"Soul main dulu di sini sendirian. Oke, Nak?"
"Papa mau panggil Mama di kamar untuk ke sini menemani Soul bermain boneka."
Pesan yang disampaikan pada sang putri, langsung mendapatkan respons anggukan.
Buah hatinya tentu sudah paham, mengingat usia Soul sudah akan masuk dua tahun, tiga bulan lagi. Walau kemampuan bicara belum sempurna. Tapi perkembangan tak lambat.
"Soul tidak boleh kemana-mana. Main di sini dengan boneka-boneka Soul, sampai Papa datang. Oke, Sayang?" pesan Hemmy lagi.
Sang putri pun masih memberikan tanggapan berupa anggukan-anggukan pelan. Cengiran lucu pun kian dilebarkan oleh Soul.
Sebelum beranjak bangun, Hemmy mencium gemas dahi serta kedua pipi putri manisnya.
Baru kemudian melompat keluar dari areal bermain yang dipasangi pagar-pagar. Tentu bertujuan untuk membatasi pergerakan dari sang buah hati agar tetap aman.
Lantas, Hemmy melenggang cepat ke kamar tidur utama, masih berada di lantai yang sama. Ia langsung masuk tanpa mengetuk.
Atensi segera dipusatkan ke ranjang, tempat yang paling memungkinan menemukan sang istri. Dan benar saja, Sanji ada di kasur.
Namun tidak tidur. Posisinya pun tak tengah berbaring untuk sekadar beristirahat.
Sanji terduduk dengan kepala tengggelam di antara kedua lutut wanita itu. Hemmy juga mendengar suara isakan, saat kian mendekat ke ranjang. Membuatnya seketika cemas.
Langkah dipercepat. Bergegas pula naik ke kasur guna bisa memeluk sang istri.
Harusnya ditanyakan apa yang menyebabkan Sanji menangis. Namun, ia menunda karena sepertinya sang istri perlu ditenangkan lebih dulu. Wanita itu tak akan dibiarkan sendirian.
Selama lebih dari setengah tahun mereka menetap di Belanda, belum pernah sekalipun dilihat kondisi Sanji terpuruk seperti ini.
Justru dua minggu terakhir, mereka berdua sedang bahagia dengan kehamilan sang istri.
Namun hari ini, kondisi Sanji kontras jauh. Ia sudah merasakan firasat yang kurang enak. Tapi, tak menyangka melihat Sanji seperti ini.
Ditengah pelukan erat diberikan pada wanita dicintainya, mata Hemmy pun tak sengaja terpusat pada layar ponsel milik sang istri.
Terbaca dengan jelas satu judul berita.
Yoga Dermawan & Nana Dermawan dalam OTT
Seketika pula, Hemmy teringat dengan pemberitahuan sang ibu tiri, dua minggu lalu, yakni tentang peluang besar penangkapan orangtua Sanji untuk kasus korupsi.
"Bukan perbuatan Mama atau keluargaku."
"Tapi, keluarga Wedasana."
Sanji tentu tahu siapa yang baru saja disebutkan oleh sang suami. Mereka adalah keluarga besar dari mantan kakak iparnya, Atmaja Wedasana, suami Sayana Dermawan terdahulu.
"Mereka ingin balas dendam. Mereka bahkan mengajak Mama untuk membantu memberikan bukti-bukti yang kami punya."
"Tapi, Mama menolak karena tidak mau menyakitimu, Sanji."
"Sepertinya keluarga Wedasana punya dendam yang besar pada orangtuamu."
Sanji mengangguk pelan seraya meredakan tangis. Ia harus bercerita pada Hemmy tentang masa lalu kelam orangtuanya yang selama ini sangat dirahasiakan.
"Mama dan Papa membuat semua usaha keluarga Wedasana jatuh. Meminta mereka mensponsori dana kampanye sampai ratusan milyar, terutama Kak Atmaja."
"Setelah semua bisnis Kak Atmaja bangkrut, Mama dan Papa menyuruh Kak Sayana bercerai dengan Kak Atmaja."
"Waktu itu, Kak Sayana lagi hamil. Dia dipaksa aborsi saat kandungannya empat bulan."
Sanji melihat perubahan ekspresi suaminya. Mimik yang lebih tegang. Rahang mengeras.
"Waktu tahu kamu hamil, apa mereka berniat melakukan aborsi juga pada Soul?"
Tenggorokan Sanji langsung tercekat. Tak menduga jika akan terluncur pertanyaan cukup menusuk dari Hemmy.
Memori langsung terlempar ke masa lalu, disaat momen ia memberanikan diri kabur ke Eropa untuk mempertahankan kehamilannya.
"Iya, aku disuruh aborsi, tapi aku berhasil menyelamatkan diri."
Hemmy mengumpat kasar. Tak bisa tidak meluapkan amarah, jika harus mengingat-ingat tindakan-tindakan kejam yang dilakukan Yoga dan Nana Dermawan.
"Mereka pantas dihukum."
"Mereka pantas di penjara belasan tahun." Hemmy menekankan kata-katanya.
"Aku tahu, Hemm." Sanji pun setuju dengan ucapan suaminya.
Namun, sebagai seorang anak, pasti tetap ada rasa sedih mendalam saat kedua orangtua kandungnya tersandung masalah yang besar nan pelik.
Sanji masih sangat menyayangi ayah dan ibunya, seberapa besar pun sikap kasar serta egois yang telah didapatkan selama ini.
"Maaf, aku tidak akan membantu mereka keluar dari masalah ini."
"Mereka pantas menerima hukuman."
"Iya, Hemm." Sanji menjawab singkat saja, tak tahu harus berkomentar apa.
Lalu, sang suami memeluknya lebih erat. Seakan ingin memberikan dukungan.
Sanji menghargai apa pun yang ditunjukkan Hemmy padanya.
"Aku akan melindungimu, Sanji. Aku tidak akan membiarkan kamu ikut terseret dalam masalah orangtuamu."
"Aku bisa melakukan apa pun untuk menjagamu."
"Makasih banyak, Hemm."
..........................................................
yeyy, kita akhiri ya cerita ini.
Bulan madu gimana? Cerita Sanji hamil anak kedua? Nanti deh ya dibuatkan beberapa part khusus, ya. Sabar menanti. Mengumpulkan mood bucin dulu.
Kita akan lanjut dulu ke kisah Sayana Dermawan dan Sarasa Dermawan, kakak serta adik bungsu Sanji yang menanggung perbuatan orangtua mereka.
Yang belum follow akun ini, follow dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buah Hati Rahasia
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Hemmy Weltz (33th) sudah bertekad kuat akan membalas dendam pada orangtua Sanji Dermawan (28th), karena darah dagingnya dibuang oleh mereka tanpa belas kasih. Kedua politikus sok suci itu akan dihan...