis itu.
🍂°°°🍂
Marsya kembali bernapas lega setelah Reina menjawab telepon darinya. Di sana sedikit susah sinyal, karena itu Marsya kesulitan hanya untuk menghubunginya. Dia ingin memastikan jika Reina memang baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
S E A N D A I N Y A ✔
Fiksi PenggemarKita memilih untuk mengukir cerita bersama. Berjalan beriringan di antara dinding kokoh yang menjulang. Seandainya beda tidak di antara kita. "Janji untuk hidup lebih baik dan terus bahagia ya, Sehandara?" _ Reina "Kamu juga harus janji untuk terus...