Part 20

3K 209 6
                                    


Setelah memastikan Soul sudah tidur dengan baik, Sanji keluar dari kamarnya.

Ingin sebenarnya diam di dalam menemani balita perempuan itu, namun karena ada Tante Aida, maka tidak bisa dilakukan.

Sebenarnya, ia cukup canggung berinteraksi dengan ibu Hemmy itu. Walau pernah dua kali bertemu. Terakhir setahun lalu.

Namun, ketidaknyamanan yang dirasakannya harus bisa segera diatasi. Apalagi, Tante Aida akan menjadi mertuanya, setelah besok ia resmi menikah dengan Hemmy.

Setiap mengingat fakta bahwa akan segera dilepas masa lajangnya, kegugupan pasti akan menghantamnya keras-keras.

Mendebarkan jantung melebihi batas normal. Amat mustahil untuk bisa tenang menghadapi situasi. Beradaptasi rasanya sudah luar biasa.

Entah sejauh mana dirinya bisa.

Namun, harus dipercayai ucapan Gauri. Ia akan diperlakukan dengan baik oleh Tante Aida, walau hubungan ibu Hemmy itu tidak bagus dengan orangtuanya.

“Apa kamu biasa makan malam, Nak?”

Sanji cukup terkesiap mendengar pertanyaan diajukan oleh Tante Aida. Dan lebih terkaget lagi menyaksikan ibu Hemmy itu memasak.

Jika dilakukan di pagi hari, pasti akan biasa. Tapi, sekarang sudah pukul sembilan malam.

“Tante buat apa?” tanyanya spontan seraya mendekat ke arah dapur, tepatnya di depan kompor dimana Tante Aida tengah berada.

“Saya biasa makan malam, Tante.” Sanji pun menjawab pertanyaan untuknya tadi.

“Mau mencicipi sup buatan saya? Ini rendah kalori dan tidak menyebabkan gendut.”

Segera dianggukan kepala mengiyakan apa yang ditawarkan kepadanya. Menolak tidak akan sopan. Apalagi, masakan Tante Aida.

“Jika kurang pedas, bisa tambah potongan cabai. Dicoba dulu rasanya, Nak.”

Sanji mengambil cepat saja nampan dengan mangkuk berisikan sup sayur yang diberikan padanya. Aroma lezat terhirup hidungnya.

“Makan di sana, Nak.”

Sanji mengangguk pelan seraya mengikuti arah pandang dari Tante Aida.

Kemudian, kaki mulai dilangkahkan hati-hati ke meja makan. Tak mau sup yang dibawa sampai tumpah sebelum disantap.

Semakin lama tercium oleh hidung, masakan Tante Aida menggugah rasa laparnya.

Diputuskan segera mencoba.

Satu sendok, itu pun hanya kuah. Diseruput pelan-pelan karena masih cukup panas.

Sampai di lidah, kelezatan yang dibayangkan pun memang sesuai akan cita rasa sup. Enak dengan kaldu gurih nan juga pekat.

Lalu, sayur dimakan. Dikunyah cepat karena ingin menyantap lebih banyak sayur dan juga potongan ayam di dalam sup.

Sejak kabur ke Bali diam-diam, setiap harinya nafsu makan terganggu. Tak bisa menyantap makanan apa pun dengan lahap.

Namun, sup buatan Tante Aida begitu enak dan membuatnya terus ingin mencoba.

Bahkan, sudah habis setengah, saat Tante Aida ikut bergabung di meja makan.

“Ini minuman herbal Tiongkok.”

“Bagus untuk detox racun.”

“Terima kasih, Tante.” Sanji berujar sedikit lirih tapi apa yang diucapkan benar-benar tulus.

Lalu, dicoba minuman buatan Tante Aida.

Rasanya lumayan hambar, tidak pahit. Warna pun mirip teh pada umumnya. Ditenggaknya cepat, sampai hanya tersisa sepertiga.

Terus diperhatikan oleh Tante Aida, tentunya meningkatkan kembali ketegangan. Walau tak ada sorot mengintimidasi ditunjukkan.

Mungkin hanya tidak terbiasa diperhatikan ketika makan, jadi terasa aneh untuknya.

“Mau menambah lagi, Nak?”

“Tidak, Tante. Ini sudah cukup.”

“Dan makasih sudah membuatkan makanan yang enak untuk saya.” Sanji melembutkan suara seraya merekahkan senyumannya.

Patut ditunjukkan pujian sungguh-sungguh sebagai bentuk menghargai usaha dari Tante Aida yang masak malam-malam untuknya.

“Hemmy dan Soul juga sup ini. Kalian bertiga punya selera sama sepertinya, Nak.”

“Sup buatan Tante enak, pantas Hemmy dan Soul juga suka. Mereka makannya banyak?”

“Banyak, Nak. Hemmy akan menambah dua piring nasi sampai dia perutnya begah.”

“Sedangkan, Soul suka sup yang banyak isi telur puyuh. Sayur yang disuka wortel.”

Tante Aida tertawa, maka Sanji pun ikut.

“Boleh saya minta resepnya, Tante?”

Walau jarang memasak, rasanya jika diikuti sesuai dengan panduan, pasti akan dapat menghasilkan makanan yang enak juga.

“Besok saya kasih, Nak.”

“Makasih banyak, Tante Aida.”

“Hemmy lebih suka banyak daging ayam di supnya daripada sayur. Soul lebih suka telur puyuh dan banyak wortelnya.”

“Mungkin harus buat sup yang berbeda untuk mereka karena selera yang tidak sama.”

“Iya, Tante. Akan saya ingat.”

Ternyata berbincang-bincang ringan seperti ini cukup membuatnya rileks, apalagi dengan topik juga menarik untuk dibahas.

Ternyata memang Tante Aida sosok yang hangat dan lembut. Mereka hanya perlu waktu bisa tambah akrab. Ia akan coba terus mendekatkan diri dengan calon mertuanya.

“Nak Sanji …,”

“Iya, Tante Aida?”

“Saya titip Hemmy dan Soul padamu, Nak.”

“Mereka adalah anak dan cucu yang saya sayangi. Mereka pasti akan bahagia karena kamu akan hidup bersama mereka.”

“Hemmy cukup keras, tapi dia pasti akan melakukan hal terbaik untuk melindungimu dan Soul. Jangan ragukan hatinya.”

“Tapi, apa kamu benar-benar sudah yakin menjalani sebuah pernikahan sakral dengan anak saya, Nak? Saya harus memastikan.”

Sanji kembali tegang. Namun, tak ragu dalam memberikan jawaban atas pertanyaan Tante Aida, dengan anggukan kepala mantapnya.

Sorot mata pun kian serius.

“Saya siap, Tante Aida.”

“Saya yakin menjadi istri dari Hemmy dan juga Mama untuk Soul.” Ditegaskan kembali jawaban lewat kata-katanya.

“Terima kasih, Nak Sanji.”

Buah Hati RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang