___
Tok tok tok
Langit yang sudah bersiap untuk memainkan biola nya terhenti ketika mendengar pintu ruangan nya di ketuk oleh seseorang. Cowok itu meletakkan kembali biola ke tempatnya dan berjalan ke arah pintu.
"Halo, Kak Langlang?" Gadis itu melambaikan tangan sambil tersenyum lebar pada Langit.
"Ngapain?"
"Aya...boleh masuk dulu gak?" Bintang nyengir sambil tangannya yang tengah membawa kresek putih itu memohon agar di ijinkan masuk.
Langit membuka pintu lebar, menggerakkan kepalanya-- menginterupsi gadis itu untuk masuk ke dalam.
Dengan langkah girang, Bintang masuk kedalam ruang latihan Langit. Memindai setiap inci dari ruangan yang sebenarnya cukup luas untuk ruang latihan satu orang. Di bagian depan terdapat kaca besar, dan di bagian belakang ada panggung yang tidak tinggi tempat cowok itu berlatih. Dan di sanalah pertama kali Bintang menemukan sosok Langit yang tengah bermain violin.
Seperti saat pertama kali ke sana, ruangan itu tampak gelap. Hanya ada satu cahaya berwarna jingga yang menyinari panggung di depan sana.
Langit menutup pintu dan berjalan meninggalkan Bintang yang masih berdiri memperhatikan setiap sudut ruangan itu. Bintang yang sadar Langit berjalan, lalu mengikuti langkah cowok itu di belakangnya.
"Ngapain kesini?" tanya Langit memasukkan kedua tangannya ke saku celana.
"Kak, lampunya bisa di hidupkan semua gak? Gelap sekali," pinta Bintang.
Langit mendengus sebal, yang punya ruangan kan dirinya. Kenapa yang repot gadis itu. Jika takut gelap kenapa harus datang ke ruangan latihannya. Ingin rasanya Langit bilang begitu, tapi sial dirinya malah menurut saja dan menyalakan lampu.
"Jangan buang waktu," Langit menatap datar gadis didepannya.
"Enggak kok, Aya emang sengaja mau kesini liat Kakak main violin itu." Bintang menunjuk biola milik Langit yang ada di depan sana.
Langit memutar bola matanya malas, baru kali ini Langit bertemu orang yang tidak tahu malu dan dengan gampangnya bilang ingin menontonnya bermain biola. Gadis itu pikir dirinya tengah orkestra, yang dengan senang hati memanjakan telinga penonton.
Mendengar suara krasak krusuk dari sampingnya, membuat Langit akhirnya menoleh pada gadis yang tengah duduk di lantai itu. Langit melotot saat gadis itu mengeluarkan banyak makanan ringan, susu botol dan macam snack lainnya. Gadis itu sudah seperti anak kecil yang sedang pergi piknik. Langit memijat pangkal hidungnya frustasi.
"Berdiri!" sentak Langit, yang kini sudah berdiri tegap menjulang di depan Bintang yang masih sibuk.
Bintang mendongak, hanya mengerjapkan mata polos. Langit langsung mencekal kedua bahu Bintang dan mengangkat gadis itu sampai berdiri tegak.
"Itu, buat apa?" Langit menatap tajam Bintang, tangan nya menunjuk Snack yang berserakan di lantai.
Bintang ikut menatap yang di tunjuk oleh Langit, "Itu, buat di makan, Kak," jawab nya.
"Lihat!" Langit menunjuk kertas peringatan yang di tempel tepat di belakang Bintang.
Gadis itu menoleh ke belakang. "Di larang membawa makanan ke dalam ruang Latihan," ucap Bintang mengulangi tulisan yang ada di kertas itu. Ia berbalik menatap lagi Langit, lalu nyengir tanpa dosa. "Tadi gak kelihatan perasaan," gumam Bintang.
Langit mendengus, lalu berjalan kearah panggung.
Sedangkan Bintang buru-buru memasukkan lagi makanan ringan itu kedalam plastik. Ia juga bersiap untuk menonton Langit memainkan biola nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rhythm Of Violin [ON GOING]
De TodoLangit Aksanu Rendra, pria berwajah tampan dengan sifatnya yang dingin dan datar. Pria yang di kenal sebagai seorang yang terobsesi dengan Violin. Namun, Dibalik wajah datarnya tidak ada siapapun yang tau apa yang sebenarnya tengah ia rasakan. Kemu...