Part 16

2.6K 230 12
                                    

"Ada apa denganmu, Sanji?"

"Apa yang membuatmu gelisah?"

Masih ada pertanyaan lain akan diajukan, tapi ingin dilihat dulu respons Sanji.

Atensi tak bisa dialihkan ke wanita itu karena harus fokus menyetir. Apalagi, ia tengah berada di jalanan yang sepi dan sempit.

Minim penerangan lampu juga.

Jika tidak hati-hati, bisa berakibat fatal.

Enggan dibahayakan Sanji dan Soul yang tengah ikut di dalam mobil bersamanya.

Beberapa menit menunggu, belum ada satu pun kata dikeluarkan Sanji sebagai jawaban.

Hal tersebut membuat rasa penasarannya kian besar dan harus tahu beban pikiran seberapa berat menyerang wanita itu.

"Sanji?"

"Kamu terusik dengan masalah apa?" Hemmy harus mengajukan pertanyaan kembali.

Mata dilirikkan sebentar ke arah Sanji.

Ternyata, wanita itu tengah menatapnya.

Entah dari kapan, ia sendiri tak sadar sebab masih begitu berkonsentrasi menyetir.

"Aku cemas akan ketahuan pergi diam-diam."

"Papa dan Mama pasti akan marah besar kalau tahu aku meninggalkan Jakarta."

"Berhenti tiba-tiba dari partai juga."

Hemmy sudah mendapatkan jawaban yang diinginkan. Ia tak berniat menanggapi.

Lebih baik terus menjaga fokus mengemudi, medan jalan masih kurang bersahabat.

Vila miliknya sudah dekat.

Keheningan mengisi kosongnya obrolan di antara mereka karena Sanji ikut diam.

Hemmy merasa seperti bersalah tak berikan tanggapan atas ucapan wanita itu. Apalagi, Sanji sedang cukup kalut dengan ketakutan.

Digenggamnya kuat-kuat tangan wanita itu, walau seperkian detik saja bisa dilakukan.

"Kamu tidak akan kenapa-kenapa."

"Orangtuamu tidak akan bisa menemukanmu dan menyakitimu. Peganglah janjiku."

Tepat setelah menyelesaikan ucapan, mobil yang dikemudikan pun sampai tepat di depan gerbang besar dan tinggi vilanya.

Atensi bisa dipindahkan ke Sanji, sembari menunggu pintu dibuka dari dalam.

Netra wanita itu berkaca-kaca yang membuat dirinya merasa tak tega melihatnya. Tangan refleks bergerak menuju ke wajah Sanji.

Dihapuskan setetes air mata yang keluar.

"Aku akan melindungimu. Kamu percaya?"

"Percaya, Hem. Makasih."

Ingin ditatap lebih lama Sanji, tapi gerbang telah membuka. Ia harus membawa mobilnya masuk segera ke pekarangan utama.

Laju dari kendaraan tak secepat tadi.

Beberapa detik saja, sudah bisa dicapainya bangunan besar vila pribadinya berlantai dua dengan gaya arsitektur minimalis elegan.

Sudah hampir enam bulan tak dikunjunginya karena lama pula tidak datang ke Bali.

"Kita keluar, Sanji."

Setelah berucap, Hemmy turun lebih dulu dari mobil untuk mengambil Soul di baby car seat. Sang putri masih tidur dengan nyenyak.

Sampai dibawa ke gendongannya pun tidak terbangun sama sekali. Sangat pulas.

Ekspresi Soul juga tetap lucu ketika terlelap. Bagaimana tak mungkin tidak merasa gemas.

Malaikat kecil yang memberikan kebahagiaan paling besar di hidupnya sejauh ini.

"Kenapa kamu bengong?"

Hemmy bicara sepelan mungkin mengentarai diamnya Sanji agar Soul dalam pelukannya tak sampai merasa terganggu dan bangun.

Sikap Sanji yang mematung berdiri dengan sorot waspada di kedua mata, membuatnya penasaran akan apa dipikirkan wanita itu.

"Kenapa banyak ada bodyguard di sini?"

Sanji memandang dengan bertanya-tanya.

"Untuk menjagamu dan Soul."

"Aku tugaskan enam pengawal berjaga. Dua di depan gerbang. Empat di depan pintu."

"Mereka semua mantan tentara bayaran di Eropa dan aku melengkapi mereka dengan banyak senjata. Termasuk berbagai pistol."

"Jika ada yang berani masuk dan mengusik, mereka akan siap menembak sesuai perintah sudah aku instruksikan kepada mereka."

Sanji ingin tahu, maka tak akan diceritakan seluruh aturan yang diberlakukan kepada para ajudan bayaran dimilikinya.

Reaksi Sanji? Seperti semakin kaget dengan semua penjelasan diberikan. Kedua mata pun tampak kian membulat menatapnya.

Lalu, ditarik tangan Sanji untuk diajak masuk ke dalam vila. Mereka berjalan bergandengan dengan jemari-jemari saling menggenggam.

Tak berhenti di ruang tamu, melainkan di depan dua kamar yang bersebelahan.

"Kamu mau tidur bersamaku atau Soul?"

"Apa?" Sanji spontan merespons karena kaget akan tawaran Hemmy.

Pria itu malah tertawa.

"Kamu tidur saja dengan Soul."

"Setelah kita resmi menikah, baru kita sekamar."

Sanji hanya bisa mengangguk, tanpa mengatakan apa pun.

Lalu, menerima gandengan tangan Hemmy untuk berjalan masuk ke salah satu ruangan tidur.

Sampai di dalam, ornamen-ornamen lucu dan tempat tidur mini yang ada, membuatnya menyimpulkan jika ini adalah kamar milik Soul.

Dirinya memandangi setiap sudut lebih detail.

Pemberhentian atensi terakhir di ranjang anak-anak.

Hemmy sudah menidurkan Soul di atas kasur. Pria itu juga ikut berbaring.

Lalu, dirinya ditatap intens.

Tangan Hemmy turut terulur, seolah memintanya mendekat.

Tentu, segera kakinya melangkah menggapai ranjang.

"Kita tidur bertiga."

"Ya?" Sanji menanggapi dengan kebingungan.

Tak diterima penjelasan dari Hemmy. Pria itu pun bergeser ke samping, dekat tembok.

Memberinya ruang di atas kasur, dengan Soul di tengah-tengah.

"Sudah larut, kita harus tidur, Sanji."

"Oke." Dijawab singkat seraya naik ke atas tempat tidur.

Dikira tak akan muat bertiga, tapi ternyata bisa.

Sanji berbaring telentang dengan perasaan gugup yang tidak bisa dikendalikan.

Ketegangan bertambah, saat lengan Hemmy merangkulnya.

Pandangan tertuju ke pria itu. Mereka intens saling menatap.

"Aku akan melindungimu dan Soul."

"Kamu harus istirahat. Jangan memikirkan apa-apa, Sanji."

"Iya, Hem." Dibalas dalam suara pelan agar Soul tak terbangun.

"Sanji ...,"

"Iya?" Sahutan dengan segera dikeluarkan.

"Apa menurutmu kita bisa memiliki keluarga kecil yang bahagia?"

...........................

Adakah yang nunggu? Hehe.  Muaaff baru up.

Buah Hati RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang