Part 17

2.4K 223 7
                                    

Kurang dari sepuluh detik lalu, ia akan sampai di lantai teratas perusahaan keluarganya, dimana ruang kerja Affandra berada.

Hemmy semakin mendekatkan diri ke pintu lift, tak sabar menunggu membuka.

Dan penantiannya begitu cepat.

Setelah benar-benar terbuka untuk memberi ruang padanya lewat, Hemmy tentu segera memanfaatkan untuk meninggalkan lift.

Langkah kaki kian cepat saat sudah keluar.

Tempat dituju beberapa meter saja di depan.

Hemmy lekas ingin sampai. Lalu, pergi ke dalam ruangan kerja sang kakak untuk bertemu dengan Nana Dermawan.

Belum berjumpa langsung saja, dirinya telah dihantam oleh amarah luar biasa. Apalagi, jika berhadapan empat mata dengan politikus licik itu, emosinya pasti tambah menggelak.

Hemmy sebenarnya penasaran alasan dibalik keinginan Nana Dermawan berjumpa. Apalagi bersedia datang ke kantor kakaknya.

"Pak Affandra akan menemui Anda."

Walau tak dilontarkan gamblang larangan oleh salah satu pengawal saudara tirinya, Hemmy tahu jika ia tidak diizinkan masuk.

Dipilih menunggu Affandra keluar, dibanding tetap ke dalam yang akan membuat saudara tirinya marah. Ia enggan membuat masalah.

Tak sampai semenit, kakaknya pun muncul.

"Kamu harus tenang."

Affandra tipe irit bicara. Dan tiga patah kata baru dilontarkan sang kakak tiri sifatnya mutlak. Tentu artinya harus dilakukan.

Lekas diberikan respons dengan anggukan sekenanya.

Affandra lebih dulu berjalan masuk, baru kemudian dirinya ikuti.

Sedetik pasca melewati ambang pintu ruang kerja saudara tirinya, mata sudah mencari keberadaan sosok Nana Dermawan.

Rupanya duduk di kursi tamu.

Tentu, kedatangannya diketahui politikus licik itu.

Nana Dermawan bergegas mendekatinya dengan wajah nyalang. Murka oleh amarah yang begitu besar.

"Di mana anak saya kamu sembunyikan?"

"Ckckck." Hemmy memprovokasi lewat decakan sinisnya.

"Di mana anak saya?"

"Beri tahu saya dimana Sanji kamu sembunyikan, Anak Haram!"

Hemmy jelas langsung tersinggung akan penghinaan didapatkan.

Emosi pun menggelegar dan memanaskan kepalanya.

Kedua tangan mengepal saat mendekat ke Nana Dermawan. Mata memandang tajam mengarah ke politikus tua itu yang berdiri tak sampai satu meter di depannya.

"Sanji tidak akan saya bunuh."

"Jika itu yang Anda takutkan." Hemmy berikan penekanan pada kata-katanya.

"Kembalikan anak saya!"

"Atau kamu akan saya laporkan ke polisi!"

"Anda ingin melaporkan saya? Suami Anda yang akan menjadi ketua umum juga akan terseret. Jangan gegabah, Nyonya."

"Kamu akan di penjara, Anak Haram!"

"Saya tidak takut!" Hemmy meninggikan suara karena terbawa emosi yang kian meluap.

Bahkan, sudah di ubun-ubun. Kepalanya pun terasa amatlahi panas sekarang.

"Kalau saya tahu pelacur yang saya bayar akan melahirkan anak haram tidak tahu diri seperti kamu, saya suruh dia menggugurkan saja dulu. Kamu harusnya mati saja."

Hantaman rasa kaget luar biasa menyerang Hemmy, sampai melemaskan kedua kaki. Ia butuh usaha keras untuk tetap berdiri.

"Kamu tidak tahu wanita murahan yang sudah melahirkanmu adalah jalang bayaran saya?"

Nana Dermawan bisa membaca ekspresinya. Keterkejutan yang ditunjukkannya mungkin amat kentara di mata politikus culas itu.

Nana Dermawan mencemooh lewat tatapan sinis yang belum dipindahkan darinya.

"Kamu tidak ingin tahu dimana pelacur itu sekarang? Setidaknya kamu harus ber–"

"Anggota dewan terhormat seperti Anda, tidak lebih dari sampah!" Hemmy berteriak marah.

Tangannya pun dengan cepat bisa menangkis tamparan yang hendak dilayangkan Nana Dermawan ke wajahnya. Tak akan dibiarkan.

Lalu, sang kakak tiri membantu menjauhkan si politikus culas darinya. Tentu wanita tua kasar itu berontak dengan Affandra Weltz.

"Saya minta Anda pergi, Anggota Dewan Nana. Jangan buat keributan di kantor saya."

"Ada satu peringatan keras yang harus saya tekankan pada Anda. Anggap ini sebagai ancaman serius."

"Berani Anda menemui Mama dan istri saya diam-diam lagi. Anda tidak akan saya abaikan."

"Anda akan berhadapan dengan saya juga, Anggota Dewan Nana."

"Ckck, kamu mewarisi sifat sombong Aida rupanya, Pak Affandra."

"Semoga pencalonanmu sebagai legislator tidak akan gagal."

"Saya pasti menang, tanpa bantuan Anda atau Anggota Dewan Yoga."

"Silakan pergi dari kantor saya sekarang, sebelum Anda saya usir paksa."

Semua percakapan antara sang kakak tiri dan si politikus culas didengarnya, termasuk juga melihat saat Affandra membuka pintu lebar-lebar untuk Nana Dermawan.

Politisi licik itu pun mengangkat kaki segera.

Setelah Nana Dermawan benar-benar pergi, barulah dirinya merosot turun ke lantai.

Tak sanggup kedua kaki untuk diajak berdiri.

Begitu pun perasaan yang terus berkecamuk, efek mengetahui fakta yang selama tiga puluh tiga tahun hidupnya selalu ingin diketahui.

"Hemm?"

Sang kakak tiri berdiri di sebelahnya. Hendak membantunya bangkit.

Namun, ia tak bisa bergerak.

"Kak Affa sudah tahu?"

"Saya sudah tahu dari Mama."

"Kenapa aku tidak?" Hemmy jelas menuntut penjelasan.

"Mama tidak ingin kamu tahu."

"Apa alasannya?" Hemmy masih tak puas jawaban didapatkan.

"Mama tidak mau kamu terluka, Hem."

"Tidak semua rahasia harus kamu bongkar."

.....................

Yuhuu, silakan ramaikan.

Buah Hati RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang