Bab 21: Debaran

122 41 52
                                    

___

Bel istirahat berbunyi, buru-buru Bintang merapihkan bukunya. Berdiri lalu menarik tangan Kanaya yang berdiri didepan mejanya.
Bintang tak sabar bertemu bakso yang sangat menggiurkan bahkan hanya dengan membayangkannya saja sudah membuat perut keroncongan. Ah, terlepas dari itu tentu saja Bintang juga ingin bertemu cowok tampan itu.

"Eh, tunggu." Kanaya menarik kembali tangannya.

"Kenapa, Nay?"

Kanaya memasukkan semua bukunya kedalam Tas. Membuat Bintang mengerutkan alis bingung.

"Lo, ke kantin sendiri aja, ya?" ujar Kanaya tanpa menatap Bintang karena sibuk memasukkan semua bukunya.

Bintang menatap Kanaya penuh pertanyaan. "Emang Naya mau kemana? Gak makan?"

Bintang bertambah bingung ketika melihat Kanaya sudah menggendong rapih tas nya. Cewek berambut pendek itu tak mungkin pergi ke kantin sambil membawa tas kan? pikir Bintang.

"Gue mau pulang," ucap Kanaya enteng.

Bintang melongo. Apa maksudnya? Ini kan masih jauh dari jam pulang.

"Pulang kerumah?" tanya Bintang meyakinkan.

"Bukan. Ke kolong jembatan." Melihat wajah gadis di depannya yang penuh pertanyaan, Kanaya kembali berucap. "Ya pulang ke rumah gue lah."

"Naya mau bolos?"

Gadis itu berubah menjadi menatap Kanaya dengan penuh curiga. Bintang memicingkan matanya menatap Kanaya.

"G-gue ... Udah ijin, kok." Kanaya mendorong pelan tubuh Bintang agar gadis itu segera pergi dari kelas. "Udah sana pergi! nanti bakso nya keburu habis."

Bintang berjalan pergi keluar kelas, sambil matanya tak henti menatap Kanaya yang masih berdiri memperhatikan nya. Merasa aneh, sekaligus sedikit tak percaya dengan apa yang diucapkan cewek berambut pendek itu.

'Kanaya ... Tidak sedang berbohong padanya, kan?' batin Bintang bertanya.

Setibanya di kantin, Bintang langsung tertuju pada warung bakso yang terlihat lebih ramai dari biasanya. Ia mulai menerobos alur separuh murid yang berlawanan dengan langkah kakinya.

Karena badan gadis itu kecil, Bintang beberapa kali terhuyung ke kanan-kiri. Bahkan tak sekali dirinya tersenggol oleh orang yang badannya lebih besar dan tinggi dari dirinya, membuat Bintang sampai mengaduh sakit.

"Permisi kak, tolong kasih Aya lewat sebentar!" racaunya ditengah keramaian kantin yang pasti membuat suaranya tak akan terdengar.

Sampai kemudian, dua cowok berbadan besar yang tengah membawa mangkok bakso hendak menyenggolnya. Bintang justru terkejut dan sedikit berteriak karena pinggang nya tiba-tiba saja di tarik dan berakhir ia berada di pelukan seseorang.

Aroma leather yang sangat khas bercampur dengan wangi mint, membuat Bintang seperti hapal siapa itu. Gadis itu mendongak, tatapan nya bertemu dengan mata elang milik cowok biola itu.

"Kak Lang- Uh!" Bintang melotot ketika tangan Langit yang melingkar di pinggangnya, semakin menakan tubuhnya hingga menempel tak ada jarak diantara mereka.

Seluruh wajah putih Bintang memerah tomat. Detak jantung nya berpacu berkali lebih cepat. Wajah nya terasa sangat panas.

Tubuh Binatang semakin terasa sesak, karena mereka berdiri diantara banyaknya murid yang tengah mengantri dan berlalu-lalang di sana, yang semakin menghimpit mereka. Tapi untungnya, tak ada yang menyadari mereka saat ini.

Bintang menelan saliva nya gugup, ketika menyadari bahwa Langit jauh lebih tampan dilihat dalam arah seperti ini. Rahang tegas Langit sangat terlihat jelas, dan tonjolan yang bergerak naik turun di leher cowok itu membuat Bintang penasaran. Saat tangan Bintang sudah melayang di udara untuk menyentuhnya. Langit lebih dulu berucap padanya.

Rhythm Of Violin [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang